Alya, seorang sekretaris dengan kepribadian "ngegas" dan penuh percaya diri, melamar pekerjaan sebagai sekretaris pribadi di "Albert & Co.", perusahaan permata terbesar di kota. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan David Albert, CEO tampan namun dingin yang menyimpan luka masa lalu. Kehadiran Alya yang ceria dan konyol secara tak terduga mencairkan hati David, yang akhirnya jatuh cinta pada sekretarisnya yang unik dan penuh semangat. Kisah mereka berlanjut dari kantor hingga ke pelaminan, diwarnai oleh momen-momen lucu, romantis, dan dramatis, termasuk masa kehamilan Alya yang penuh kejutan.
[REVISI]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaraaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Tatapan Tajam Sang Bos
Alya memulai hari pertamanya di Albert Group dengan semangat yang membara. Ia mengenakan kemeja cerah bermotif bunga tropis dan rok pensil biru elektrik, dipadukan dengan sepatu kets kesayangannya yang berwarna-warni. Penampilannya yang energik dan unik tampak mencolok di tengah suasana formal kantor yang penuh karyawan berjas rapi.
Tiba lebih awal, Alya menata meja kerjanya dengan efisien. Ia meletakkan beberapa alat tulis, menyiapkan laptop, dan menambahkan bingkai foto kecil bergambar dirinya bersama kucing peliharaannya. "Sedikit sentuhan ceria tidak akan merugikan, kan?" gumamnya sambil tersenyum.
Tak lama kemudian, langkah sepatu yang terdengar tegas mendekat. David Albert, CEO perusahaan, muncul di ambang pintu tepat pukul delapan pagi. Pria itu mengenakan setelan jas gelap yang sempurna, dasinya terikat rapi, dan kacamata hitam melengkapi penampilannya yang tajam dan berkelas. Tatapannya tertuju langsung pada Alya.
"Selamat pagi, Bapak Albert!" sapa Alya dengan senyum cerah, tangannya sedikit melambai. "Saya Alya Putri, Sekretaris Pribadi Anda."
David hanya mengangguk kecil sambil melepas kacamata hitamnya. Ia tidak mengatakan sepatah kata pun, tetapi matanya dengan jelas menelusuri penampilan Alya dari ujung kepala hingga sepatu ketsnya yang mencolok. Tanpa komentar, ia berjalan melewati meja Alya menuju ruang kerjanya.
Alya menelan ludah, sedikit gugup. "Oke, Alya. Ini hanya awal. Tunjukkan kalau kamu bisa," katanya dalam hati.
Setelah meletakkan tas kerjanya di meja, David akhirnya berbicara, suaranya rendah namun dingin. "Alya."
"Ya, Pak?" Alya langsung menoleh dengan semangat.
"Kopi," jawabnya singkat, tanpa memberikan instruksi lebih lanjut.
"Baik, Pak! Apakah Bapak suka kopi dengan gula atau susu?"
David mengangkat wajahnya, menatap Alya. "Tanpa gula. Hanya kopi berkualitas. Dan pastikan tidak terlalu panas."
"Dimengerti, Pak!" jawab Alya sambil mencatat di kepalanya. Ia berjalan cepat menuju pantry, tangannya sibuk mencari biji kopi terbaik di rak. Sambil menunggu mesin kopi menyeduh, Alya bergumam, "Tidak apa-apa, Alya. Dia memang kaku, tapi kamu bisa meluluhkan hati bos dingin ini."
Beberapa menit kemudian, Alya kembali dengan secangkir kopi yang disajikan di cangkir keramik putih. "Kopi Anda, Pak. Tanpa gula, seperti yang Bapak minta," katanya sambil meletakkan cangkir itu di meja David dengan hati-hati.
David mengambil cangkir itu, menyesap sedikit tanpa mengucapkan terima kasih. Namun, alisnya sedikit terangkat, menunjukkan bahwa kopi itu memenuhi ekspektasinya.
"Baik," katanya singkat, sebelum melanjutkan membaca dokumen di depannya.
Alya menarik napas lega dan kembali ke mejanya. Ia mulai sibuk menangani email, memfilter pesan penting, dan menyusun jadwal David untuk hari itu. Ia bekerja dengan cepat, tetapi tetap tidak bisa mengabaikan tatapan tajam David yang sesekali melirik ke arahnya.
Sekitar pukul 09.30, suara panggilan dari dalam ruang kerja David terdengar melalui interkom. "Alya, ke sini."
Alya segera berdiri dan melangkah masuk. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya dengan nada antusias.
David menunjuk ke layar laptopnya. "Saya butuh laporan keuangan bulan lalu. Siapkan segera."
"Baik, Pak! Saya akan segera mencetaknya," jawab Alya.
Dia kembali ke meja kerjanya, mencari dokumen yang diminta di sistem komputer, lalu mencetaknya dengan cepat. Dalam waktu lima menit, Alya kembali ke ruang kerja David dengan dokumen di tangan.
"Laporan keuangan bulan lalu, Pak. Semoga sesuai dengan yang Bapak butuhkan," katanya sambil meletakkan laporan itu di meja David.
David membuka dokumen tersebut, membaca dengan cermat. Setelah beberapa menit, dia berkata, "Tidak buruk. Rapi."
Alya tersenyum kecil. "Terima kasih, Pak. Jika ada hal lain yang perlu diperbaiki, saya siap menyesuaikannya."
David menatapnya selama beberapa detik. "Tidak ada. Lanjutkan pekerjaanmu."
"Baik, Pak," jawab Alya, lalu kembali ke meja kerjanya.
Saat pukul 10.00 mendekat, Alya ingat permintaan David untuk kopi kedua. Kali ini, ia memutuskan untuk menambahkan sentuhan kecil dengan mengganti cangkirnya menggunakan mug khusus yang bertuliskan "CEO of Excellence" yang ia temukan di pantry.
Ia mengetuk pintu ruang kerja David sebelum masuk. "Kopi kedua Anda, Pak. Semoga ini membantu Anda tetap segar sepanjang hari."
David menatap mug itu sejenak sebelum mengambilnya. "Mug ini…"
"Saya menemukannya di pantry, Pak. Saya pikir tulisan itu cocok untuk Anda," jawab Alya dengan senyum ramah.
David hanya mengangguk, lalu menyesap kopi itu. "Kopi ini lebih baik dari yang pertama," komentarnya singkat.
"Terima kasih, Pak. Saya senang bisa membantu," jawab Alya dengan tulus.
Pukul 11.00, David kembali memanggil Alya. "Dokumen untuk presentasi rapat dengan investor, sudah siap?"
Alya mengangkat laptopnya. "Sudah, Pak. Saya sudah memformat ulang dokumen untuk mempermudah penyampaian poin-poin utama. Boleh saya kirimkan untuk Anda tinjau?"
David mengisyaratkan Alya untuk mendekat. "Tunjukkan di sini."
Alya berdiri di samping David, membuka file di layar laptopnya dan menjelaskan beberapa perubahan yang ia buat. "Saya menambahkan visual ini agar lebih menarik, dan saya juga memperbaiki beberapa data yang terlihat kurang akurat di versi sebelumnya."
David mengangguk pelan sambil memeriksa dokumen itu. "Kerja bagus," katanya akhirnya, kali ini dengan nada yang lebih ringan.
Alya merasa lega. "Terima kasih, Pak. Saya akan mencetaknya untuk presentasi nanti."
Sebelum Alya keluar dari ruang kerja, David memanggilnya lagi. "Alya."
"Ya, Pak?"
David menatapnya. Kali ini tatapannya tidak seintimidasi biasanya. "Pastikan Anda terus bekerja seperti ini. Saya tidak punya waktu untuk kesalahan."
Alya tersenyum kecil, tetapi dengan nada penuh keyakinan, ia menjawab, "Jangan khawatir, Pak. Saya tidak akan mengecewakan Anda."
Hari pertama Alya di Albert Group berakhir dengan kepuasan tersendiri. Meski bosnya dingin dan sulit ditebak, Alya merasa berhasil membuktikan dirinya. Sambil membereskan mejanya sebelum pulang, ia berkata pelan, "Satu langkah kecil hari ini, tapi aku yakin ini awal dari petualangan besar."