NovelToon NovelToon
Istri Simpanan Tajir

Istri Simpanan Tajir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Konflik etika / Nikah Kontrak / Kehidupan di Kantor / Keluarga / Pihak Ketiga
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: mommy JF

Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.

Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.

Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.

"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.

"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.

Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?

Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.

"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.

Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2: Memberanikan Diri

Mahreeen berdiri di depan pintu ruang HRD dengan tangan gemetar. Keputusan ini sangat berat baginya, tapi dia tidak punya pilihan lain. Hanin membutuhkan operasi secepatnya, dan Mahreeen harus mencari cara untuk mendapatkan uang. Lima ratus juta, angka yang begitu besar, jauh dari jangkauan tangannya.

Setelah menarik napas dalam dalam, Mahreeen mengetuk pintu dan masuk.

"Bu Mahreeen, ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu staf HRD dengan ramah.

"Saya ingin mengajukan pinjaman," ucap Mahreeen perlahan, suaranya hampir tenggelam oleh ketakutannya sendiri.

"Anak saya sakit parah dan membutuhkan operasi segera. Saya butuh lima ratus juta." lanjutnya.

Staf HRD terkejut mendengar jumlah itu, wajahnya berubah seketika.

"Maaf, Bu Mahreeen, kami memang punya kebijakan pinjaman, tapi jumlahnya tak sebesar itu. Kantor hanya bisa memberikan pinjaman maksimal dua ratus juta." jelas staf itu.

Apa!!! Hanya 200 juta, lalu sisanya aku harus cari dimana? Batin Mahreeen seketika itu.

Dunia seolah runtuh di depan Mahreeen. Dua ratus juta jauh dari cukup. Pikirannya melayang ke wajah Hanin yang pucat di rumah sakit, tubuh kecilnya terbaring tak berdaya. Bagaimana mungkin ia bisa menyelamatkan anaknya dengan hanya dua ratus juta?

"Apa tidak bisa coba di ajukan pada atasan, Bu? Saya benar benar terdesak karena biaya operasi anak, saya mohon Bu, saya membutuhkan dana pinjaman itu." memohon Mahreeen.

"Tidak bisa Bu Mahreeen. Saya sungguh meminta maaf dan sangat menyesal yang tidak bisa memberikan pinjaman yang sesuai dengan Ibu," sesal staf itu yang merasa iba pada Mahreeen.

Tapi apalah dayanya, yang juga sebagai pekerja disana. Dengan gaji yang sama dengan Mahreeen tentunya. Andaikata membantunya pun menggunakan namanya hanya baru terkumpul 400 juta, itu lun masih kurang.

"Benar benar tidak bisa, Bu. Di usahakan untuk di pertimbangkan lagi, sungguh saya hanya berharap banyak pada kantor," ucap Mahreeen memelas. Rela dirinya merendah demi uang, demi anaknya, Hanin.

"Maaf, Bu. Saya tidak bisa membantu lebih," tolaknya dengan pelan dan hati hati.

Mahreeen yang sudah berusaha semampunya membujuk staf itu, tapi teta nihil.

"Terima kasih...," ucap Mahreeen, menundukkan kepala sebelum berbalik keluar dari ruangan HRD dengan langkah gontai. Dadanya terasa sesak, seolah ada batu besar yang menindihnya.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ya Tuhan, tolong aku... batinnya terus berdoa dalam diam.

Saat melewati lobi kantor, pikirannya masih dipenuhi kegelisahan. Matanya tak fokus, hingga tiba tiba dia menabrak seseorang.

"Aduh, maaf... maaf, saya tidak sengaja!" ucap buru buru Mahreeen panik saat menyadari orang yang ditabraknya adalah Manaf Pasha Omar, CEO perusahaannya.

Manaf langsung bereaksi. Wajahnya berubah masam, lalu tiba tiba dia mundur dengan cepat, seolah terhindar dari sesuatu yang menakutkan.

"Olaf! Olaf!" suara Manaf yang tegas sambil berlari menuju kamar mandi terdekat.

Mahreeen tertegun.

"Apa yang terjadi?" lirihnya, bingung dengan reaksi Manaf. Olaf, asisten Manaf, segera mendekati Mahreeen dengan wajah dingin.

"Lain kali lebih hati hati, Bu Mahreeen. Bos tidak suka disentuh. Fokuslah pada jalan Anda," ucap Olaf datar, lalu berlalu.

Ya Olaf kenal dengan Mahreeen karena prestasinya yang di kenal selalu bisa Chip target marketing selalu tinggi. Dan sering kali mendapatkan bonus langsung dari kantor.

Mahreeen menunduk, merasa malu dan bersalah.

Kenapa semua terasa begitu berat, Ya Allah? Apa yang harus aku lakukan? batinnya kembali bergejolak.

Dia masih terpaku di tempat, hingga Poppy, temannya di kantor, datang menghampiri.

"Hei, Mahreeen! Kamu kenapa diam di sini? Bos sudah tidak di sana," tegur Poppy, mengingatkan Mahreeen untuk kembali ke pekerjaannya.

Mahreeen hanya tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang mendalam. Poppy memang teman yang baik, tetapi Mahreeen tidak pernah menceritakan masalahnya kepada siapa pun di kantor. Dia lebih memilih menyimpan semua kesulitan dalam hatinya, meluapkan tangisannya hanya dalam sujud dan doa doanya.

Ya Allah, beri aku kekuatan... tunjukkan jalan keluar, aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Mahreeen berdoa dalam hati setiap kali ia bersujud, merasakan beban yang semakin menghimpitnya.

***

Dua hari berlalu setelah kejadian itu, Mahreeen merasa cemas setiap kali memikirkan Hanin yang masih terbaring di rumah sakit. Biaya yang dibutuhkan belum terkumpul, dan waktu terus berjalan. Stres mulai menggerogoti kesehatannya. Hingga pada suatu pagi, sebuah panggilan telepon dari resepsionis kantor mengejutkannya.

"Bu Mahreeen, Anda diminta menghadap Pak Manaf di kantornya sekarang."

Mahreeen terdiam sejenak, hatinya langsung diliputi rasa takut. "Kenapa aku dipanggil?" pikirnya panik.

Mungkinkah kejadian ketika dia menabrak Manaf dua hari lalu? Atau ada kesalahan lain yang dia perbuat tanpa sadar? Pikirannya terus berputar, dan rasa khawatir mulai melanda. Apakah mungkin dia akan dipecat? Jika itu terjadi, bagaimana dia akan membayar biaya rumah sakit Hanin?

Terburu buru Mahreeen berangkat ke kantor hari ini, Hanin yang di titipkan pada suster disana, sementara menunggu anak sulungnya setelah pulang sekolah.

Dengan tangan yang gemetar, Mahreeen menuju ruangan Manaf. Setiap langkah terasa begitu berat, seolah ada ribuan beban di punggungnya. Saat tiba di depan pintu, dia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri, lalu mengetuk pelan.

Tok!

Tok!

"Masuk," terdengar suara Manaf dari dalam.

Mahreeen membuka pintu perlahan dan masuk dengan kepala tertunduk. Di hadapannya, Manaf duduk di balik meja kerjanya, wajahnya tenang namun sulit ditebak.

"Bu Mahreeen, duduklah," ucap Manaf, suaranya lebih tenang daripada yang Mahreeen duga.

Mahreeen duduk dengan hati berdebar kencang. Apa yang akan Manaf katakan? Tapi kali ini Mahreeen duduk di sofa setelah Manaf bangkit dari kursi kebesarannya itu.

Mahreeen hanya bisa mengikuti sesuai perkataan bos besarnya itu, duduk disofa tepat di sampingnya. Memang agak lain, jantungnya kali ini berdebar lebih cepat. Bukan karena apa papa tapi tegang dan takut.

"Saya dengar Anda mengajukan pinjaman ke HRD, dan mereka hanya bisa memberikan dua ratus juta. Itu benar, kan?" tanya Manaf langsung.

Mahreeen mengangguk pelan, tidak berani menatap wajah bosnya, karena wajahnya saat ini tengah pucat pasi.

"Saya juga dengar alasan Anda meminjam uang adalah untuk biaya operasi anak Anda," lanjut Manaf. "Kenapa Anda tidak bicara langsung kepada saya?" ucap Manaf yang melihat pada Mahreeen. Mata mereka bertemu.

Deg!

Mahreeen terkejut dengan pertanyaan itu. Bicara langsung kepada Manaf? Bagaimana mungkin? Dia hanya seorang staf biasa, sementara Manaf adalah CEO perusahaan besar ini.

"Saya... saya tidak tahu harus bagaimana, Pak. Saya hanya mencoba mencari cara untuk menyelamatkan anak saya," jawab Mahreeen dengan suara gemetar dan memutus kontak matanya lebih dulu.

Manaf terdiam sejenak, lalu menghela napas.

"Saya akan bantu Anda, Mahreeen," ucapnya singkat, membuat Mahreeen terperanjat.

"Tapi dengan satu syarat." lanjut Manaf.

Mahreeen menatap Manaf, bingung dan cemas.

"Syarat apa?" tanyanya pelan, hatinya berdebar kencang, tidak siap dengan jawaban yang akan datang.

Ya Allah, tolong lindungi aku... apapun syaratnya, tolong beri aku kekuatan. Dalam hati, Mahreeen terus berdoa.

...****************...

Sejauh ini bagaimana menurut pendapat kalian???

Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya.

1
Enny Nuraeni
ok bgt
ziear: terima kasih kak
total 1 replies
dapurAFIK
lanjut Thor makin penasaran aza...
ziear: siap kak
total 1 replies
dapurAFIK
bertemu calon madu🤭
ziear: 😅 bener bgt kak
total 1 replies
dapurAFIK
peros manusia ga waras
ziear: cung yang setuju Peros ga. waras☝
total 1 replies
ziear
siap kak
bentar lagi up ya di tunggu
dapurAFIK
semangat mahreeen..... semoga ada jln terbaik...
ziear
Karya Mommy selanjutnya.
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!