Mimpi yang terus terulang membwa Leora pergi ke dimensi berbeda serta merubah kehidupannya.
Dia yang hanya seorang pemilik toko kecil di pusat kota justru di sebut sebagai ELETTRA (Cahaya) di dimensi lain dan meminta bantuannya untuk melenyapkan kegelapan.
Secara kebetulan, begitulah menurutnya. dirinya pergi ke dimensi berbeda bersama Aron yang menjadi sahabatnya melalui mimpi, namun siapa sangka persahabatnnya bersama Aron justru membawa dirinya pada situasi yang tidak biasa.
Sihir yang semula hanya dia tahu melalui buku secara ajaib bisa dia lakukan.
Dan ketika cinta bersemi di hatinya serta tugas melenyapkan kegelapan telah selesai, apa yang akan dia lakukan?
Akankah dia kembali ke dimensi aslinya atau akan tetap bersama pria yang dia cintai?
Ikuti kisahnya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. LD Pembuat Masalah
Leora tiba di toko dan di sambut dengan senyum hormat dari karyawan wanita yang sudah tiba lebih dulu dari dirinya. Wanita yang sebaya dengan Leora sekaligus menjadi orang kepercayaan Leora.
"Selamat pagi, Nona," sapanya membungkuk hormat.
"Pagi, Monic," balas Leora tersenyum ramah.
"Apakah Anda baik-baik saja, Nona?" tanya Monic.
"Aku baik, mengapa kamu bertanya?" tanya Leora mengerutkan kening.
"Anda terlihat sedikit pucat," jawab Monic khawatir.
"Hanya gangguan tidur, bukan hal besar," sambut Leora kembali tersenyum.
"Apakah Anda yakin?" tanya Monic memastikan.
"Tentu saja. Oh,,,bisakah aku minta tolong padamu untuk memesankan kopi di cafe sebelah?" pinta Leora.
"Tentu, Nona," jawab Monic tersenyum.
"Tolong, bawa ke ruanganku," ucap Leora.
"Baik," sahut Monic.
'BRAAKK,,,,!!!'
Suara benturan keras berhasil membuat kedua wanita itu mengurungkan niat untuk masuk ke dalam toko, mengarahkan pandangan mereka ke arah datangnya suara.
Seorang pria berperawakan sedang dengan rambut sepanjang bahu terikat mengenakan apron hitam jatuh tersungkur di depan cafe-nya sendiri. Sementara di depan pria itu, seorang pria berperawakan besar dengan tato yang memenuhi tubuhnya tengah berdiri sembari melipat kedua tangan dengan tatapan meremehkan yang dia berikan pada pria yang telah tersungkur.
Leora menghampiri pria itu tanpa berpikir dua kali, merasakan firasat buruk jika ia tidak menghentikan dua pria itu.
Pria berambut panjang sebahu itu meringis, merasakan rasa sakit di punggungnya usai menghantam papan menu sampai rusak.
"Apa-apaan ini?" sergah Leora menghampiri pria yang tersungkur dan membantunya berdiri.
"Kamu terluka, Aron?" ucap Leora cemas.
"Aku,,,, Tidak apa-apa." jawab Aron pelan berusaha menegakkan tubuhnya sendiri.
Leora menggeram kesal, menatap pria berperawakan besar yang masih berdiri angkuh dengan seringai di wajahnya.
"Apa yang anda lakukan adalah kekerasan, apakah anda tahu itu?" sentak Leora sembari menatap tajam pada pria besar di hadapannya.
"Lalu kenapa?" tantang pria itu.
"Hhaahh,,, sekarang aku ingat," desah Leora menghilangkan sisi sopannya.
"Kau adalah orang yang membuat masalah di toko milikku beberapa hari lalu," ucap Leora.
"Lalu,,,?" pria itu melangkah maju sembari tersenyum mengejek.
"Ingin melaporkan hal ini pada polisi?" ejeknya.
"Untuk mendiamkan orang sepertimu, aku tidak membutuhkan bantuan polisi," jawab Leora seraya berdiri di depan pria yang menjadi sahabatnya, menghadap pria besar itu tanpa memperlihatkan ketakutan di wajahnya.
"Cih,,," dia mencibir, lalu meludah.
"Apa yang kau pikir bisa kau lakukan?"
"Apa yang bisa dilakukan dengan tubuh kecilmu, manis? Kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Badut di belakangmu saja tidak mampu menjaga dirinya sendiri,"
"Akan sangat di sayangkan jika wajah cantikmu rusak bukan?"
"Atau,,,,"
Pria itu mencondongkan tubuhnya, mengikis jarak diantara dirinya dengan wanita di depannya hingga Leora bisa mencium aroma alkohol dari hembusan napas yang menerpa wajahnya.
"Bersenang-senanglah bersamaku malam ini dan aku akan melepaskanmu,"
Pria pemilik nama Aron itu meraih tangan Leora, menarik tangan wanita itu untuk mundur.
"Leora,,, Sudahlah, jangan dipermasalahkan lagi, kamu bisa terluka," Aron berkata pelan.
"Benarkah?" Leora tersenyum sinis, menepis lembut tangan pria di belakangnya.
"Lalu kenapa kau tidak mencobanya untuk mengetahui apa yang bisa dilakukan tubuh kecil ini seperti yang baru saja kau katakan?"
"Atau kau hanya membual dengan menjadikan tubuh besarmu sebagai alat untuk menindas tapi tidak dengan otakmu?" lanjutnya.
Aron membelalakan kedua matanya mendengar apa yang baru saja Leora ucapkan. Tangannya menarik kembali tangan Leora untuk mundur, namun wanita itu tetap bergeming. Matanya menatap marah pada pria berperawakan besar yang berdiri di depan mereka.
"Apakah itu sarkasme terbaik yang bisa kau ucapkan?" pria itu mendengus kesal.
"Oh,,, Maaf, ini adalah reaksi defensif yang akan di lakukan oleh setiap orang," jawab Leora.
"Kau_,,,,"
Kekesalan yang di rasakan pria itu membuat dia mengangkat satu tangannya, mengayunkan tangan itu dengan gerakan cepat ke arah wanita yang berada d hadapannya. Namun, sebelum tangan itu bisa mendarat di pipi Leora, satu tangan wanita itu bergerak cepat menangkap tangan pria itu, membuat Aron bahkan pria besar itu terkejut dengan reflek wanita di depannya.
Leora mencengkram kuat pergelangan tangan pria besar itu, menjauhkan dari pipinya, lalu memutar tangannya dengan sudut sembilan puluh derajat dan menarik tubuh pria itu dengan satu sentakan. Tepat saat tubuh pria itu tertarik maju, Leora mendorong dada si pria menggunakan telapak tangannya. Dalam hitungan sepersekian detik, pria itu melayang selama beberapa saat di udara, hingga,,,,
'GEEDDUUBBRRAAKKK,,,,!!!!'
Pria itu terlempar dan jatuh tepat di atas tumpukan box kayu yang terletak beberapa meter dari tempat Leora berdiri.
Semua orang yang berada di sana tercengang atas hal yang baru saja Leora lakukan. Tidak pernah menyangka tubuh kecil wanita yang mereka ketahui sebagai pemilik toko coklat di kota itu mampu membuat tubuh besar pria itu terlempar dengan satu kali sentakan.
Bahkan wanita yang baru saja melakukan hal itu membelalakan kedua matanya setelah melihat apa yang baru saja ia lakukan seolah ia sendiri tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi.
'Apa itu tadi? Bagaimana mungkin? Bagimana bisa? Kenapa gerakan tangan pria itu terlihat begitu lambat? Kenapa pria itu terasa sangat ringan ketika ku dorong? Dan mengapa dia bisa terlempar sejauh itu?' batin Leora.
Leora menatap tanganya sendiri selama beberapa saat, sampai suara gemuruh tepuk tangan mengisi keheningan yang membuat wanita itu segera tersadar, orang-orang mulai berkerumun menatap kagum wanita yang bisa mengalahkan pria yang dikenal sebagai pembuat masalah di kota itu dengan mudah.
"Nona, Anda luar biasa" seru salah satu wanita pada Leora.
Leora tersenyum canggung, lalu berbalik cepat sebelum mendapatkan banyak pertanyaan dari pemilik toko lain yang berada di sekitar toko miliknya, membawa Aron untuk masuk ke cafe pria itu dengan mengabaikan tatapan semua orang yang memberinya tatapan berbeda. Termasuk mengabaikan bagaimana nasib pria yang baru saja ia lempar.
Wanita itu menutup pintu cafe, membalik papan dari cafe itu menjadi 'CLOSE', lalu meminta sahabatnya untuk duduk di kursi yang ia siapkan.
"Lepaskan pakaianmu!" perintah Leora.
"Eehhhh,,,,kenapa?" tanya Aron dengan wajah memerah.
"Apa yang kau pikirkan?" decak Leora berkacak pinggang.
"Punggung mu pasti memar, dan itu perlu di kompres untuk mencegah bengkak di punggungmu," jelas Leora.
"Ahh,,, itu,,, Aku bisa melakukan itu sendiri," jawab Aron gugup.
"Aronn,,,," Leora memanggil sembari melipat kedua tangannya.
"Baik,,, Baik,,, Jangan beri aku tatapan seperti itu" keluh Aron menyerah.
"Aarrhh,,,!"
Gerakan pria itu terhenti sembari meringis ketika ia akan melepaskan pakaiannya. Cukup untuk membuat Leora mengulurkan tangan untuk membantu pria itu.
"Angkat tangan mu!" perintah Leora lagi.
Pria itu menurut, mengangkat kedua tangannya ke atas. Dengan gerakan hati-hati, Leora menaikan t-shirt yang Aron kenakan setelah melepaskan apron yang sebelumnya menempel di tubuh pria itu, hingga ia bisa melihat luka memar di punggungnya yang berkulit putih.
Gerakan hati-hati yang di lakukan Leora serta jarak wajah mereka yang begitu dekat membuat pria itu merasakan desiran halus di hatinya.
'Terlalu dekat,,,,' batin Aron.
"Jangan melakukan apapun, aku segera kembali," pinta Leora.
Aron mengangguk pelan dan melihat Leora meletakkan t-shirt miliknya di sandaran kursi sebelum melangkah ke belakang dimana dapur pribadinya berada seolah cafe itu adalah miliknya.
Tak sampai lima menit, Leora kembali dengan sebuah wadah berisi air beserta handuk kecil di satu tangan, dan sebuah kotak obat di tangannya yang lain, lalu meletakkan wadah berisi air beserta kotak obat di meja di samping pria itu duduk.
Aron menegakkan punggungnya kala merasakan handuk basah menyentuh kulitnya, mengembalikan rasa nyeri yang sebelumnya menghilang.
"Sakit?" tanya Leora khawatir.
"Aku masih bisa menahannya," jawab Aron pelan.
Leora memperlembut gerakan tangannya, berharap apa yang ia lakukan bisa mengurangi rasa sakit yang di rasakan pria di depannya.
"Terima kasih, Leora," ucap Aron menyadari tindakan yang dilakukan wanita itu.
"Bagaimana bisa kau berurusan dengannya?" tanya Leora seraya mengoleskan krim pereda nyeri menggunakan jarinya dengan perlahan.
"Aku tidak memiliki niat untuk berurusan dengannya, aku hanya mencoba bernegosiasi ketika dia tidak mau membayar makanan yang dia makan di kedai depan_,,,Aarrhh," Aron menjawab disertai rintihan pelan sembari menegakkan punggung.
"Itu terdengar sama dengan kaulah yang mencari masalah saat kau sendiri tahu dengan jelas bagaimana hal itu akan berakhir," sambut Leora.
"Dan bukankah kau juga tahu si besar itu bukan orang yang bisa di ajak untuk bernegosiasi?"
Leora berkata dengan perasaan kesal di hatinya, tidak terima melihat keadaan sang sahabat.
"Aauuhhh,,,,!!" Aron mengerang kala Leora tanpa sadar menekan punggungnya yang terluka terlalu kuat.
"Aahh,,,_ Maaf, maaf," sesal Leora segera menarik tangannya sendiri.
Aron terkekeh pelan, sangat mengerti wanita yang kini tengah mengobati lukanya melakukan itu bukan karena sengaja, lalu tersenyum sembari berkata,
"Aku hanya tahu, aku melakukan hal yang benar, dan aku juga yakin jika kamu yang melihatnya, kamu pun akan melakukan hal yang sama,"
"Haahhh,,," desah Leora.
"Baiklah,,, baik,,,, Tuan baik hati, sekarang aku obati dulu lukamu, jadi jangan terlalu banyak bergerak," imbuhnya.
Leora meletakkan handuk di tepi wadah lalu mengitari Aron dan duduk berhadapan dengannya seraya membuka kotak obat.
"Tapi kau berakhir dengan di lempar olehnya, bagaimana kau akan menjelaskan itu?" tanya Leora.
Aron terdiam sejenak, mengunci pandangan pada wanita di depannya yang memperlihatkan ekspresi khawatir yang tulus.
"Haahh,,, Sudahlah, lupakan saja pertanyaanku,"
Wanita itu kembali mendesah pelan, lalu menunduk memeriksa isi dari kotak obat yang ia ambil. Tangannya terulur mengambil cairan antiseptik, lalu meneteskan cairan antiseptik pada kapas dan mencondongkan tubuhnya pada pria di depannya.
"Tahan sebentar," ucap Leora.
Dengan hati-hati, wanita itu mengobati pipi dan sudut bibir Aron yang terluka. Sesekali, meniupkan udara tipis pada sudut bibir yang terluka dengan harapan tindakannya dapat mengurangi rasa perih yang pria itu rasakan.
'Ukh,,,, Ini tidak baik,' batin Aron.
'Kamu terlalu dekat Leora. Bagaimana mungkin aku bisa tenang jika kamu sedekat ini? Dan kenapa aku tak menyadari lebih awal jika kamu terlihat begitu cantik jika di lihat dalam jarak sedekat ini?' imbuhnya.
Aron menelan salivanya, menatap Leora dalam. Namun perhatian Leora hanya tertuju pada luka di sudut bibirnya.
"Aku justru lebih tertarik dengan bagaimana caramu bisa melemparnya sejauh itu?" tanya Aron pelan mengalihkan perhatiannya dan berharap Leora tidak mendengar detak jantungnya.
Gerakan tangan Leora terhenti, pandangan wanita itu menerawang, mengingat kembali hal yang baru saja dia lakukan, hal yang cukup untuk membuat hatinya merasa gelisah.
'Apa yang salah denganku? Aku bahkan tak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi. Aku kesulitan untuk mencernanya. Dan kau justru mempertanyakan hal yang aku sendiri tidak tahu jawabanya,' keluh Leora dalam hati.
Menyadari perubahan suasana hati wanita itu dari wajahnya, Aron meraih tangan Leora, memberikan remasan lembut pada wanita itu, lalu tersenyum tulus padanya.
"Sejujurnya itu memang mengejutkan, tapi itu juga keren di waktu yang sama. Aku yakin hal itu akan memberikan efek jera padanya. Aku bahkan merasa kamu menjadi luar biasa," tutur Aron menatap lekat wanita yag ada di hadapannya, kembali tersenyum.
"Tidakkah kau menganggap aku aneh?" tanya Leora lirih.
"Pada dasarnya kita memang terlahir aneh bukan?" sambut Aron tertawa renyah.
"Kata-katamu justru akan mematahkan semangat orang yang baru saja kau bangkitkan, Aron," sambut Leora memajukan bibirnya.
"Aku meragukan hal itu berlaku untukmu," jawab Aron tertawa.
"Karena sejauh yang ku tahu, kehilangan semangat hanya dengan kalimat ringan yang diucapkan seseorang, kamu bukanlah salah satunya," Aron menambahkan.
"Sepertinya kau memang terlahir berbakat untuk membuat suasana hati seseorang menjadi lebih baik," sambut Leora mulai tertawa.
"Ku harap kau adalah salah satunya," jawab Aron tersenyum lebar.
"Sangat, dan itu selalu berhasil," sambut Leora.
"Baiklah,,,sudah selesai. Untuk sementara kau ikut aku dulu dan tutup cafe ini untuk satu hari ini saja," kata Leora.
"Mana bisa begitu?" jawab Aron keberatan.
"Kau bahkan masih kesulitan untuk bergerak Aron," kata Leora.
"Dan kau tak memiliki seseorag untuk membantumu di sini," tambahnya.
Aron terdiam membenarkan ucapan Leora. Ia terdiam untuk berpikir sejenak, hingga akhirnya mengangguk setuju dan mengikuti saran Leora pergi ke toko wanita itu untuk beristirahat disana setelah mengunci pintu cafe.
. . . . .
. . ..
To be continued....
NOTE:
- Sarkasme
Adalah majas sindiran menggunakan kata-kata kasar dan keras.
- Defensif
Adalah sikap bertahan atau pertahanan diri berupa perilaku atau strategi.
tanya leora ini 🧐
🤣🤭