Amora Kiyoko, seorang gadis yatim piatu yang lembut hati, menjalani hidup penuh cobaan. Ia tinggal bersama bibinya, Tessa, dan sepupunya, Keyla, yang memperlakukannya dengan kejam.
Di tempat lain, Arhan Saskara, CEO muda PT Saskara Group, tengah menghadapi masalah di perusahaannya. Sikapnya yang dingin dan tegas membuat semua orang segan, kecuali sahabatnya, Galang Frederick.
Hari itu, ia ada pertemuan penting di sebuah restoran, tempat di mana Amora baru saja bekerja sebagai pelayan.
Namun, saat hendak menyajikan kopi untuk Arhan, Amora tanpa sengaja menumpahkannya ke tangan pria itu. Arhan meringis menahan sakit, sementara Galang memarahi Amora, "Kau ini bisa kerja atau tidak?!"
Penasaran kelanjutan cerita nya, yuk ikuti terus kisahnya, beri dukungan dan votenya🙏🏻😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Up 6
Pagi itu, Amora melihat Arhan masih berada di apartemen.
“Kakak nggak ke kantor?” tanyanya sambil mendekat.
“Enggak, hari ini akhir pekan,” jawab Arhan santai.
“Oh, iya, aku lupa,” ujar Amora, sedikit tersenyum.
Arhan menatapnya lembut. “Amora.”
“Ya?”
“Masih sakit?”
“Sudah agak mendingan.”
Arhan menarik napas dalam. “Sekali lagi, aku minta maaf. Aku nggak bermaksud.”
“Sudah. Jangan minta maaf terus. Semuanya sudah terjadi, dan mungkin memang takdirku harus seperti ini,” balas Amora sambil menunduk.
Arhan mendekat, menggenggam tangannya erat. “Aku janji, Amora. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu sendirian.”
Amora tersenyum kecil, meski matanya masih menyiratkan rasa ragu. “Kak, kenapa bisa cinta sama aku?”
“Entahlah,” ujar Arhan jujur. “Aku sendiri nggak tahu kapan perasaan itu hadir. Tapi sejak pertama kali kita bertemu, aku merasa ada yang berbeda.”
Amora tertawa kecil. “Awalnya aku takut, Kak, kalau cintaku bertepuk sebelah tangan. Apalagi, aku cuma gadis biasa yang nggak pantas bersanding sama Kakak, CEO muda terkaya di negara ini.”
“Siapa bilang kamu nggak pantas untukku?” potong arhan tegas.
“Status kita, Kak,” jawab Amora pelan.
Arhan menatapnya dalam-dalam. “Sudah, jangan berpikir macam-macam. Yang pasti, aku akan selalu bersamamu dan menjagamu.”
“Terima kasih,” bisik Amora, hatinya mulai luluh.
***
Suara ponsel Arhan tiba-tiba memecah suasana.
📲 Bibi Asih
“Katakan, Bi. Ada apa?”
“Tuan muda, di mana sekarang? Nyonya sakit, Tuan,” suara di seberang terdengar panik.
“Mama sakit? Bagaimana bisa? Bukannya kemarin Mama baik-baik saja?”
“Bibi juga nggak tahu, Tuan. Tapi, Tuan muda harus segera pulang. Nyonya membutuhkan Anda.”
“Baik, saya akan pulang sekarang.”
Arhan menutup telepon dengan ekspresi cemas.
Di rumah utama, Rara bersandar di tempat tidur, wajahnya dihiasi riasan pucat. Bi Asih berdiri di sisinya.
“Bagaimana, Bi? Apa Arhan percaya?” tanya Rara dengan nada puas.
“Berhasil, Nyonya. Tuan muda akan segera pulang.”
Rara tersenyum tipis. “Bagus. Bagaimana riasan saya? Sudah terlihat seperti orang sakit, kan?”
“Sudah, Nyonya. Sangat meyakinkan.”
“Baiklah, sekarang keluar dan pura-pura lah cemas saat Arhan datang.”
“Baik, Nyonya.”
Di apartemen, Arhan meraih tangan Amora.
“Ada apa,?” tanya Amora bingung.
“Amora, ikutlah denganku.”
“Kita mau ke mana?”
“Mama sakit. Aku nggak tenang kalau meninggalkanmu sendirian.”
“Tapi, Kak…”
“Jangan takut. Percayalah sama aku,” ujar Arhan meyakinkan.
Sesampainya di rumah utama, Bi Asih menyambut mereka dengan wajah cemas.
“Tuan muda, akhirnya Anda datang juga!” serunya.
“Di mana Mama?” tanya Arhan, buru-buru masuk.
“Nyonya ada di kamarnya, Tuan.”
Tanpa pikir panjang, Arhan menggandeng Amora menuju kamar ibunya.
“Mama! Kenapa Mama bisa sakit? Bukannya kemarin Mama baik-baik saja?” tanya Arhan dengan nada khawatir.
Rara menatap putranya dengan lemah. “Mama memikirkanmu, Nak. Mama sudah tua, tapi belum juga punya menantu atau cucu. Rasanya umur Mama sudah tidak lama lagi…”
“Mama, jangan bicara seperti itu! Umur Mama masih panjang,” potong Arhan, mencoba menenangkan.
Rara menggeleng pelan. “Mama serius, Arhan. Mama kena kanker stadium 4. Sebelum Mama pergi, Mama ingin melihat kamu menikah…”
“Mama bohong!” Arhan memandang ibunya dengan ekspresi tidak percaya.
“Mama tidak bohong, Nak.”
Arhan terdiam sejenak, lalu menggenggam tangan Amora. “Mama, Arhan pasti akan segera menikah. Ini Amora, calon istri Arhan.”
Amora tersenyum kikuk. “Amora, Tante.”
Rara berpura-pura tersenyum lembut. Namun, dalam hatinya ia berkata, "Bagaimana mungkin putraku bersanding dengan wanita seperti ini? Tapi aku harus berpura-pura menyukainya. Lihat saja nanti, aku akan membuatnya pergi jauh dari Gibran."
“Mama, nggak apa-apa?” tanya Arhan, menyadari ibunya tampak termenung.
Rara mengangguk pelan. “Mama nggak apa-apa. Hanya kepala Mama sedikit pusing.”
“Kalau begitu, Mama istirahat ya.”
“Iya, tapi kamu malam ini tidur di rumah ya, Han.”
“Iya, Ma. Tapi, aku harus antar Amora pulang dulu.”
Amora berpamitan dengan sopan sebelum mereka meninggalkan rumah utama.
Di dalam mobil, Amora hanya diam, memandang keluar jendela.
“Amora, hey…” Arhann memanggilnya lembut.
“Iya, Kak,” jawab Amora tanpa menoleh.
“Kenapa diam terus? Apa yang kamu pikirkan?”
“Tidak ada.”
“Jangan berbohong. Aku tahu kamu sedang memikirkan sesuatu.”
Amora menoleh pelan. “Ibu Kak Arhan sepertinya tidak suka denganku.”
“Mama sedang sakit, Ara. Aku yakin Mama menyukaimu.”
“Benarkah?” tanyanya ragu.
“Hem. Sudah, jangan banyak pikiran.”
Amora menghela napas. “Kak, boleh nggak malam ini aku tidak tidur di apartemen?”
“Kamu mau tidur di mana?”
“Di rumah Zeline.”
“Baiklah, aku antar ke sana.”
.
mohon dukungan like dan vote nya 🙏🏻😁