Ji An Yi adalah seorang gadis biasa yang mendapati dirinya terjebak di dalam dunia kolosal sebagai seorang selir Raja Xiang Rong. Dunia yang penuh dengan intrik, kekuasaan, dan cinta ini memaksanya untuk menjalani misi tak terduga: mendapatkan Jantung Teratai, sebuah benda mistis yang dapat menyembuhkan penyakit mematikan sekaligus membuka jalan baginya kembali ke dunia nyata.
Namun, segalanya menjadi lebih rumit ketika Raja Xiang Rong-pria dingin yang membencinya-dan Xiang Wei, sang Putra Mahkota yang hangat dan penuh perhatian, mulai terlibat dalam perjalanan hidupnya. Di tengah strategi politik, pemberontakan di perbatasan, dan misteri kerajaan, Ji An terjebak di antara dua hati yang berseteru.
Akankah Ji An mampu mendapatkan Jantung Teratai tanpa terjebak lebih dalam dalam dunia penuh drama ini? Ataukah ia justru akan menemukan sesuatu yang lebih besar dari misi awalnya-cinta sejati yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilatin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
Ji An melangkah masuk ke ruang kerja Raja Xiang Rong, membawa nampan berisi semangkuk sup hangat yang ia buat sendiri di dapur. Wajahnya tetap tenang, meskipun hatinya sedikit berdebar. Ia tahu setiap langkah yang diambilnya selalu diwarnai curiga dari sang Raja.
Raja Xiang Rong mendongak dari dokumen di depannya, alisnya berkerut tajam. “Apa lagi yang kau lakukan? Kenapa kau terus-menerus muncul di hadapanku? Apa kau tidak punya hal lain untuk dilakukan?”
Ji An tersenyum kecil, mencoba tetap sopan meski merasa hati kecilnya tergores. “Maaf, Yang Mulia. Hamba hanya ingin mengantarkan sup hangat untuk Anda. Hamba dengar Anda melewatkan sarapan pagi ini.”
Dengan hati-hati, Ji An meletakkan mangkuk sup di atas meja kerja Raja. Aromanya yang menggoda langsung memenuhi ruangan, tetapi Raja Xiang Rong tidak menunjukkan tanda-tanda tertarik. Sebaliknya, matanya menyipit, menatap Ji An dengan penuh curiga.
“Apa kau mencampuri sup ini dengan sesuatu?” tanyanya dingin. “Seperti waktu itu, kau juga mencampuri makananku dengan... obat perangsang?”
Ji An terkejut, wajahnya memerah karena malu sekaligus kesal. “Yang Mulia, hamba tidak pernah melakukan hal seperti itu. Hamba tidak berani menodai kepercayaan Anda, apalagi mencoba sesuatu yang memalukan seperti itu!”
Xiang Rong menyandarkan tubuhnya ke kursi, pandangannya tetap tajam. “Lalu, kenapa kau terus datang ke sini? Kau tahu aku tidak suka diganggu, tetapi kau tetap memaksakan dirimu masuk ke dalam ruanganku.”
Ji An menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya. “Yang Mulia, hamba tahu hamba bukan siapa-siapa dibandingkan orang-orang di sekitar Anda. Namun, hamba hanya ingin menunjukkan bahwa ada seseorang yang peduli, meski Anda terus menolaknya.”
Raja Xiang Rong terdiam sejenak, lalu mengalihkan pandangannya. Meski ia tidak menunjukkan apa-apa, dalam hatinya ada sedikit rasa bersalah yang mengusik.
“Kalau begitu, tinggalkan sup ini dan pergi. Aku akan memutuskan sendiri apakah akan memakannya atau tidak,” ucapnya akhirnya, dengan nada lebih lembut.
Ji An membungkuk hormat. “Baik, Yang Mulia. Hamba permisi.”
Keesokannya lagi Ji An kembali memasuki ruang kerja Raja Xiang Rong dengan nampan di tangannya, berisi teh hangat dan beberapa makanan ringan. Senyum tipis menghiasi wajahnya meski di dalam hatinya ia sudah menyiapkan diri untuk tatapan dingin dan kata-kata tajam.
Raja Xiang Rong, yang sedang membaca gulungan dokumen di mejanya, mendongak begitu mendengar langkah Ji An. Matanya langsung menyipit, penuh curiga. Pandangannya begitu tajam hingga Ji An merasa seperti sedang diinterogasi.
“Kau lagi?” ujar Xiang Rong dingin, meletakkan gulungan dokumen di mejanya. “Apa kau tidak lelah mencoba menarik perhatianku dengan cara seperti ini? Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Ji An Yi?”
Ji An berhenti di hadapan meja kerja Raja, meletakkan nampan dengan hati-hati. “Yang Mulia, hamba tidak merencanakan apa pun. Hamba hanya berpikir, mungkin Anda perlu teh hangat dan sedikit makanan ringan untuk membantu Anda bekerja lebih baik.”
Xiang Rong menatap teh dan makanan itu seolah-olah benda tersebut adalah jebakan. Ia mendengus pelan, lalu bersandar di kursinya. “Kau selalu punya alasan untuk mendekatiku. Apa kau ingin aku percaya bahwa ini semua hanya karena kau... peduli?”
Ji An menundukkan kepala, mencoba menahan rasa frustrasi yang mulai membuncah. “Yang Mulia, hamba tahu Anda sulit percaya pada orang lain. Hamba tidak meminta Anda untuk langsung percaya, tetapi hamba berharap Anda mau menerima niat baik ini, meski hanya sekali saja.”
Kata-kata itu membuat Xiang Rong terdiam. Ia menatap Ji An lebih lama, mencoba membaca niat di balik wajah tenangnya. Namun, tak ada tanda-tanda kelicikan atau rencana tersembunyi. Yang ia lihat hanyalah kesungguhan.
“Aku tidak butuh orang untuk peduli padaku,” katanya akhirnya, dengan nada lebih lembut. “Tapi kalau kau benar-benar tulus, tinggalkan teh dan makanan itu. Aku akan memutuskan sendiri apakah akan menyentuhnya atau tidak.”
Ji An mengangguk, lalu membungkuk hormat. “Terima kasih, Yang Mulia. Hamba tidak akan mengganggu Anda lebih lama.”
Saat Ji An berbalik dan keluar dari ruangan, Xiang Rong kembali menatap teh di depannya. Aroma harum dari teh itu perlahan-lahan memenuhi ruangan. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari kehadiran Ji An.
Sementara itu, di sisi lain istana
Xiang Wei duduk di taman istana, tersenyum kecil saat mendengar laporan dari salah satu pengawalnya.
“Dia tetap berusaha, meski Xiang Rong terus bersikap dingin?” tanya Xiang Wei, menyesap teh di tangannya.
“Benar, Yang Mulia. Selir Ji An tampaknya tidak akan mundur.”
"Benarkah? Ji An Yi kau benar-benar wanita yang tidak biasa" Xiang Wei tertawa kecil,
Dia sebenarnya juga punya rencana untuk mendekati Ji An,setelah melihat perlakuan dingin adiknya,Xiang Wei seperti diberikan kesempatan lagi.
Di sisi lain istana
Ji An duduk di kamarnya, merenungi langkah-langkah yang telah ia ambil sejauh ini. Ia tahu mendekati Raja Xiang Rong bukanlah tugas mudah, tetapi ia tak punya pilihan lain. Namun, ia mulai merasa lelah menghadapi tembok yang terus dibangun Xiang Rong di antara mereka.
"Lin Li besok kau temani aku lagi kedapur untuk membuat sarapan buat Raja Xiang Rong"
Lin Li membalas dengan anggukan..