NovelToon NovelToon
Deepen The Role

Deepen The Role

Status: tamat
Genre:Fantasi / Tamat / Cintapertama / Vampir / Manusia Serigala / Epik Petualangan / Penyelamat
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: LIMS OFFICIAL

"Aku akan selalu di sisimu"

Benjamin Paul, seorang remaja berusia 17 tahun yang memilih untuk kembali ke kota kecil di Alaska tempat ia lahir. 5 tahun lalu ayah dan ibunya bercerai, lalu ia tinggal di Chicago bersama ibu dan ayah sambungnya. Di usia 17 tahunnya itu, ia memilih kembali ke Sitka, kota kecil di Alaska.

Sesaat ia kembali, tidak ada hal aneh. Sampai ketika ia bertemu sebuah keluarga misterius, ayahnya yang kecelakaan, Joseph dan Damian teman kecil Benjamin bukan manusia, dan seorang gadis cantik bernama Marella.

Bagaimana kisah Benjamin? Simak kisah si tokoh utama ini agar kalian tidak ketinggalan‼️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LIMS OFFICIAL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

The Day

"Jadi kau datang ke sini juga tidak mengabari ayahmu?" tanya pria itu mulai menanyai keponakannya.

Benjamin tiba di rumah paman dan bibinya. Charlie Keneth dan Alice Paul. Alice adalah adik perempuan Bernandez- ayah Benjamin. Alice menikah dengan Charlie, dan mereka memiliki 3 orang anak. 2 di antaranya kembar laki-laki, dan anak bungsu mereka perempuan.

"Aku hanya ingin memberi kejutan padanya," jawab Benjamin terkekeh. "Artinya kau akan pindah sekolah ke sini?" tanya Alice menyodorkan segelas kopi pada Benjamin.

"Tentu. Kalau bisa, aku juga berkuliah di sekitar Alaska saja" jawab Benjamin segera. "Chicago kota maju dan besar. Universitas di sana juga terkenal bagus," kata Charlie menimpali rencana Benjamin.

Benjamin menggaruk kepalanya yang tidak gatal seraya tertawa kecil.

"Dan kau sudah dengan tega meninggalkan pacarmu di Chicago bukan?"

"Yang benar saja. 5 tahun aku tinggal di sana, aku tidak mengencani gadis manapun"

"Bukankah gadis-gadis di kota itu cantik dan mulus?"

"Aku tidak memperhatikan itu"

Benjamin banyak berbincang dengan paman dan bibinya. Ketika siang tiba, ia memutuskan pamit untuk kembali ke rumah. Ia mengingat janjinya dengan Joseph tadi malam.

Ia sampai, dan segera keluar dari mobil. Baru saja Benjamin ingin bersantai, "Robert?" gumam Benjamin mendapati panggilan telepon dari ayah sambungnya.

"Hi, dad. Apa kabar kalian?" tanya Benjamin ketika ia mengangkat panggilan masuk. "Hi, Ben. Sangat baik. Ibumu sangat mengkhawatirkan dirimu sejak tadi malam, hahaha" jawab Robert segera.

"Hahaha, maaf. Aku benar-benar lupa. Tapi tenang saja, aku sudah di rumah sejak semalam. Ayah menjemputku tepat waktu," Benjamin menjelaskan alasannya.

"Kau bersenang-senang?"

"Mungkin beberapa menit lagi. Joseph teman kecilku mengajak memancing bersama Damian"

"Baiklah. Nikmati harimu, jangan repotkan Bernan. Jangan lupa hubungi ibumu"

"Akan kulakukan. Aku titip ibu padamu, dad"

Percakapan telepon itu berakhir. Benjamin mulai mencari alat memancing milik ayahnya. Tentunya remaja itu sudah meminta izin pada Bernandez. Suara klakson mobil terdengar dari luar rumahnya.

Ia segera mengamati melalui jendela, dan menemukan Joseph mengendarai supir truk berwarna putih tulang, dan di sampingnya ialah teman kecilnya juga- Damian Petersone.

Benjamin segera membawa alat-alatnya, dan mengunci rumah. Tanpa banyak bicara, ia membuka pintu mobil lalu, "Hi, Ben. Lama tidak berjumpa," sapa Damian padanya.

Benjamin tersenyum senang. Ia duduk di samping Damian, dan mereka akhirnya berangkat menuju lokasi.

Sesampainya di sana, "Sudah lama aku tidak kemari. Rasanya seperti baru berkunjung," tutur Benjamin ketika mereka sudah turun.

"5 tahun tidak menginjakkan kaki di sini, apa kau pernah memancing selama di Chicago?" tanya Damian penasaran. "Kadang-kadang"

Mereka tiba di sebuah hutan. Sekeliling mereka dipenuhi pepohonan. Perairan tempat mereka memancing berada di dalam hutan.

"Hutan ini tidak berubah dari dulu," ujar Benjamin masih mengenali hutan tempat ia dan Justin biasanya bermain.

"Ada yang berubah Ben" jawab Joseph tiba-tiba. Benjamin menatapnya bingung. "Banyak orang mulai bersaksi ada oknum yang tinggal di dalam hutan ini," jelas Joseph agar Benjamin tidak penasaran terlalu lama.

"Lalu apa yang salah?" tanya Benjamin terheran. "Wilayah ini tidak bisa sembarangan ditinggali, Ben. Kau masih percaya tidak dengan rumor manusia serigala?" tanya Damian, seraya memotong semak belukar.

"Itu hanya mitos belaka, mana mungkin ada" Benjamin tidak percaya hal itu. Damian dan Joseph saling menatap. "Ben, kau ingat kecelakaan yang menimpa ayahku? Itu karena ia melihat seekor serigala raksasa di tengah jalan. Ia lepas kendali dan menabrak pohon," jelas Joseph. Benjamin terdiam sejenak.

"Bernan juga pernah jadi salah satu saksi" Damian menambahkan informasi. "Ayah?" gumam Benjamin terkejut.

"Dia pernah mendapat panggilan darurat dari seorang wanita. Beliau datang ke hutan ini, lalu wanita itu selamat dan dimintai keterangan. Wanita itu menjelaskan ia diikuti pria aneh yang mencoba menggigit lehernya, lalu ada seekor serigala besar menerkam kepalanya hingga putus. Tapi anehnya, pria yang menyerangnya itu justru tidak mengeluarkan darah sedikitpun," Damian menjelaskan panjang lebar pada putra Bernandez sendiri.

"Lupakan saja. Lebih baik kita memancing" saran Joseph merangkul kedua temannya. Mereka terkekeh. Beberapa saat berjalan memasuki hutan, mereka sampai di perairan yang dimaksud.

Ketiganya mulai memancing. "Kalian tidak takut ada jika beruang datang menerkam kita?" tanya Benjamin masih dengan ketakutan yang sama sejak dulu.

"Tenang saja, area beruang sudah ditandai" jawab Damian memasang umpan. Benjamin lega. Ia mulai memancing. Sejenak hening di antara mereka.

1 menit, 2 menit, 30 menit berlalu. Masing-masing dari mereka mendapat 2 ekor ikan salmon. Lalu, insting Benjamin justru merasa ada yang memperhatikan mereka dari balik pohon di seberang perairan.

Benjamin segera menoleh ke sana. Dan, "Ada apa?" tanya Damian sibuk melepas pancingnya dari seekor ikan yang berhasil ia pancing.

"Di sana. Tadi ada perempuan," jawab Benjamin merasa tidak salah melihat. "Di hutan ini tidak ada hantu, Ben. Yang benar saja," sahut Joseph segera.

"Tidak, dia bukan hantu. Dia perempuan biasa," jawab Benjamin yakin. Joseph hanya tertawa kecil memaklumi. Benjamin menghela nafas pendek sedikit kesal disepelekan.

Namun hal itu berlalu segera. Setelahnya, mereka membereskan semuanya dan segera beranjak pergi ketika hari semakin sore.

Mereka kembali berkendara pulang, "Malam ini kita bisa menikmati salmon segar," ujar Joseph terlihat sangat senang dengan hasil tangkapannya hari ini.

Benjamin masih melamun. Di benak kecilnya, wajah perempuan itu masih terlintas di ingatannya. Dia merasa tidak salah melihat.

"Kau percaya sekarang bukan? Kalau hutan itu berubah" Joseph menyadarkan temannya itu dari dunia melamunnya.

"Perempuan itu cantik, kulitnya seputih salju, rambutnya ikal panjang. Aku benar-benar melihatnya tadi" jawab Benjamin masih yakin.

"Kurasa kau lebih baik bertanya pada ayahmu" saran Damian segera. Perjalanan itu tidak terasa, dan mereka akhirnya sampai di depan rumah keluarga Paul.

Benjamin turun dengan alat-alat dan hasil tangkapannya. "Thanks," ucap Benjamin sebelum akhirnya kedua temannya berlalu.

Mobil polisi terpakir di depan rumah mereka. Benjamin segera memasuki rumah.

"Kau membawa hasil?" tanya Bernandez tengah sibuk membereskan dokumen yang dibawanya dari kantor. "Beberapa ekor ikan" jawab Benjamin meletakkan ember berisi beberapa ikan salmon di kamar mandi.

"Justin menelponku tadi, dan mengatakan bahwa ia dan Ocla sudah mendaftarkanmu di sekolah yang sama dengan Joseph. Hari senin kau sudah bisa masuk sekolah, aku sudah membelikan peralatan belajarmu dan meletakkannya di kamar" pesan Bernandez masih sibuk memperhatikan dokumennya.

Benjamin tidak heran dengan kondisi itu. Baginya, mungkin ini penyebab ibunya jenuh dengan sikap ayahnya, dan berakhir mereka memutuskan untuk bercerai.

"Ada yang ingin aku tanyakan" ujar Benjamin duduk di sebelah ayahnya. "Apa yang terjadi di hutan greene? Joseph dan Damian memberitahuku bahwa hutan itu punya suasana yang berbeda sekarang" tanya Benjamin dan menjelaskan apa penyebab ia bertanya.

Bernandez menghentikan aktivitasnya. Ia menatap putranya terkejut. "Kalian ke sana?" Bernandez justru balik bertanya padanya.

"Em, ya.." jawab Benjamin seraya mengangguk kecil. Bernandez menghela nafas panjang. "Banyak hal terjadi, nak. Termasuk apa yang saat ini sedang terjadi di dalam hutan itu" Bernandez menjelaskan singkat.

"Memangnya apa yang terjadi?" tanya Benjamin masih merasa tidak diberi jawaban pasti. "Tidak banyak yang aku ketahui. Jadi aku sangat memohon padamu, agar kau tidak ke sana lagi" jawab Bernandez bangkit berdiri.

Ayahnya meninggalkan Benjamin di sana. Remaja itu menghela nafas malas.

01 Maret 2004

"Belajarlah dengan baik. Jangan permalukan pria tua ini, nak" pesan Bernandez melihat putranya akan segera berangkat menuju sekolah. "Tentu saja" jawab Benjamin terkekeh. Ia akhirnya mengendarai mobil menuju sekolahnya. Chadwick Highschool.

20 menit perjalanan, berhasil membawa Benjamin sampai di sekolah barunya. Ketika ia baru saja keluar dari mobil, para gadis menatapnya dengan mata berbinar.

Ia remaja 17 tahun yang tampan. Bernandez benar-benar menurunkan ketampanannya.

"Hi, Ben" sapa Joseph menghampiri temannya lalu merangkulnya. Mereka mulai berjalan, "Mereka menatapku aneh" ujar Benjamin merasa tidak nyaman.

"Itu karena kau terlalu tampan, sobat" jawab Joseph terkekeh. Pagi itu, sekolah mengawali kegiatan dengan sarapan.

Semua datang ke kantin, dan mengambil setiap makanan sesuai keinginan mereka. "Hi" sapa seorang gadis duduk di seberang Benjamin dan Joseph yang sedang makan.

"Hi" Benjamin menyapa kembali gadis itu.

"Aku Carla, teman Joseph-"

"Benarkah?"

Gadis itu memberikan tatapan sinis pada Joseph. Remaja itu membalas dengan senyuman miring. "Benjamin, panggil saja Ben" jawab Benjamin segera.

"Ahk, Ben. Baiklah" gumam gadis itu mulai menikmati sarapannya. Seorang gadis datang menghampiri. Lalu duduk di samping Carla Mendez- gadis yang mengenalkan dirinya tadi pada Benjamin.

Jennifer Keneth, sepupu Benjamin. "Kau sekolah di sini?" tanya Benjamin terkejut. "Hahaha, ayah tidak memberitahumu?" tanya Jennifer tertawa kecil.

"Kau mengenalnya?" tanya Carla ikut terkejut. "Dia sepupuku"jawab Jennifer. Perhatian keempatnya tiba-tiba beralih. Sekelompok orang, lebih tepatnya sebuah keluarga sedang memasuki kantin.

"Mereka siapa?" tanya Benjamin penasaran. "Ahk, mereka? Mereka Gerald bersaudara. Keluarga yang populer di sekolah ini" jawab Carla yang tahu banyak hal mengenai sekolah mereka ini.

"Laki- laki tinggi kekar itu namanya Patrick, lalu di sebelahnya adalah Patricia" Jennifer menyebutkan nama mereka.

"Mereka?" tanya Benjamin ketika dua orang lainnya masuk. "Perempuan itu Veronica dia perempuan super ceria. Dan di sebelahnya Sharon, yang super pendiam," jawab Joseph.

Benjamin segera terdiam ketika melihat seorang gadis cantik memasuki ruangan itu bersama gadis lain. Tidak asing.

"Mereka?" tanya Benjamin menatap gadis itu dengan sangat serius. "Yang rambutnya dikepang dua itu namanya Espe dan yang berwajah cantik itu Marella" jawab Joseph segera mengenali keduanya.

"Mereka selalu duduk bersama di pojok. Yang namanya Espe itu dia adalah gadis yang dingin, tapi menurutku dia jenius. Sementara Marella dia sangat pemalu. Hanya saja dia dibully berandalan sekolah ini" Jennifer menilai kedua gadis itu.

"Kau tertarik padanya?" tanya Carla menggoda Benjamin. "Pendapat apa itu?" dan mereka kembali tertawa.

Bel berbunyi dan mereka memasuki kelas. Kelas pertama adalah kelas fisika. Benjamin memasuki ruangan kelas, dan Bill memintanya memperkenalkan diri.

Benjamin kembali mendapati, Esmeralda Prislly Gerald dan Marella Gerald duduk sebangku.

"Kau bisa duduk di bangku kosong, tuan Paul" saran Bill padanya. Benjamin menurut, dan ia duduk di depan kedua bersaudara itu.

Kelas dimulai. Bill mulai menjelaskan. "Lalu jika dia peristiwa gaya ini, maka kita akan menggunakan rumus?" Bill mulai bertanya.

Benjamin yang tahu hendak mengangkat tangan namun, "Newton 2" seorang gadis di belakangnya langsung menyahut. Semua memperhatikan sumber suara. Esmeralda, dia yang menjawab pertanyaan itu.

"Tepat sekali nona Gerald," jawab Bill tampak semakin semangat. Benjamin akhirnya paham kenapa Jennifer menyebut Esmeralda jenius.

Kelas telah selesai, dan Benjamin menuju ke kelas selanjutnya. Sampai waktu sekolah selesai, Benjamin menuju parkiran dan hendak pulang ke rumah.

Baru saja Benjamin hendak memasuki mobil, "Ben awas!!" Carla memperingatinya. Malangnya, Benjamin belum sempat bersiap untuk mengelak sebuah mobil yang tidak terkendali saat itu.

"Astaga" gumam Benjamin terkejut. Patrick Gerald, berhasil menahan mobil itu. "Berhati-hatilah sobat," pesan Patrick melangkah pergi meninggalkan Benjamin yang masih terdiam kaku. Ia terkejut dengan datangnya mobil itu, dan Patrick tentunya.

1
palupi
karya yg bagus thor👍
Leon I: terimakasih banyak yah kak!!
total 1 replies
palupi
ku tunggu janjimu ❤️🥰🙏
Puspa Indah
Oke baiklah! Antara plagiat karya novel terjemahan, atau kamu memang sungguh berbakat. Aku tidak terlalu suka temanya, tapi penyajian bahasa novel kamu sungguh luar biasa. Kamu tidak cocok jadi penulis di platform ini. Kualitasnya sudah kelas penerbitan 👍
Puspa Indah: Iya, aku sudah cek karya sebelumnya. Yang terakhir paling bagus cara penyajiannya. Jelas kalau kamu mengalami kemajuan kemampuan menulis. Moga suatu saat aku juga bisa seperti kamu. Salut, semoga sukses selalu. Banyaknya like dan review tidak menjamin karya bermutu. Memberikan yang terbaik, itulah penghargaan tertinggi untuk dirimu sendiri.
Leon I: haii kakk!! terimakasih atas pendapat positifnya kak. saya hendak meluruskan, ini karya original saya ya kak dan tidak ada plagiat karya lain manapun kak, terimakasihh🙏🥹
total 2 replies
Puspa Indah
Gaya penulisannya bagus. Jadi ingat novel Trio Detektif atau Goosebumps.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!