GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2. Dia Introvert
Kaesang sampai di rumahnya saat senja mulai terlihat di ufuk Barat. Dengan mobil Lamborghini putihnya yang berkilau, dia berhenti di depan rumah dan memarkirkan mobilnya di samping mobil ayahnya, Ferrari. Kaesang turun dari mobil dan melangkah menuju pintu. Setelah sampai di depan pintu, Kaesang menekan kunci pin yang terletak di sana, lalu masuk ke dalam rumah.
Setelah di dalam, dia melihat mamanya dan papanya sedang duduk di ruang tamu. Kaesang berjalan melewati mereka menuju ke kamarnya. Tapi ketika dia akan menaiki tangga, mamanya memanggilnya.
"Kae, tunggu. Sini dulu," panggil mamanya, Zora.
Dengan langkah malas Kaesang membalikkan badannya dan pergi menuju ke tempat kedua orang tuanya duduk. Setibanya di sana, ia duduk di sofa di depan mereka, di antara meja kecil yang memisahkan.
"Ada apa?" tanya Kaesang, dari wajahnya Kaesang sangat tidak senang dengan mamanya yang memanggilnya. Dia merasa jika kedua orang tuanya memanggilnya ini pasti ada pesan penting yang ingin disampaikan kepada dirinya. Hal tersebut kemungkinan besar akan berdampak pada dirinya.
Tanpa berbelit-belit, Indra berkata. "Papa mau jodohin kamu sama anak temen papa, Kae." kata Indra.
Kaesang yang notabene nya dingin dan tidak suka dijodoh-jodohkan segera terkejut. "Maksudnya?"
Kini Zora yang menjawab. "Ehm, Kae, kita mau jodohin --" belum juga Zora menyelesaikan ucapannya tiba-tiba Kaesang menyela.
"Kenapa kalian mau jodohin aku?!" Kaesang terlihat marah dan tidak menerimanya. Dia sangat benci dengan kata perjodohan.
Indra menghela nafas kasar, menoleh ke arah Zora, istrinya. Indra menoleh kembali ke arah Kaesang. "Kae, dengerin papa dulu. Papa mau jodohin kamu dengan anak teman Papa--"
Lagi-lagi Kaesang menyela. Dia terlihat marah. "Papa selama ini jarang ada di rumah, Papa hampir nggak ada waktu buat aku, tapi sekarang tiba-tiba mau jodohin aku?! papa gil4 ya?!" marah Kaesang.
Zora yang mendengar Kaesang mengatakan kata gil4 yang itu ditujukan kepada papanya segera menatap tajam ke arah Kaesang.
"Kae, nggak baik ngomong gitu ke papamu!" tegur Zora.
Kaesang tidak peduli dan acuh. "Kalian kenapa sih mau jodoh-jodohin aku segala?! Aku bisa cari pacar sendiri!" kata Kaesang.
Indra menyahut. "Kae, teman Papa ini bukan orang biasa. Dia itu menteri di negara kita, istrinya itu seorang pengusaha terkenal. Dia ingin menjodohkan anaknya dengan kamu ...
Nama anaknya Reina, dia sekarang sedang sekolah di Amerika. Katanya pas liburan sekolah nanti dia mau pulang ke sini dan ketemu sama kamu buat bahas perjodohan itu." Indra sangat berharap Kaesang bersedia memenuhi permintaannya.
Meski sebenarnya dia sudah menduga jika Kaesang pasti takkan mau untuk menuruti keinginannya.
"Aku nggak mau. Sekalipun Papa mau jodohin aku sama anak presiden sekalipun aku nggak mau!" Kaesang berdiri dari duduknya dan melangkah menuju kamarnya.
Setelah Kaesang pergi, Indra kembali menghela napas kasar. Dia sangat lelah dengan pekerjaannya. Perusahaannya ada di mana-mana, bahkan juga ada di luar Indonesia.
Indra kadangkala ditemani oleh istrinya untuk melakukan tour bisnis dan pertemuan di luar negeri. Tapi akhir-akhir ini Zora mengatakan untuk akan di rumah saja. Dia ingin menemani Kaesang, dan mengurus butiknya.
"Gimana caranya bikin Kaesang mau buat dijodohin sama Reina ya? Temanku itu sudah sangat berharap buat anaknya nikah sama Kaesang," kata Indra.
Zora menyentuh tangan Indra, menyunggingkan senyuman manis dan meneduhkan miliknya. "Mas, sekarang Ini zaman sudah sangat maju. Biarin Kaesang cari pacarnya sendiri lah Mas. Jangan jodoh-jodohin dia, kasihan. Dia sangat tertekan itu," Zora berusaha membantu Kaesang untuk agar Indra membatalkan perjodohan itu.
Tapi Indra yang sudah sangat yakin dengan perjodohan itu, menolak kata-kata Zora.
Dengan pandangan tajam, seperti tidak sreg dengan perkataan Zora, Indra menoleh kearah Zora.
"Kaesang itu anaknya introvert, Ma. Dia nggak punya temen, nggak punya pacar, dari dulu selalu sendirian, rumah dan perpustakaan selalu jadi tempat yang dia kunjungi. Aku kasihan sama dia, Aku mau dia kayak anak-anak yang lain ...
Aku jodohin dia ini ya agar dia bisa punya temen. Selain itu Reina itu juga gadis yang cantik, dia bisa jadi pacar yang baik buat Kaesang dan istrinya nanti ...
Sayang, kamu nanti tolong bujuk Kaesang ya, buat dia untuk menerima perjodohan ini. Aku sudah janji sama temanku itu, aku nggak enak." Indra malah meminta Zora untuk agar Zora membujuk Kaesang.
Sebenarnya mau-mau saja Zora untuk membujuk Kaesang, tapi sebagai seorang ibu Zora bisa merasakan jika Kaesang sangat tidak nyaman dengan perjodohan ini.
Memang sejak dulu dia dan Indra jarang ada waktu untuk Kaesang dan adiknya. Mereka selalu sibuk dengan pekerjaan mereka dan jarang pulang ke rumah.
Zora merasa bersalah karena jarang ada waktu untuk kedua putranya. Kaesang menjadi pribadi yang dingin, tertutup, sedangkan putranya yang satunya yakni adik Kaesang, sekarang sedang sekolah di London.
"Tapi kalau Kaesang nolak lagi gimana Mas? Dia itu nggak mudah untuk dibujuk loh," Zora semakin ragu.
Karena jarang ada di rumah, Zora dan Kaesang terlihat jauh. Tidak seperti ibu dan anak pada umumnya. Kaesang tidak pernah mengakrabkan diri dengan Zora, begitupun sebaliknya. Karena kesibukannya, Zora melupakan buah hatinya.
"Ya kamu bujuk terus dong. Kamu kan mamanya, masa kamu nggak bisa sih bujuk anakmu sendiri? Tolong ya sayang, tolong bujuk dia. Buat dia buat menerima perjodohan ini," Indra terus memaksa, hingga akhirnya Zora yang menyerah segera menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, nanti aku bujuk dia." Zora sangat berharap agar Kaesang mau menerima perjodohan ini, meskipun sebenarnya tidak mungkin.
Di dalam kamarnya yang luasnya seperti lapangan bola voli, Kaesang tengah berada di gym pribadinya yang terletak di dalam kamar. Kaesang terus berolahraga di sana, tidak memedulikan mamanya yang sedari tadi terus mengetuk pintu kamarnya.
Dia memasang headphone dan mengatur volumenya hingga mencapai level tertinggi.
Malam harinya, Indra izin kepada Kaesang dan Zora untuk pergi ke Singapura guna meninjau perusahaannya yang berada di sana.
"Aku pergi dulu ya, Sayang. Kamu sama Kaesang hati-hati di rumah," Indra men-ci-um kening Zora. Lalu menoleh kearah Kaesang yang hanya diam mematung, tanpa ekspresi.
"Iya mas, hati-hati ya," balas Zora.
Indra pun beranjak dari tempat itu, meninggalkan rumahnya, naik ke mobil Ferrari pribadinya, dan meluncur ke bandara untuk pergi ke Singapura.
Setelah Indra pergi, Zora menoleh kearah Kaesang. Senyuman manis terukir di bibirnya. "Kae, tadi mama udah minta pelayan buat masakin makanan kesukaan kamu. Ayo makan," ajak Zora.
Tapi Kaesang menolak dan malah pergi ke kamarnya. "Aku nggak laper."
Sesampainya di dalam kamar, Kaesang melangkah menuju perpustakaan pribadinya. Di sana, dengan langkah ringan, Kaesang berjalan ke bilik buku paling belakang. Setelah tiba di pojok, dengan perlahan Kaesang mengambil sebuah buku tua berbalut sampul coklat yang agak terangkat. Dengan sedikit jinjit, Kaesang meraih buku itu.
Setelah buku itu ada di tangannya, dia berjalan menuju kursi yang tersedia di sana. Kaesang membuka halaman yang sudah dia tandai. Di sana terpampang sebuah foto usang yang menampilkan seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun dengan rambut terkuncir dua, sedang memegang balon, dan mengenakan baju bergambar kupu-kupu.
Kaesang mengambil foto itu dan menatapnya lekat, dalam. "Kamu dimana sekarang? aku pengen ketemu kamu. Aku kangen sama kamu," ucap Kaesang dengan raut sedih, air mata pun mulai berlinang, dan hidungnya sedikit tersumbat oleh ingus.
Perempuan kecil itu, perempuan dari masa lalunya ... hmm, membuatnya tidak tenang akhir-akhir ini. Atau bahkan dari dulu. Kaesang sangat ingin bertemu dengannya lagi, tapi takdir seakan tidak membiarkan mereka bertemu.
Keesokan paginya, Zora mencoba untuk membujuk Kaesang lagi. Dia memasak makanan kesukaan Kaesang dan menatanya di meja makan. "Kae, ayo makan dulu. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu," ajak Zora dengan senyum manisnya.
Kaesang yang sedang menata rambut dan merapikan buku-bukunya sebelum berangkat ke sekolah, akhirnya menghentikan aktivitasnya dan turun ke ruang makan. Dia duduk di kursi dan mulai menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh Zora dan beberapa pelayan lainnya.
"Ma, aku nggak mau dijodohin. Aku pengen nyari pacar sendiri," ucap Kaesang sambil menatap mamanya.
Zora menghela nafas. "Kae, Papa dan Mama cuma pengen yang terbaik buat kamu. Reina adalah gadis yang baik dan cantik. Dia bisa jadi teman hidup yang baik buat kamu," ucap Zora dengan penuh harapan.
Kaesang menggelengkan kepala. "Ma, aku nggak mau. Aku pengen nentuin nasibku sendiri. Aku nggak mau diatur-atur kayak gini," ucap Kaesang dengan tegas.
Zora merasa sedih melihat penolakan Kaesang. Dia tahu bahwa Kaesang tidak akan mudah untuk dibujuk. Tapi sebagai seorang ibu, Zora tidak bisa menyerah begitu saja.
"Mama mengerti, Sayang. Tapi tolonglah pertimbangkan baik-baik. Reina adalah gadis yang baik dan Papa sangat berharap kamu bisa menerima perjodohan ini," ucap Zora sambil mengusap tangan Kaesang dengan lembut.
Tanpa sepatah kata pun, Kaesang segera meninggalkan meja setelah sarapannya usai. Dengan langkah tergesa-gesa, ia keluar dari rumah, naik Lamborghini putih kesayangannya, dan meluncur ke sekolah.
Bersambung ...