Aku hidup kembali dengan kemampuan tangan Dewa. Kemampuan yang bisa mewujudkan segala hal yang ada di dalam kepalaku.
Bukan hanya itu, banyak hal yang terjadi kepadaku di dunia lain yang penuh dengan fantasi itu.
Hingga akhirnya aku memiliki banyak wanita, dan menjadi Raja Harem yang membuat semua pria di dunia ini merasa iri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karma-Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Buku Harian
Beberapa saat sebelumnya.
"Apa Anda yakin ingin memberikan kesempatan hidup untuk pemuda itu? Bukankah ini akan melanggar aturan Dewa yang lain?"
"Tenang saja, aku punya hak untuk melakukannya karena dia orang yang pertama kali kuberikan hidup kedua. Lagi pula, dia memang pantas mendapatkannya setelah berjuang sampai mati demi melindungi orang lain."
"Tapi kita masih belum mengambil ingatannya? Terus, dia juga memiliki kekuatan yang tak seharusnya dimiliki manusia biasa. Saya khawatir dia akan menyalahkgunakan kekuatan itu suatu hari nanti."
"Tak apa-apa, aku memang sengaja memberikan dua berkah itu untuk membantunya bertahan hidup di dunia sana. Kau juga seharusnya sudah tahu betapa kerasnya kehidupan di sana, kan? Belum lagi masih ada ancaman dari raja iblis yang bisa datang kapan saja. Huh, sejujurnya aku khawatir dunia itu akan hancur bila aku tak mengirimnya kesana."
"Tuan, mungkinkah Anda berniat menjadikan pria bernama Dimas ini sebagai pahlawan? Anda ingin dia membunuh raja iblis di sana?"
"Tidak juga, aku hanya ingin memperbaiki dunia itu dari tangan manusia-manusia bodoh yang selalu haus akan harta dan kekuasaan. Coba kau perhatikan baik-baik, bukankah manusia di sana terlalu arogan dengan melakukan penindasan kepada ras lain?"
"Iya juga sih, Tuan. Mereka selalu merasa paling sempurna berkat kekuatan yang mereka miliki sehingga tidak peduli dengan keadaan di sekitar. Saya rasa sudah saatnya bagi mereka menyadari dampak buruk akibat keserakahan mereka."
"Kau akhirnya sadar juga, memang ini tujuan asliku dengan mengirim jiwa Dimas ke tubuh Brian. Yah, semoga saja pemuda tidak akan pernah membuatku kecewa. Kalau tidak, akan sia-sia saja aku memberinya kekuatan tangan Dewa yang bisa digunakan untuk membuat dan mempelajari apa saja."
Percakapan tersebut terjadi di alam Dewa, tempat di mana para Dewa berkumpul untuk mengatur dunia masing-masing. Sepertinya ada seorang Dewa yang sudah berbaik hati kepada Dimas, sehingga pemuda itu bisa hidup lagi di tubuh seorang pemuda bernama Brian.
***
Kembali ke dalam kamar Brian.
"Kau harus tenang, Dimas. Ini mungkin berkah karena kau bisa hidup lagi setelah mati. Tenang, tarik napas, tenang, ...."
Aku mencoba menstabilkan emosi setelah tahu kebenaran ini, percuma terus terkejut juga karena semuanya tak bisa diubah lagi.
"Sip! Aku harus cari cara untuk keluar dari kamar ini, aku tak bisa membiarkan Anggie menderita," gumamku sembari membuka gorden besar yang menutupi jendela kamar.
Namun, aku malah terkesiap begitu melihat pemandangan di luar jendela, tak ada satu pun yang bisa kulihat selain kegelapan malam dan cahaya-cahaya kecil yang terlihat jauh dari kamar ini.
Gelegar!
Guntur tiba-tiba menyambar tepat di depan jendela kamar ini, menandakan betapa tinggi posisi kamar ini, sekilas aku memang merasa seperti itu karena tak mungkin guntur bisa turun hingga sedekati ini.
"Mungkinkah kamar ini berada di lantai paling atas?" tebakku.
Aku pun mengurungkan niat pergi dari tempat ini untuk sementara waktu, dan mencoba mencari informasi lebih banyak lagi.
Bagaimanapun, tak nyaman rasanya ketika hidup di dalam tubuh orang lain, takutnya ada rahasia atau sesuatu yang di miliki pemilik tubuh sebelumnya.
Aku berjalan mondar mandir di dalam kamar sembari berpikir lagi, sesekali aku melirik ke cermin dan masih saja tetap tak menyaka dengan sosok si Brian ini.
"Kau sebenarnya punya masalah apa, Brian? Kau punya rupa sangat tampan, tubuhmu juga atletis. Tapi, kenapa kau memilih bunuh diri pakai racun?" tanyaku pada diri sendiri, siapa tahu Brian akan menyahut nanti.
Aku lalu duduk di sebuah kursi dekat meja belajar setelah mondar mandir tak jelas untuk waktu yang lama, kutemukan meja ini karena ada cahaya yang paling terang di banding cahaya lain.
Omong-omomg, aku baru sadar tak ada lampu atau listri di sini, semua cahaya berasal dari hewan seperti kunang-kunang berukuran besar.
Aku sempat membuka salah satu wadah yang menyimpan hewan seperti kunang-kunang itu, tapi aku malah disembur pakai gas kentut yang baunya sangat menyengat di hidung.
"Buku apa ini? Kenapa tebal sekali?" tanyaku, lalu membuka buku yang dimaksud dengan hati-hati.
"Eh hurup apa ini? Aksara jawa? Huruf Thailand?"
Aku bingung sendiri setelah melihat tulisan pada halaman pertama buku itu, kubuka terus hingga beberapa lembar dan ternyata semuanya memiliki huruf yang sama.
"Gimana aku bisa dapat informasi kalau baca huruf saja nggak bisa? Huh, sungguh merepotkan sekali," gumamku sembari membolak-balik buku tebal itu.
"Bentar-bentar, kalau aku berada di dunia lain, aku seharusnya punya kekuatan hebat, kan? Ya, ya, ya ... Aku pasti memilikinya," gumamku lagi setelah teringat sesuatu tentang anime bertema dunia lain.
Aku segera saja meletakan buku tebal itu, kemudian berjalan ke tengah-tengah kamar yang sangat luas ini.
Kucoba dulu sihir-sihir seperti pada anime umumnya, "Sihir ledakan api, Explosion!!!" teriakku penuh semangat kemudian.
Namun tak terjadi apa-apa setelahnya, aku juga tak bisa merasakan kekuatan sihir apapun pada tubuhku.
"Sihir api Megumin terlalu sulit kayaknya, aku coba sihir yang lebih mudah saja," gumamku, sengaja kusebut salah satu karakter Anime favoriku.
"Sihir air, tembakan air!!!" teriakku lagi masih dengan semangat yang sama.
"Sihir tanah, peluru batu!!!"
"Sihir angin, badai pisau angin!!!"
Dan begitulah seterusnya sampai aku menyebut semua jenis sihir yang pernah aku lihat pada Anime. Tapi, tak ada apapun yang terjadi selain aku kehabisan suara karena terus berteriak.
"Sial! Percuma saja aku teriak-teriak sampai suaraku habis, dunia ini mungkin masih dunia yang sama seperti tempat tinggalku sebelumnya, cuman kamar ini saja yang terlalu aneh," gerutuku kesal sendiri, tanpa sadar kusentuh buku besar itu lagi pakai tangan kanan.
"Aku ingin sekali bisa membaca buku ini, sumpah penasaran banget sama isinya," ucapku penuh harap.
Entah kenapa aku seperti punya keterikatan kuat dengan buku tebal itu, yang mengharuskan aku membacanya sampai tuntas.
Tangan kananku tiba-tiba kesemutan saat ini, kemudian banyak sekali hurup dan angka aneh yang merangsak masuk ke dalam benakku, rasanya cukup sakit karena semua pengetahuan itu bertabrakan dengan pengetahuan punyaku sendiri.
"Barusan aku kenapa ya? Kepalaku sakit banget serasa ditusuk ratusan jarum," gumamku sembari menyentuh belakang kepala pakai tangan kiri, sementara tangan kananku membuka lagi buku tebal itu.
"Oh, ternyata ini buku harian, pantas saja bentuknya sangat tebal," ucapku tanpa sadar.
"Eh? Kok aku bisa baca tulisan ini sekarang?!" pekikku tak percaya, kulihat lagi halaman pertama itu dan kubaca perlahan, "Buku harian Brian Von Argus. Aku akan tuliskan semua pengalaman hidupku di buku ini mulai sekarang. Pengalaman hidup paling mengerikan yang tak pernah bisa kuceritakan kepada orang lain."
...