"Menikah lah dengan saya Jeslyn! Ini perintah bukan penawaran!"
"A-pa!?"
Menikah dengan boss sendiri!? Jeslyn tak pernah berpikir bahwa Louis akan melamar nya secara tiba-tiba, padahal lelaki itu jelas tidak mecintai nya! Apa yang sebenar nya lelaki itu inginkan hingga memaksa Jeslyn untuk tidak menolak titahan tersebut? Apakah sebuah keterpaksaan dari seseorang? Balas dendam? Atau alasan lain nya? Cukup Tuhan dan Louis yang tau!
Jeslyn yang memang tidak memiliki power apapun pun terpaksa mengiyakan keinginan dari Louis tanpa tau alasan pria itu ingin menikahi nya.
Lalu, bagaimana kehidupan Jeslyn kelak? Akan kah ia mampu untuk meluluhkan hati Louis? Sedangkan lelaki itu memiliki sifat kaku, dingin tak tersentuh, dan temperamental!? Belum lagi, Louis yang masih terbayang-bayang oleh masa lalu nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bertepuk12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Sang bagaskara kini mulai menenggelamkan awak nya diujung sana, seolah-olah memanggil Chandra agar bisa menggantikan posisi nya untuk memberi cahaya pada penduduk bumi.
Angin malam mulai mendarat menciptakan rasa dingin yang menerpa serta menusuk pori-pori tubuh.
Suara ketikan antara tangan dan keyboard komputer terdengar begitu cepat sedari lima jam yang lalu, tak lupa kaca mata anti radiasi yang menggantung indah pada hidung untuk melindungi mata nya.
Beberapa kali suara helaan nafas mengulun lembut, namun tak seberapa lama, satu ketikan kuat terdengar kasar, entah apa yang gadis itu tengah ketik, 'enter' tombol itu yang ia pencet sebelum senyuman lega menghiasi bibir nya.
"ARGHHH AKHIRNYA!"
Jeslyn berteriak dengan kasar pada ruangan kerja kedap ini, sedari tadi senyuman terus terlukis indah tak memperdulikan apabila gigi nya kering.
Ditatap nya jam dinding yang selalu berdetak itu, sudah menunjukan pukul 18.30 PM.
"Ah selama itu aku berhadapan dengan komputer? Untung saja mata ku tidak juling." Keluh nya dengan terkikik kecil.
Jeslyn menghela nafas sejenak, menyanderkan tubuh nya pada senderan kursi kerja nya, "Apa lebih baik aku langsung ke pusat pembelanjaan saja ya? Mandi disini." Gumam nya dengan binggung.
Memang, Jeslyn berniat untuk membeli isi kulkas yang telah kosong beberapa hari ini dengan makanan ringan, soda, sanyuran, serta buah-buahan.
Mengingat waktu sudah semakin malam, membuat nya berpikir seribu kali untuk kembali ke apartemen karena akan menghabiskan banyak waktu.
"Baiklah, lebih baik aku mandi disini saja dan langsung pergi belanja." Seru Jeslyn dengan tangan yang mengepal bagai orasi, tengah menyemangati diri nya sendiri.
Untung saja diruangan besar ini disediakan satu almari, satu kamar mandi, serta satu kamar, sangat berguna saat Jeslyn ingin bekerja lembur.
Sebelum melangkah menuju kamar mandi, Jeslyn mengambil satu botol mineral, meneguk nya hingga tandas tak tersisa.
Segera saja ia berjalan menuju kamar mandi, membersihkan tubuh nya yang sudah lengket bukan main, tak ingin berlama-lama dan membuang waktu lagi, Jeslyn langsung keluar saat tubuh nya telah dirasa segar.
"Segar sekali setelah bertarung dengan pekerjaan bertumpuk-tumpuk itu."
Jeslyn berseru dengan ekspresi wajah bahagia, merasa puas akan perjuangan nya karena berhadapan dengan komputer berjam-jam untuk menyelesaikan tugas nya yang mepet deadline.
Tiba-tiba suara berderit tanda pintu dibuka terdengar, membuat Jeslyn menoleh penuh keterkejutan medapati tubuh Louis yang berdiri tegap didepan pintu, dengan ekspresi rumit yang menghiasi wajah nya.
Sedangkan Jeslyn wanita itu segera berlari sambil mengeratkan handuk nya menuju belakang almari, malu sendiri!
Heyy, untung saja ia menggunakan handuk tadi, jika tidak? Louis akan melihat tubuh telanjang nya. Itu terdengar sangat memalukan!
Sama sekali tak ada perkataan yang keluar dari keheningan malam ini, Louis masih berdiri tegap dengan sorot mata penuh arti, jangan lupakan ekspresi nya yang kian merumit.
Jeslyn menghela nafas sejenak, menongolkan kepala perlahan, namun tetap mempertahankan tubuh nya dibelakang almari, "Maaf tuan, mengapa Anda membuka pintu secara tiba-tiba?"
Terlihat Louis mendongok, "Apa aku harus meminta izin pada mu heh?" Seru nya dengan intonasi kesal, tak lupa bibir tebal itu bergerak tak senang.
"Segera berpakaian dengan benar, Afnan menunggu mu di basement."
BRAKK.....
Selepas mengatakan kalimat itu, Louis menutup pintu dengan kasar, seolah-olah tengah melampiaskan sesuatu, meninggalkan Jeslyn yang membeku tak mengerti.
Berhadapan dengan komputer selama berjam-jam membuat otak Jeslyn lemot, ia bahkan baru bisa memahami kalimat Louis setelah lima menit berdiri tanpa melakukan apapun, seperti orang linglung tanpa tujuan hidup.
"Apa yang akan Afnan lakukan kali ini astaga!" Jeslyn menepuk dahi pelan, ia benar-benar harus mempersiapkan mental untuk menghadapi sifat konyol teman nya itu.
Tidak ingin membuat Louis dan Afnan menunggu lebih lama lagi, segera saja Jeslyn mengenakan Midi Plaid Skirt dan Blouse untuk menutupi tubuh telanjang nya, tak lupa untuk memoleskan sedikit make up dan parfum beraroma vanilla yang ia semprot pada beberapa bagian badan nya.
Jeslyn berlari, ia menegok kanan dan kiri, sangat sepi hanya ada temerang cahaya lampu, sedikit mengerikan namun ia coba abai, masuk pada lift untuk menuju lantai basement.
"Setelah bertemu dengan Afnan aku akan menuju pusat pembelanjaan." Gumam Jeslyn perlahan, lalu memeriksa tas selempang yang ia bawa, "Dompet sudah, headphone juga sudah,"
Ting....
Lift terbuka, Jeslyn keluar lalu mengedarkan pusat perhatiannya, hingga netral itu menangkap Louis yang tengah berdiri didepan pintu mobil sembari memainkan IPad, tak jauh dari lift.
"Tuan." Panggil Jeslyn melakukan bow setengah badan, lalu tersenyum tipis, "Dimana Afnan?" Tanya nya tergesa-gesa.
Louis diam sejenak, mengamati penampilan Jeslyn dari atas ke bawah, lalu ia melengos, "Masuk." Titah nya dengan pandangan tajam tak ingin dibantah.
Terlihat bibir Jeslyn mengangga, binggung sendiri, ia di suruh masuk kemana? Bahkan sesekali ia menggaruk dahi nya, mengapa tuan nya itu memberi titah tanpa kejelasan, membuat Jeslyn bagai orang bodoh yang sulit mencerna ucapan orang lain.
"Masuk dimana tuan?"
"Menurut mu?" Louis bertanya balik, tangan pria itu menyilang, tak berubah posisi, namun ekskresi wajah nya sudah mulai memburuk.
Helaan nafas Jeslyn layangkan, demi Tuhan ingin rasa nya ia berteriak lalu mengumpat didepan Louis, oh god mengapa lelaki itu benar-benar tidak jelas dalam memberi titah, lalu sekarang malah melempar pertanyaan yang jelas-jelas Jeslyn tak tau jawaban nya.
Apa Louis pikir Jeslyn adalah cenayang yang bisa mengerti isi pikiran dan hati orang lain? Sinting memang.
"Tuan, saya harus masuk kemana?" Jeslyn mencoba bertanya lagi dengan intonasi lembut dan perlahan, mencoba menetralisir rasa ingin mencabik pada hati nya pada Louis.
Ingat, lelaki itu adalah boss nya.
"Mobil." Setelah mengucapkan satu kata, Louis segera berlalu pergi masuk kedalam mobil, menyisakan Jeslyn yang terdiam, namun tak lama ia segera masuk, menempatkan diri nya pada kursi belakang.
Setelah masuk pada mobil pun Jeslyn kembali menghela nafas, menatap Afnan yang tengah bermain ponsel, "Lama sekali, apa kau melakukan ritual pesugihan lebih dulu?" Tanya nya dengan kesal.
Jeslyn lagi-lagi mengelus dada, tidak adik tidak kakak mengapa selalu membuat nya merasa tertekan hebat, mereka memiliki satu kesamaan, benar-benar menyebalkan.
"Memang nya mau kemana kita?" Jeslyn mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Mansion Kak Bryan dan Disya, kata nya kau tak sabar untuk menemui keponakan baru mu?"
Kepala Jeslyn mengangguk riang, ber-oh-ria saja sebelum kembali memfokuskan pandangan pada ponsel yang berada didalam genggaman nya, kali ini ia akan menunda kegiatan berbelanja nya lebih dulu.