Rere jatuh cinta pada pria buta misterius yang dia temui di Sekolah luar biasa. Ketika mereka menjalin hubungan, Rere mendapati bahwa dirinya tengah mengandung. Saat hendak memberitahu itu pada sang kekasih. Dia justru dicampakkan, namun disitulah Rere mengetahui bahwa kekasihnya adalah Putra Mahkota Suin Serigala.
Sialnya... bayi dalam Kandungan Rere tidak akan bertahan jika jauh dari Ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan Putra Mahkota
Bab 18-
Ruangan besar dengan dinding berlapis emas dan permadani mewah di istana Taewon biasanya dipenuhi dengan perbincangan politik yang tenang. Namun, hari ini, suasana di dalam ruang pertemuan berubah tegang. Di tengah hiruk pikuk persiapan kerajaan untuk mencegah keretakan dunia bawah yang semakin memburuk, sebuah isu baru muncul, menambah beban pada bahu semua pihak yang terlibat-desas-desus mengenai pengangkatan Putri Mahkota yang baru.
Josh De Estyor, pemimpin wilayah Timur yang dihormati, berdiri di hadapan para bangsawan dengan raut wajah serius. Suaranya tenang namun penuh ketegasan, membuat semua orang di dalam ruangan menyimak dengan cermat.
"Dengan segala hormat," Josh memulai, suaranya bergema di dalam ruangan. "Kita semua tahu ancaman yang sedang kita hadapi sekarang. Retakan dunia bawah bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng. Ini adalah prioritas kita. Saya tidak setuju dengan pembicaraan tentang pengangkatan Putri Mahkota yang baru, terutama di saat-saat genting seperti ini. Tidak adil jika urusan pribadi seperti itu dibahas lebih cepat daripada masalah yang mengancam kelangsungan hidup dunia kita."
Banyak yang mengangguk setuju, meski ada beberapa yang tetap diam. Isu pengangkatan Putri Mahkota ini, meskipun merupakan urusan penting, seakan mengesampingkan masalah yang lebih mendesak, yaitu dunia bawah yang semakin retak dan mengancam kestabilan mereka.
Josh melanjutkan, suaranya semakin dalam. "Kita seharusnya bersatu untuk mencari solusi atas masalah dunia bawah.
Mengalihkan perhatian kita pada isu lain hanya akan mengundang kehancuran. Pengangkatan Putri Mahkota bisa menunggu, tapi retakan dunia bawah tidak akan menunggu kita."
Sementara sebagian bangsawan mulai berbisik-bisik setuju dengan pernyataan Josh, dari sudut lain ruangan, Robin De Vorbest, Tetua Vorbest, mendengarkan dengan penuh ketidakpuasan. Ekspresi wajahnya yang tegang dengan cepat berubah menjadi kemarahan. Saat Josh selesai berbicara, Robin langsung berdiri, menatapnya dengan penuh ejekan.
"Josh De Estyor," Robin menyeringai dengan nada sinis, "kau berbicara seolah-olah kau adalah satu-satunya yang peduli dengan masa depan kerajaan ini. Namun, izinkan aku memberitahumu sesuatu." Suara Robin semakin meninggi, penuh dengan kemarahan yang mulai memuncak. "Kau berbicara tentang menunda pengangkatan Putri Mahkota, sementara keluargamu tidak tahu apa-apa tentang hasrat yang menggebu untuk melihat putrimu naik tahta."
Semua mata tertuju pada Robin saat dia terus berbicara, suaranya semakin penuh amarah. "Bagaimana mungkin kau bisa memahami perasaan seorang ayah yang ingin melihat putrinya menjadi Putri Mahkota? Kau tidak memiliki putri, Josh! Kau tidak tahu bagaimana perasaan itu. Kau hanya tahu bagaimana memerintah wilayah kecil di Timur, tapi ini adalah soal kerajaan yang lebih besar!"
Ruangan menjadi sunyi seketika. Banyak yang terkejut dengan kata-kata Robin yang blak-blakan. Desakan Robin untuk menaikkan Areum sebagai Putri Mahkota semakin jelas terlihat, dan amarahnya sekarang memuncak dalam kata-kata yang tajam.
Josh tetap tenang, meski jelas bahwa kata-kata Robin telah menggores harga dirinya. Namun, sebelum Josh bisa membalas ucapan Robin, pintu ruangan terbuka dengan keras. Raja Arthur De Espencer melangkah masuk dengan wibawa yang tak tertandingi. Semua orang di ruangan itu segera membungkukkan badan dengan hormat, dan bahkan Robin, yang tengah dilanda kemarahan, langsung terdiam.
Raja Arthur melirik ke arah Robin, lalu beralih ke Josh. Suaranya yang tenang namun tegas menggema di seluruh ruangan. "Apa yang sedang terjadi di sini?"
Josh membungkuk dalam, lalu berbicara dengan tenang. "Yang Mulia, saya hanya melayangkan ketidaksetujuan saya terhadap pembicaraan pengangkatan Putri Mahkota di tengah situasi genting terkait dunia bawah."
Raja Arthur mengangguk, lalu menatap Robin yang masih tampak berapi-api. "Dan kau, Robin? Mengapa kau begitu terpancing emosi?"
Robin mengepalkan tangannya, tetapi mencoba menahan diri di hadapan Raja Arthur. "Yang Mulia, saya hanya merasa bahwa keluarga saya, khususnya putri saya, Areum, layak mendapatkan posisi Putri Mahkota. Dan dengan segala hormat, saya tidak bisa menerima penundaan lebih lanjut. Ini tentang masa depan kerajaan kita."
Raja Arthur menarik napas dalam, kemudian berbalik ke arah salah satu pengawal. "Panggil Putra Mahkota kemari."
Seketika itu juga, suasana di ruangan menjadi semakin tegang. Meskipun masalah keretakan dunia bawah belum selesai, mereka kini dihadapkan pada masalah internal yang sama pentingnya pengangkatan Putri Mahkota. Ketidakpuasan di antara bangsawan, ketegangan antara Josh dan Robin, serta ambisi politik keluarga Vorbest kini membuat suasana semakin kacau.
Beberapa saat kemudian, Arion De Espencer, Putra Mahkota, masuk ke ruangan dengan langkah mantap. Dia membungkukkan badan dengan hormat di hadapan Raja Arthur dan para bangsawan lainnya.
"Ada apa, Ayah?" tanya Arion dengan nada datar, meskipun tatapannya penuh dengan rasa ingin tahu.
Raja Arthur menatap putranya dengan serius. "Ada perdebatan tentang pengangkatan Putri Mahkota. Beberapa pihak merasa bahwa ini bukan waktu yang tepat, mengingat retakan dunia bawah yang mengancam kita semua. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa pengangkatan Putri Mahkota seharusnya tidak tertunda lagi."
Arion mengerutkan kening. Masalah ini telah lama mengganggunya, tetapi dia tahu bahwa prioritasnya saat ini adalah retakan dunia bawah. Ancaman itu bisa membawa bencana bagi seluruh dunia mereka, dan perhatian pada pengangkatan Putri Mahkota seolah menjadi gangguan yang tidak perlu.
Dengan napas panjang, Arion memandang semua yang hadir.
"Dengan segala hormat, saya mengerti pentingnya pengangkatan Putri Mahkota. Namun, saya juga sepakat bahwa ancaman dari dunia bawah adalah sesuatu yang tidak bisa kita abaikan. Jika kita tidak menyelesaikan masalah ini sekarang, tak ada gunanya berbicara tentang masa depan."
Robin terlihat ingin membalas, namun tatapan tajam dari Raja Arthur menahannya. Suasana tegang masih terasa, dan keputusan mengenai pengangkatan Putri Mahkota kini menggantung di udara.
Masalah internal ini bukan hanya tentang siapa yang akan menjadi Putri Mahkota, tetapi juga tentang ambisi, kekuasaan, dan prioritas kerajaan yang terus diuji oleh ancaman dari dunia bawah.
***
Bab XVIII: Keputusan Putra Mahkota
Setelah suasana tegang di ruang pertemuan istana, Putra Mahkota Arion berdiri di tengah ruangan, menatap satu per satu wajah bangsawan yang hadir. Udara terasa berat, dan semua mata tertuju padanya, menunggu apa yang akan dia putuskan. Namun, Arion sudah mengambil keputusan di dalam hatinya-sebuah keputusan yang tidak didasarkan pada ambisi pribadi, melainkan pada ancaman nyata yang sedang dihadapi kerajaan.
"Dengan segala hormat," Arion memulai, suaranya tenang namun tegas, "aku memutuskan bahwa masalah pengangkatan Putri Mahkota bukanlah hal yang mendesak untuk saat ini. Kita berada di ambang krisis besar-retakan dunia bawah. Itulah prioritas kita. Hingga masalah itu terselesaikan, pembicaraan tentang pengangkatan Putri Mahkota akan ditunda."
Ruangan hening. Beberapa bangsawarı tampak terkejut, sementara yang lain mengangguk setuju. Robin De Vorbest menegang, matanya penuh dengan kemarahan yang ditahan. Namun, dia tahu tidak ada gunanya memprotes keputusan Putra Mahkota di hadapan Raja Arthur dan bangsawan lainnya.
Arion tidak menunggu lama untuk melihat reaksi mereka. Dengan langkah mantap, dia membungkukkan tubuhnya sedikit di hadapan ayahnya, lalu berbalik meninggalkan ruangan.
Begitu pintu besar ruang pertemuan tertutup di belakangnya, dia disambut oleh dua orang yang sangat akrab baginya-Putri Arliana dan ajudannya, Victor. Putri Arliana, kembarannya yang penuh semangat, langsung berlari menghampirinya dengan senyum lebar di wajahnya.
"Kakak!" seru Arliana dengan suara riang, sebelum langsung memeluknya erat.
Namun, meski senyumnya lebar, Arliana mendengus sebal saat memeluk kakaknya itu. "Kau sangat sulit untuk ditemui akhir-akhir ini, Arion. Apa kau lupa punya saudara kembar yang menunggumu?"
Arion tertawa kecil, membalas pelukan adiknya dengan penuh kasih. "Aku sibuk, Arliana. Kau tahu bagaimana keadaan istana saat ini."
"Aku tahu," balas Arliana sambil menjauhkan diri sedikit, meskipun wajahnya tetap cemberut. "Tapi tetap saja, kau bisa menyisihkan sedikit waktu untuk adikmu ini, kan?"
Sementara itu, Victor yang menyaksikan interaksi mereka dari dekat hanya tersenyum, berusaha menahan tawanya. "Yang Mulia, aku harus setuju dengan Putri Arliana. Aku rasa kau harus lebih sering meluangkan waktu untuk saudara kembar yang sudah jelas merindukanmu."
Arion menghela napas panjang, tapi tetap tersenyum. "Baiklah, baiklah. Aku akan berusaha lebih keras untuk menyempatkan waktu."
Sambil bercanda, Arliana menepuk pundak kakaknya. "Jangan hanya bicara, Arion. Buktikan dengan tindakan!"
Mereka bertiga tertawa kecil, dan sejenak, suasana tegang di ruang pertemuan tadi seolah lenyap dari pikiran Arion. Namun, di kejauhan, seseorang sedang memperhatikan mereka dengan tatapan yang penuh emosi. Areum, yang baru saja kembali dari istana Ratu, berdiri diam di sudut taman istana, matanya tertuju pada Arion.
Jantung Areum berdebar keras melihat Putra Mahkota-pria yang telah membuat hatinya terpikat-dipeluk oleh seorang gadis. Gadis itu tampak begitu dekat dengannya, berbicara dan tertawa dengan akrab. Perasaan cemburu langsung menguasai dirinya, dan tangannya terkepal kuat tanpa dia sadari. Dalam pikirannya, gadis itu pasti seseorang yang sangat spesial bagi Arion-mungkin kekasihnya?
Areum merasa dadanya sesak. Selama ini, dia berharap bisa mendekati Arion, berharap bisa berada di sisinya, dan sekarang dia melihat pemandangan ini. Pemandangan yang membuat hatinya terluka tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tanpa mengetahui fakta bahwa gadis yang memeluk Arion adalah adik kembarnya sendiri, Areum hanya bisa berdiri di sana dengan tangan yang semakin mengeras, menggenggam gaunnya dengan kuat. Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan dan kekhawatiran yang merasuk ke dalam perasaannya yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Mengapa Arion tampak begitu dekat dengan gadis itu? Siapa dia? Apakah mereka sudah lama saling mengenal? Semua pertanyaan ini membuat Areum semakin diliputi kecemasan, tapi dia tidak berani bergerak, tidak berani mendekat. Hatinya terasa lebih berat dari sebelumnya.
Sementara Arion, yang tidak menyadari bahwa Areum memperhatikannya dari kejauhan, melangkah bersama Arliana dan Victor, menikmati momen singkat ini tanpa beban. Tapi bayangan ancaman dari dunia bawah dan masalah yang menumpuk di istana terus membayangi, meskipun ia berusaha mengabaikannya untuk sementara waktu.
Malam itu, di salah satu kamar mewah di dalam istana Vorbest, Areum duduk di depan cermin besar, memandangi pantulan dirinya. Rasa cemburu yang ia rasakan tadi siang masih membara dalam hatinya. Pikirannya terus-menerus dipenuhi bayangan Putra Mahkota Arion, dan gadis misterius yang begitu dekat dengannya. Setiap kali ia memejamkan mata, perasaan itu semakin kuat, semakin mendalam, dan semakin tidak terkendali..
"Aku tidak bisa kehilangan dia," pikir Areum dengan wajah penuh tekad. "Arion hanya bisa bersanding denganku. Tidak ada gadis lain yang pantas."
Perasaan yang semula hanya cinta mulai berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap-obsesi. Hatinya terbakar oleh keinginan untuk memiliki Arion, untuk memastikan bahwa tidak ada orang lain yang bisa mendekatinya. Dan kini, dengan segala tekanan dari keluarganya untuk menjadi Putri Mahkota, obsesi itu semakin kuat. Areum merasa tak ada pilihan lain.
Tak tahan dengan perasaannya sendiri, Areum memutuskan untuk berbicara dengan ibunya, Kenny De Estyor, seorang wanita yang licik dan selalu penuh perhitungan. Kenny telah lama menanamkan ambisi pada Areum, dan Areum tahu bahwa ibunya mungkin memiliki jawaban untuk keinginannya yang semakin mendalam.
Ketika Areum masuk ke kamar ibunya, Kenny sedang duduk di sofa yang nyaman, membaca surat dari bangsawan-bangsawan lain yang mendukung keluarga Vorbest. Pandangan Kenny beralih kepada putrinya yang tampak gelisah, dan dengan senyum tipis, dia melipat surat itu dan meletakkannya di meja.
"Ada apa, Areum?" tanya Kenny dengan suara lembut namun penuh perhatian. "Kau terlihat tidak tenang."
Areum duduk di samping ibunya, ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berbicara, "Ibu... bagaimana caranya memikat seorang pria?"
Kenny menatap putrinya dengan tatapan penasaran. "Pria, katamu? Maksudmu... Putra Mahkota?"
Areum mengangguk pelan, lalu melanjutkan, "Aku merasa cinta ini semakin kuat, ibu. Tapi... semakin aku dekat dengannya, semakin aku merasa bahwa cinta ini berubah menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih... mendalam. Aku tidak bisa membiarkan dia bersama orang lain. Aku ingin dia hanya melihatku, dan tidak ada gadis lain di sampingnya."
Kenny tersenyum penuh pengertian, lalu menyandarkan tubuhnya ke sofa, merenung sejenak sebelum berbicara. "Cinta dan obsesi, Areum, sering kali berjalan beriringan. Apa yang kau rasakan adalah sesuatu yang wajar, terutama mengingat siapa Arion. Dia adalah Putra Mahkota, sosok yang diinginkan banyak wanita. Tapi kau, Areum, berbeda dari yang lain. Kau bukan hanya seorang wanita yang ingin mencintainya. Kau akan menjadi Putri Mahkota, dan itu adalah sesuatu yang lebih besar daripada cinta biasa."
Areum menatap ibunya dengan mata penuh harap. "Bagaimana aku bisa memastikan dia hanya memilihku, Ibu? Bagaimana aku bisa memenangkannya?"
Kenny tersenyum lebih lebar. "Ada banyak cara untuk memikat seorang pria, terutama pria seperti Arion. Yang pertama adalah memastikan kau selalu ada di sisinya, menjadi orang yang ia percayai. Kau harus membuatnya merasa bahwa hanya kau yang bisa memahami beban yang dia tanggung. Kemudian, kau harus menyingkirkan setiap orang yang bisa menjadi penghalang. Jika ada gadis lain yang mendekatinya, pastikan dia tidak lagi menjadi ancaman."
Areun mengangguk, mendengarkan dengan seksama. "Aku akan melakukan apa saja, Ibu. Arion harus menjadi milikku."
Kenny berdiri dan berjalan mendekati jendela, menatap bulan yang bersinar di langit malam. "Dan setelah kau menjadi Putri Mahkota, Areum, ingatlah bahwa ini bukan hanya tentang cinta. Ini tentang kekuasaan. Keluarga kita, keluarga Vorbest, akan bangkit. Setelah kau diangkat menjadi Putri Mahkota, kau akan memiliki kekuatan untuk mengubah segalanya."
Kenny berhenti sejenak, suaranya berubah lebih serius. "Kau tahu, keluarga kita telah lama menunggu momen ini. Setelah kau menjadi Putri Mahkota, kita akan memiliki pengaruh yang cukup untuk menggulingkan pemerintahan Espencer dan mengembalikan kejayaan Vorbest. Itu adalah tujuan utama kita. Arion hanyalah batu loncatan untuk mencapai kekuasaan yang lebih besar."
Areum merasa jantungnya berdebar keras mendengar kata-kata ibunya. Satu sisi dirinya menyadari bahwa keluarga Vorbest memang berambisi untuk memberontak, dan Areum adalah bagian penting dari rencana itu. Namun, di sisi lain, perasaannya terhadap Arion bukan hanya tentang kekuasaan-ia benar-benar menginginkannya.
"Tapi, Ibu," tanya Areum dengan suara pelan, "bagaimana jika Arion tidak pernah benar-benar mencintaiku?"
Kenny berbalik, menatap putrinya dengan tatapan tajam namun penuh kasih. "Areum, kau tidak perlu cinta untuk berkuasa. Arion tidak harus mencintaimu. Kau hanya perlu memastikan bahwa dia memilihmu sebagai pendampingnya. Begitu kau menjadi Putri Mahkota, cintanya tidak akan lagi menjadi masalah. Yang penting adalah kau berada di posisi kekuasaan, dan dari sana, kita bisa mengendalikan segalanya."
Areun menggenggam kedua tangannya di pangkuannya, hatinya masih bergolak antara cinta dan ambisi. Namun, semakin lama ia mendengarkan ibunya, semakin jelas bahwa jalan yang harus ia tempuh sudah ditentukan. Arion harus menjadi miliknya-bukan hanya karena cinta, tapi karena kekuasaan yang akan menyertainya.
Dengan tekad yang semakin menguat, Areum mengangguk. "Aku mengerti, Ibu. Aku akan melakukan apa pun untuk menjadi Putri Mahkota. Arion hanya pantas bersanding denganku, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun merebutnya dariku."
Kenny tersenyum bangga melihat putrinya. "Bagus, Areum, Itu semangat yang harus kau miliki, Dunia ini penuh dengan persaingan, dan kau harus menjadi yang terkuat. Ingatlah, cinta bisa berubah, tapi kekuasaan akan bertahan selamanya.
Malam itu, di bawah sinar bulan yang terang, Areum menyadari bahwa perasaannya terhadap Arion telah berubah sepenuhnya. Apa yang dulu mungkin cinta, kini telah
menjadi obsesi-obsesi untuk memiliki Arion, untuk menjadi Putri Mahkota, dan untuk mengendalikan kerajaan di bawah nama Vorbest.
pliz jgn digantung ya ...
bikin penasaran kisah selanjutnya
apa yg dimaksud dgn setengah peri dan manusia? apakah rere?