Rere jatuh cinta pada pria buta misterius yang dia temui di Sekolah luar biasa. Ketika mereka menjalin hubungan, Rere mendapati bahwa dirinya tengah mengandung. Saat hendak memberitahu itu pada sang kekasih. Dia justru dicampakkan, namun disitulah Rere mengetahui bahwa kekasihnya adalah Putra Mahkota Suin Serigala.
Sialnya... bayi dalam Kandungan Rere tidak akan bertahan jika jauh dari Ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bibit Pemberontakan
Bab 25 -
Saat persiapan untuk pulang sudah hampir selesai di manor keluarga Estyor, Victor berjalan dengan santai di sekitar halaman, mencoba mengusir rasa lelah yang semakin terasa setelah hari yang panjang. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika dia melihat sosok yang tak asing lagi berjalan menuju manor dari arah yang berlawanan.
"Putri Arliana?" gumam Victor, setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Putri Arliana, adik kembar Arion, baru saja tiba di Estyor dengan wajah yang penuh tekad, namun sedikit bingung melihat situasi di sekitarnya. Victor adalah orang pertama yang menemukannya, dan ekspresi terkejut Victor jelas menunjukkan bahwa kehadiran Arliana di sini sangat tak terduga.
Dengan cepat, Victor melangkah mendekat, ekspresi penuh tanya tergambar jelas di wajahnya. "Putri Arliana, apa yang Anda lakukan di sini?" tanyanya dengan nada yang tak bisa menyembunyikan kebingungannya. "Apakah Anda tahu kalau kami akan pulang sebentar lagi?"
Mendengar hal itu, Putri Arliana tampak terkejut. Dia berhenti sejenak, memandang Victor dengan mata melebar. "Apa?" katanya, nada terkejutnya jelas terdengar. "Kalian akan pulang? Tapi... aku datang ke sini untuk membantu!" Dia mulai merasa kesal, tatapan matanya berubah menjadi tajam.
Victor mengangkat alis, mendengar alasan itu. "Untuk membantu?" ulangnya, seolah tak percaya. Ekspresi di wajahnya dengan cepat berubah menjadi campuran antara keterkejutan dan hiburan. "Kau datang... untuk membantu? Sekarang? Ketika semuanya hampir selesai?"
Putri Arliana semakin kesal mendengar kata-kata Victor yang tampak tidak serius. "Ya, aku datang untuk membantu!" katanya dengan nada defensif, tangannya dikepalkan di sisi tubuhnya. "Aku tahu ini penting, dan aku tidak ingin hanya duduk diam di istana sementara kalian semua menghadapi ancaman ini!"
Alih-alih merasa terkesan, Victor justru tertawa kecil, dengan nada yang sedikit meledek. "Jadi, kau datang untuk membantu, tapi... terlambat?" candanya, matanya berkilat jahil, "Kau tahu, Putri Arliana, kami sudah hampir pulang. Kalau kau ingin membantu, mungkin sebaiknya datang sedikit lebih awal."
Arliana mengerutkan kening, jelas merasa kesal dengan sikap Victor yang tampak menertawakannya. "Aku tidak terlambat! Aku hanya... datang pada waktu yang salah," balasnya dengan nada defensif. "Dan berhenti menertawakanku!"
Victor berusaha menahan tawanya, tapi senyum lebar di wajahnya tak bisa disembunyikan. Dia menikmati momen ini, melihat Putri Arliana yang biasanya anggun dan tenang-tampak kesal dengan situasi ini.
"Aku tidak menertawakanmu, Putri Arliana," kata Victor, meskipun nadanya jelas menunjukkan sebaliknya. "Hanya saja... datang untuk membantu setelah semuanya hampir selesai? Kau harus akui, itu sedikit... konyol."
Arliana melipat tangannya di dada, menatap Victor dengan kesal. "Aku hanya ingin memastikan aku bisa berkontribusi. Ini bukan soal waktu!" Victor mengangguk sambil tersenyum, meskipun dia tahu bahwa Arliana berusaha menahan rasa kesalnya. "Tentu, tentu," katanya sambil mengangkat tangannya seolah-olah menyerah. "Aku mengerti. Kau ingin berkontribusi. Tapi, ya, sayang sekali kita hampir selesai di sini."
Meski kesal, Arliana tidak bisa mengabaikan kehadiran Victor yang selalu berhasil membuatnya kesal dengan candaan dan ledekannya. Dan meskipun mereka berdebat kecil, ada sesuatu yang mulai muncul di antara mereka-sebuah perasaan yang belum sepenuhnya mereka sadari.
Di sisi lain, Victor menikmati momen itu, meskipun ia mulai merasakan sesuatu yang berbeda saat melihat ekspresi Arliana yang kesal. Mungkin, di balik semua candaannya, ada sesuatu yang lebih dalam mulai tumbuh di hatinya.
Sementara mereka berdua masih saling beradu kata, tak ada yang menyadari bahwa benih-benih perasaan mulai tumbuh di antara mereka, menyelimuti percakapan mereka yang penuh tawa dan kekesalan.
***
Setelah perjalanan mereka kembali dari Manor Estyor, Rere kembali ke kamarnya dengan hati yang penuh gejolak. Pikiran tentang tawarannya kepada Arion terus menghantui dirinya, membuatnya merasa semakin bodoh setiap kali dia memikirkan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Menawarkan pernikahan kontrak tanpa basa-basi? Itu adalah sesuatu yang sama sekali tidak dia bayangkan sebelumnya. Dan kini, setelah semuanya terjadi, dia merasa sangat menyesal.
Di dalam kamarnya yang sunyi, Rere berjalan mondar-mandir, pikirannya penuh dengan kebingungan dan keraguan. Dia tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana Arion bereaksi-terkejut, bingung, dan mungkin juga curiga. Apa yang dipikirkannya? Mengapa dia mengambil langkah gila seperti itu?
Dengan perasaan frustasi yang semakin membesar, Rere akhirnya duduk di tepi tempat tidurnya dan memanggil Undine, peri air yang selalu menemaninya. Undine muncul dari dalam kalung yang selalu dikenakan Rere, memancarkan cahaya biru lembut yang memberikan sedikit ketenangan di ruangan itu.
"Undine, aku benar-benar bodoh," keluh Rere, suaranya lemah dan penuh rasa bersalah. "Aku tidak tahu apa yang kupikirkan saat mengajak Arion menikah kontrak. Aku tidak tahu bagaimana dia akan memandangku setelah ini."
Undine melayang mendekat, tatapannya penuh perhatian dan kelembutan. "Rere, kau hanya melakukan apa yang menurutmu benar," kata Undine dengan suara lembut. "Kau punya alasan yang kuat untuk melakukannya, meski terdengar aneh."
Rere menghela napas panjang, menundukkan kepalanya. "Tapi tetap saja, aku tidak bisa berhenti merasa bodoh. Aku seharusnya lebih berhati-hati, lebih... diplomatis. Bukan langsung menyerbu dengan tawaran gila seperti itu."
Undine tersenyum kecil, lalu melayang lebih dekat ke wajah Rere. "Kau terlalu keras pada dirimu sendiri, Rere. Ingat, Raja Peri Acros meminta agar kau mendekati Arion. Kau hanya mencoba menjalankan tugasmu, meskipun cara yang kau pilih agak... tidak biasa."
Mendengar itu, Rere hanya bisa mendesah pelan. Meski tahu bahwa dia melakukan ini karena perintah kakeknya, tetap saja, cara dia melakukannya membuat segalanya terasa salah. Arion mungkin berpikir dirinya sudah gila. Namun, di balik pembicaraan mereka, Undine punya pandangan yang berbeda. Tanpa sepengetahuan Rere, Undine sebenarnya mendukung langkah berani itu. Baginya, langkah ini bisa menjadi cara untuk lebih dekat dengan Arion-sesuatu yang Rere butuhkan untuk melindungi Arion dari bahaya yang lebih besar.
Dan lebih dari itu, Undine punya rencana lain. Meskipun Rere tidak tahu, Undine telah menyampaikan kabar ini kepada Raja Peri Acros. Dia ingin kakeknya tahu tentang rencana Rere untuk menikah kontrak dengan Arion, karena Undine yakin bahwa langkah ini akan membuka lebih banyak jalan untuk masa depan yang lebih baik bagi Rere dan dunia mereka.
Rere, yang masih merasa bingung dan cemas, tak menyadari rencana tersembunyi Undine. "Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanyanya putus asa. "Apakah Arion akan menerimanya? Atau apakah dia akan menganggapku gila?"
Undine hanya tersenyum tipis. "Waktu akan menjawabnya, Rere. Kau sudah mengambil langkah pertama, dan itu yang paling penting. Arion mungkin terkejut sekarang, tapi kau harus percaya bahwa dia akan memahaminya pada akhirnya."
Meskipun hati Rere masih dipenuhi dengan keraguan, dukungan Undine sedikit mengurangi beban di hatinya. Dia tahu bahwa perjalanannya dengan Arion belum berakhir, dan meskipun banyak hal yang belum terungkap, dia harus terus maju, apa pun yang terjadi.
Namun, tanpa disadari, perjalanannya sekarang juga melibatkan Raja Peri yang mengetahui rencananya-sebuah langkah yang bisa membawa lebih banyak tantangan, atau bahkan kesempatan, di masa depan. Di dalam istana peri Lumina, Raja Peri Acros duduk di singgasananya dengan senyum tipis yang terukir di wajahnya.
Undine baru saja menyampaikan berita yang tak terduga namun memuaskan bagi sang Raja Peri. Rere, cucu kesayangannya, ternyata memiliki rencana yang cukup cerdas dengan menawarkan pernikahan kontrak kepada Putra Mahkota Arion. Bagi Raja Peri, ini adalah langkah yang luar biasa, menunjukkan bahwa Rere benar-benar mewarisi kecerdasan dan keberanian yang khas dari keluarganya.
"Keturunanku memang banyak akal," gumam Raja Peri dengan nada bangga. "Dia tahu bagaimana bertindak dalam situasi yang sulit."
Namun, di sampingnya, Kakek Sol, penjaga hutan peri yang sudah tua dan temperamental, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengar cerita tersebut. "Tidak kakek, tidak cucu... sama-sama tidak waras," ujar Kakek Sol sambil mendesah berat, meskipun ada sedikit senyum di sudut bibirnya.
Kakek Sol tidak bisa menyembunyikan kekagumannya, meski ia sering tidak setuju dengan cara-cara yang dipilih oleh keturunan Raja Peri. "Kawin kontrak, huh?" lanjut Kakek Sol, masih setengah tidak percaya. "Rere benar-benar seperti kau waktu muda. Berani melawan arus, meski aku masih tak paham bagaimana kau bisa begitu santai dengan ini."
Raja Peri tertawa kecil. "Terkadang, Sol, cara yang paling tidak biasa justru yang paling berhasil. Dan kau tahu, aku selalu percaya bahwa ramalan harus diikuti dengan bijak, tapi kita juga harus memberi ruang bagi takdir untuk berkembang."
Dengan sikap yang santai namun penuh keyakinan, Raja Peri mengirimkan pesan melalui Undine kepada Rere, memberikan dukungan penuhnya terhadap rencana pernikahan kontrak tersebut. Dia tahu bahwa rencana ini tidak hanya melibatkan perasaan pribadi Rere, tetapi juga merupakan bagian dari perjalanan besar yang sudah diramalkan.
Setelah Undine melaksanakan tugasnya, Raja Peri dan Kakek Sol kembali duduk bersama, mengobrol di bawah naungan pohon kehidupan di jantung dunia peri Lumina.
Kakek Sol menatap Raja Peri dengan tajam, ekspresinya serius. "Mengapa kau tidak membiarkan putri keluarga Vorbest dari klan serigala naik menjadi Putri Mahkota?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi.
Raja Peri menghela napas panjang, tatapannya berubah serius.
"Keluarga Vorbest itu licik, Sol. Robin De Vorbest dan keluarganya kemungkinan besar memiliki rencana pemberontakan di balik ambisi mereka untuk mendapatkan posisi Putri Mahkota. Mereka ingin menguasai lebih dari yang layak mereka dapatkan, dan aku tidak bisa membiarkan itu terjadi."
Kakek Sol mengangguk, meskipun ada sedikit ketidakpuasan di wajahnya. "Kalau kau sudah tahu niat mereka, kenapa kau tidak memberitahu Raja Arthur?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada penuh kebingungan. "Arthur adalah orang yang bisa kau percaya. Mengapa menyimpan ini semua untuk dirimu sendiri?"
Raja Peri tersenyum tipis, tatapannya lembut namun penuh keteguhan. "Karena ramalan harus dirahasiakan, Sol. Jika aku memberitahukan semuanya kepada Raja Arthur, itu hanya akan membuat situasi semakin sulit. Ramalan tidak bisa diungkapkan sembarangan, karena dampaknya bisa sangat besar. Aku tahu apa yang harus kulakukan, dan Rere adalah bagian penting dari ramalan ini."
Kakek Sol terdiam sejenak, mencerna kata-kata sang Raja Peri. Dia mungkin tidak selalu setuju dengan keputusan sahabat lamanya itu, tetapi dia tahu bahwa Raja Peri Acros selalu bertindak berdasarkan pengetahuan dan intuisi yang dalam.
"Yah, aku harap kau tahu apa yang kau lakukan," gumam Kakek Sol akhirnya, suaranya sedikit lebih lembut. "Rere memang banyak akal, tapi dia masih muda. Kau yakin ini tidak akan terlalu berat baginya?"
Raja Peri menatap Kakek Sol dengan penuh keyakinan. "Aku yakin, Sol. Rere lebih kuat dari yang kau kira. Dan takdir sudah menulis jalannya dengan jelas."
Kakek Sol hanya mengangguk pelan, meski dalam hati dia masih merasa ada hal-hal yang belum terungkap sepenuhnya. Tapi satu hal yang pasti-takdir Rere, Arion, dan dunia mereka sekarang saling terkait, dan apapun yang terjadi, mereka semua akan segera menghadapi ujian besar yang mungkin akan mengubah segalanya.
Saat kabar bahwa Putra Mahkota Arion telah kembali dari wilayah Estyor sampai ke telinga Areum De Vorbest, dia tidak ingin membuang waktu. Dengan penuh ambisi dan rencana yang sudah disusun matang matang, Areum melangkah cepat menuju istana. Tujuannya jelas-mendapatkan perhatian Arion dan melanjutkan upayanya untuk menjadi Putri Mahkota.
Namun, di tengah langkahnya yang mantap, Areum tiba-tiba melihat sosok seorang gadis yang tampaknya begitu dekat dengan Arion. Gadis itu berani memeluk Arion, membuat darah Areum mendidih dengan cepat. Siapa dia? pikir Areum, merasa cemburu yang luar biasa tanpa mengetahui identitas gadis tersebut.
Tanpa memikirkan lebih jauh, Areum memutuskan untuk bertindak. Cemburu yang membara menguasai dirinya, dan dia merasa harus menunjukkan kekuasaannya, entah pada siapa pun gadis itu. Ketika mereka berpapasan, Areum dengan sengaja menabrak gadis tersebut, membuat gadis itu sedikit terhuyung mundur karena benturan yang tidak sopan.
"Hei!" seru gadis itu-yang tak lain adalah Putri Arliana, meskipun Areum tidak mengetahuinya. Arliana menatap Areum dengan ekspresi terkejut dan kesal, tangannya sedikit gemetar karena kejadian yang tiba-tiba ini. "Apa-apaan ini?" katanya dengan nada penuh protes.
Areum menoleh dengan ekspresi dingin, tanpa sedikit pun tanda penyesalan di wajahnya. "Oh, maaf," katanya dengan nada santai, meskipun jelas sekali bahwa dia tidak benar-benar bermaksud meminta maaf. Sikapnya yang angkuh dan tak acuh membuat suasana semakin memanas.
Putri Arliana, yang tidak terbiasa diperlakukan dengan kasar oleh siapa pun, menatap Areum dengan tajam. "Kau jelas-jelas melakukannya dengan sengaja," katanya, suaranya penuh kemarahan yang dia tahan. "Kau tidak sopan."
Namun, Areum hanya tersenyum kecil, merasa dirinya berada di atas angin. Tanpa mengetahui siapa gadis itu, dia memandangnya seperti seorang saingan yang harus disingkirkan. "Aku tidak tahu siapa kau, tapi mungkin lain kali, kau harus lebih berhati-hati."
Arliana mendengus, merasa heran dengan sikap gadis yang tidak dikenal ini. "Dan mungkin kau harus belajar sopan santun sebelum menabrak orang lain."
Areum menahan tawa kecil. "Sopan santun? Aku rasa kau yang perlu belajar bagaimana tidak mengganggu orang yang lebih penting." Setelah berkata demikian, Areum berbalik dan pergi, meninggalkan Putri Arliana yang masih memandangnya dengan ekspresi penuh kejengkelan. Dia belum menyadari bahwa gadis yang baru saja dia cemooh adalah saudara kembar Arion, namun satu hal yang pasti-Areum telah meninggalkan kesan buruk pada Putri Arliana.
Arliana mendengus, menghela napas dalam frustrasi. "Siapa gadis itu?" gumamnya pelan, masih merasa kesal. Namun, dalam hatinya, dia tahu bahwa pertemuan ini mungkin akan memicu lebih banyak konflik di masa depan.
pliz jgn digantung ya ...
bikin penasaran kisah selanjutnya
apa yg dimaksud dgn setengah peri dan manusia? apakah rere?