Kisah sebuah pertemanan yang berawal manis hingga renggang dan berakhir dengan saling berdamai. Pertemanan yang salah satu diantara keduanya menaruh bumbu rasa itu terjadi tarik ulur. Sampai memakan banyak kesalahpahaman. Lantas, bagaimanakah kisah selanjutnya tentang mereka? apakah keduanya akan berakhir hanya masing-masing atau asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Nyaman
..."Aku akan menjaganya, membuatnya terus menerangi malam. Ia seorang Bintang bagiku."...
...~Raga Langit~...
Ketika bel istirahat pertama berbunyi, Dhara keluar dari kelasnya untuk melihat lingkungan sekolah barunya. Tak lama kemudian ada seseorang yang memanggil namanya. "Adhara, kamu anak baru pindahan dari SMA MERPATI?" tanya Pak Yuda, guru Matematika yang mengajar di kelas tadi.
Adhara mengangguk sambil tersenyum ramah. "Iya, Pak. Ada apa, ya?" tanyanya.
Dhara dan pak Yuda tengah mengobrol di loby yang tempatnya di bawah lantai dua.
"Kamu kan masih murid baru di sini dan setiap anak didik baru itu harus memenuhi identitasnya selama sekolah. Bapak kepala sekolah meminta kamu supaya foto untuk mengisi raport. Bisa di mengerti?"
Adhara mengangguk pelan, "Fotonya di mana dan siapa photographer nya, Pak?" tanyanya.
"Lokasi untuk foto kamu di perpustakaan, silahkan langsung saja ke sana." perintah beliau di angguki oleh Dhara.
"Baik, Pak. Saya ke perpustakaan dulu, permisi." ucapnya ramah.
Sesampainya di perpustakaan seorang Adhara melepas sepatunya dan segera masuk kedalam. Namun, ketika ia masuk dirinya melihat seseorang yang sudah mengalungi sebuah kamera tengah berdiri membelakanginya.
"Mas? Mas nya tukang foto bukan?" tanya gadis tersebut polos.
"Iya, mari, silahkan..." seseorang itu adalah ...
Langit.
"Loh? kok lo ada di sini? pegang kamera juga buat apa?" heran Dhara menatap seorang Photographer tersebut ternyata adalah Langit.
"Gue di suruh buat fotoin murid baru, gue kira bukan lo yang bakal ke sini." ujar Langit santai.
Raut wajah Dhara mulai terlihat kesal "yaudah buru gimana fotonya, gue nggak mau jam jajan gue kepotong gara-gara lo." ocehnya merengut.
"Lo berdiri tegak di sana, arah pandangan ke depan." perintah Langit siap untuk mengambil gambar wajah Dhara.
"Ribet banget sih," dengus kesal gadis itu sambil bergaya seperti perintah dari Langit.
Lo itu cantik di mata gue, dari namanya aja lo seperti bintang Epsilon Canis Majoris yang nama lainnya adalah Adhara. Batin Langit yang tengah fokus memfoto wajah Adhara.
Ckrek.
"Gimana, udah belum?" tanya Dhara malas.
Langit menatap hasil foto Dhara lekat lekat lalu menjawab "udah,"
Tiba-tiba cuaca berubah menjadi mendung serta petir yang bergemuruh.
Duarrr!!
"Argg! aa ... gue takut petir ... Bunda, Dhara takut." teriak Dhara ketakutan sambil berjongkok dan menutup telinganya.
Langit menatap jendela perpustakaan yang memang terlihat jelas cuaca hari itu berubah. Langit meletakkan kamera yang ia genggam tadi ke atas meja kecil.
"Udah, nggak perlu takut, kita di dalam ruangan nggak akan kenapa napa." tutur Langit lembut.
Adhara tak menggubris omongan Langit, pikirannya kembali mengingat trauma masa kecilnya yang takut pada hujan dan petir.
"Bundaaa, Dhara takut ..."
Duarrr!!
"Argg! Bunda ... " tangisan Dhara memecah membuat Langit tak tenang melihatnya.
"Ra, hujan itu rezeki bagi orang-orang yang sedang membutuhkan. Kita harus bersyukur jangan takut lagi, ya." kali ini omongan Langit di dengarkan oleh Dhara. Kemudian dalam beberapa menit hujan mulai reda.
Adhara pun segera berdiri dan menghapus air matanya. Namun, lebih duluan Langit yang menghapus air matanya.
"Udah, jangan nangis lagi. Udah SMA bukan bocil SD." ujar Langit terkekeh.
Dhara mulai di buat kesal lagi oleh Langit. "Ish! lo gitu banget sih, tau cewek abis nangis malah ngeledek. Seneng lo!" ketusnya marah.
"Dih, marah? siapa suruh lo bawel. Kayak ibu-ibu pasar." kata Langit puas meledek lagi.
"Dih! Langit ... apa maksud lo bilang gue kayak ibu-ibu pasar!" amarah Dhara sampai mencubit lengan tangan Langit.
"Bawel kalo lagi nawarin dagangan, promonya murah pas di beli harganya naik." Langit tertawa melihat Dhara yang sempat sempatnya menanyakan hal seperti itu.
Wajah gadis tersebut terlihat ganas. "Ngeselin banget asli lo, nggak boong gue."
"Iya udah, iya, udah ayo keluar mau jajan nggak?" tanya cowok ngeselin itu pada Dhara.
"Jadi sih, tapi gue males ... hehehe ..." kekeh gadis itu polos.
Langit menanggapi Dhara dengan wajah datar kemudian ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
"Glenn, tolong bawa hoodie gue ke perpus." ucap Langit memerintahkan pada teman kelasnya.
Dhara juga membuka layar kunci ponselnya yang terdapat banyak pesan chat dari teman sekelasnya. Ohh ... minta disimpan nomornya kali ya, hahaha.
"Nih, Bro. Oh iya, ada info kalo istirahat pertama di perpanjang karena guru-guru lagi breafing di kantor." ujar Gleen Putra Arnold.
"Oke, btw, makasih udah nganterin ini." jawab Langit memakaikan hoodie miliknya ke Adhara.
Dhara terkejut, lalu diam. "Masih gerimis, kantinnya lumayan jauh dari sini." Itulah ucapan Langit di hari pertama Dhara masuk ke sekolah itu.
"Thank you, buat hari ini lo selalu ada buat gue," balas Dhara tersenyum saat hoodie Langit mulai menghangatkan tubuhnya.
"Udah, ayo." Tangan Langit menggandeng Dhara.
"Ayo," seru gadis tersebut senang menuju kantin apalagi digandeng sama Langit.