Zahra. wanita yang ditinggal oleh lelaki yang dicintainya dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk nya dan keluarga.
setelah mengetahui alasan lelaki itu meninggal kan nya entah membuat nya merasa dikhianati atau kembali bersimpati, rasanya dia sendiri tak bisa membaca isi hati nya lagi.
Belum usai rasanya mengobati hati, Zahra justru di hadapkan dengan pilihan menerima pinangan pak kiyai untuk anaknya dan harus rela dipoligami atau menerima mantan tunangan nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trysa Azra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunga yang layu
Dekorasi mulai menghiasi dinding rumah Zahra karena dua hari lagi akan dilangsungkan pernikahan nya dengan Wahyu, beberapa sanak saudara yang jauh pun sudah mulai berdatangan. Zahra anak kedua dari bersaudara, Kakak laki laki nya sudah menikah dan juga dikaruniai seorang anak sedang si bungsu adiknya yang perempuan.
"kakak pengantin bagaimana perasaan anda?" ejek Shafa mendatangi kamar Zahra.
" kamu ini de ". Melempar bantal kearah Shafa.
Dengan riang nya Shafa menjauh dan menghindar. Zahra kembali merapikan kamar nya yang sudah di dekor dengan nuansa putih silver di meja rias dia meletakkan bunga segar dalam pas bunga.
" kak... " seru Shafa.
" apalagi sih de.. " kali ini Zahra dapati raut wajah yang berbeda yang tadi nya dia kira Shafa ingin kembali mengejek nya tapi sepertinya tidak karena tak sumringah sebelum nya.
" Ada Tante nya kak Wahyu didepan. " Shafa memberi tahu.
Segera Zahra keluar dan dia lihat mama dan Abah sudah duduk berhadapan dengan tante dewi adik dari ayah Wahyu, entah kenapa melihat raut wajah orang orang diruangan itu seperti ada sesuatu.
" ada apa ini bah?" tanya Zahra.
" nak, duduk dulu disebelah mama. " ujar sang mama.
Di atas meja Zahra melihat kotak cincin pertunangan dia dan Wahyu disamping nya ada surat yang seperti nya sudah dibuka. Abah mengambil dan menyerahkan surat itu pada Zahra, perlahan, Zahra membaca isi surat itu yang ternyata Wahyu membatalkan pernikahan nya. Syok tentu saja rasa nya seperti tersambar petir disiang bolong Zahra mencoba menahan air matanya yang sangat sulit dia bendung hingga membuat mata nya berkaca kaca.
" a.. Apa ini maksudnya Tante? " tentu saja Zahra sudah membaca isi surat itu tapi rasanya tak masuk akal bagi nya.
" ma'af Zahra Tante mewakili keluarga minta ma'af yang sebesar besarnya. "
" kenapa baru memberi tahu sekarang setelah dekor terpasang undangan sudah disebar." tanya Abah dengan lantang.
" Anak gadis kami kalian anggap apa?
saya terima jika memang ingin membatalkan karena saya yakin anak saya akan mendapatkan laki laki yang lebih baik dari Wahyu. Tapi ini nama nya kalian mempermainkan anak saya. " tambah Abah masih dengan nada tegas.
Saat itu juga Zahra berlari ke kamar tanpa memperdulikan orang orang disana. Segara Zahra mengunci pintu dari dalam dan kali ini dia tak bisa menahan air mata nya lagi. Hati perempuan mana yang tak bersedih kala gerbang pernikahan yang semula dia sambut riang ternyata malah menjadi alasan air matanya keluar.
......................
Setelah sepekan berlalu hari yang semula menjadi tanggal pernikahan nya dengan Wahyu, Zahra berusaha tegar dan tak memperlihat kan kesedihan yang sebetulnya masih sangat amat menyayat perasaan nya. Dekorasi kamar pun sudah seperti sedia kala sebelum acara pernikahan yang gagal, pas bunga yang semula cantik dihiasi bunga yang cantik dan segar mulai layu karena tak sempat untuk Zahra mengganti air didalamnya. Sesaat Zahra termenung memandang pas bunga itu.
" Bunga yang cantik saja bisa layu. mewakili sekali dengan perasaan ku sekarang. " gumam Zahra dalam hati dengan senyum yang terasa hambar.
" Zahra..." panggil sang kakak dari luar kamar.
" iya kak. "
" sore kakak balik ke Surabaya kamu ikut kan nganter ke bandara." ajak Yusuf.
" aku dirumah saja ya kak." sahut Zahra.
" ayolah de, jangan mengurung diri terus dikamar. kalau perlu ajak teman mu liburan. "
Zahra tersenyum dan mengangguk. Dia memang tak pernah memperlihatkan tangis nya dihadapan keluarga dia berdiam diri dikamar dan kemudian kembali tersenyum saat bercengkrama dengan keluarga besar tapi tentu saja mereka pun tau didalam kamar pasti Zahra menangis dan menahan luka nya sendiri.
" Yang kuat ya de. Insya Allah nanti ganti nya lebih baik. "
" eh apaan sih kak nggak usah dibahas lagi. " Zahra selalu menghindar mengenai pernikahan nya yang gagal dia berusaha membuat semua nya seperti tidak terjadi apa apa.
" di amin kan atuh de... "
" iya iya... Aamiin. " sahut Zahra dengan tawa kecil.
" ini bukan akhir dari segalanya nya, kita harus terus berbaik sangka atas apa yang terjadi. Insya Allah yakin semua nya akan baik-baik saja." Yusuf berusaha menguatkan adiknya.
" Tapi Abah sama mama pasti malu, sanak saudara yang jauh sudah tau." ujar Zahra.
" musibah mana ada yang tau,de. Jangan kamu pikirkan perkataan orang, pikiran diri kamu sendiri jangan suka bengong sendiri." sang kakak mengingatkan.
" semua sudah dikembalikan kan,kak." tanya Zahra.
Saat lamaran Zahra sudah menerima seserahan dan juga lain sebagainya dan zahra meminta agar semua di kembalikan tanpa terkecuali. Dia tidak ingin satu hal pun yang tersisa.
" sudah, kakak sendiri yang mengantar nya. kakak tidak bertemu dengan Wahyu, hanya keluarga nya yang mewakili."
Mendengar itu Zahra hanya mengangguk.
Meski kuat bukan berarti dia tak sedih, namun begitu bukan berarti dia juga tak bisa bangkit. Hanya saja tiap orang memiliki proses nya masing-masing punya porsi nya masing-masing, entah butuh berapa lama untuk diam dalam kesedihan dan juga kapan bisa memulai semua nya lagi dari awal. Sebagai seorang wanita ketika dia sudah bersedia untuk menerima seseorang sebagai pendamping nya berarti dia percaya dan menaruh separuh hidupnya pada laki-laki itu dan itu bukan hal yang gampang, dan ketika kepercayaan nya itu di sia-siakan begitu saja maka kata ma'af apa yang bisa dengan mudah menghapus kecewanya.
Jangan katakan lemah ketika wanita menangis, tapi itu lah cara dia menyembuhkan lukanya. Hatinya terasa kering dan gersang semua musnah, dan air mata lah yang membuat hati nya bisa lega Seperti disirami kembali. Dia tau kapan harus berhenti menyirami kegersangan itu dan dia tau kapan dia bisa memulai semua nya lagi.