Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Melihat mata Mira yang sudah memerah, rasanya Lia tak tega. Ia sangat menyayangi adik semata wayangnya itu.
"Pilihlah yang mana kamu suka Mira, sepertinya ini cocok untukmu," ucap Lia menyodorkan baju tunik berwarna Lilac kepada Mira. Sebab dirinya tahu, tadi tangan adiknya ingin mengambil baju tunik warna lilac, tapi tidak jadi kerna di ladang Wati.
"Tidak usah, itu ibu belikan untukmu semua, jangan di kasihkan ke adekmu, kalau kau nggak suka besok biar ibu tukar ke tokonya," ucap Wati, yang membuat hati Mira semakin bertambah perih.
Entah apa yang telah mengubah Wati sehingga menjadi bersikap demikian kepada Mira, padahal selama ini ia tak pernah membeda-bedakan antara Mira dan Lia. Dua-duanya adalah anaknya, terlahir dari rahimnya, dan dua-duanya ia sayangi dengan sepenuh hati, namun semenjak Mira masuk SMP, rasa sayang Wati kepadanya seakan-akan luntur tiba-tiba.
"Iya kak, itu untuk kakak saja, lagian warnanya nggak ada yang Mira suka" ucap Mira, menutupi rasa malu dan kecewanya.
"Minggu depan giliran ku yang dibelikan baju baru ya Bu..." rengek Mira, menatap Wati penuh harap.
"Minggu depan tidak bisa, karena sekalipun ada panen, itu uangnya buat kakakmu bentar lagi mau ujian kelulusan, dan buat ongkos ongkos kalian ke sekolah, memangnya kamu mau nggak masuk sekolah gara gara nggak ada ongkos, hah?"
Mira menunduk, ibunya benar kakaknya bentar lagi mau ujian kelulusan jadi butuh biaya lebih untuk sekolah sore dan bayar yang lainnya. Fikirnya.
"Kalau gitu, Mira ke dapur dulu Bu"
"Iya, itu cucikan piring yang di kamar mandi itu, jangan malas, taunya cuman main aja, cuman belajar aja, nggak ada gunanya. Belajar setiap hari juga belum tentu jadi apa apa" sungt Wati sambil mengibas ngibaskan jilbabnya karena gerah.
Di kamar mandi, Mira menangis sesenggukan sambil mencuci piring, setidaknya di sini tak ada orang yang dapat melihatnya menangis, sebab ibu dan kakaknya pasti sedang bahagia mencoba baju baru di ruang tengah sana. Rasanya sangat sakit, diperlakukan berbeda oleh ibu kandung sendiri.
"Mira kau mau bajunya, nanti kakak kasih, kamu tinggal pilih saja mana yang kamu suka," ucap Lia datang menghampiri Mira yang tengah duduk di kursi kayu sambil mencuci piring.
"Kakak....." ucapnya kaget, lalu menghapus air matanya dengan menggunakan lengan bajunya, ia tak mau jika kakaknya tahu dirinya menangis. Ia merasa malu jika ada yang tahu dirinya menangis, ia selalu berusaha terlihat baik-baik saja.
"Kau menangis mir?" tanya Lia, seraya berjongkok di hadapan Mira memastikan adiknya apakah menangis atau tidak.
"Tidak, aku nggak nangis, itu kena air sabun tadi kak. Masak nyuci piring aja nangis," ucap Mira sambil tertawa, namun raut wajah sedih tetap tak dapat ia sembunyikan dari wajahnya, air matanya terus mengalir saat ia menatap wajah kakak ya. Rasanya di rumah ini semua orang hanya sayang kepada kakaknya saja, mulai dari ayahnya, ibunya, bahkan dirinya sendiri pun sangat menyayangi kakaknya. Ingin rasanya dia membenci kakaknya sendiri, sebab rasa cemburu karena dii perlakukan berbeda oleh ibunya. Namun Mira tak mampu untuk membenci Lia, sebab hanya dialah yang menyayangi dirinya di rumah ini.
"Air sabunnya kebanyakan masuk kematanya ya, sampai sampai kakak sudah datang pun air matanya terus menetes," ucap Lia terseyum, namun matanya meneteskan air mata. Ia mengerti apa yang tengah di rasakan oleh adiknya saat ini.
"Ahhh iya sepertinya begitu kak," ucap Mira, kembali menghapus air matanya dengan lengan bajunya.
"Jika kau suka bajunya, nanti tinggal pilih saja, bajunya belum kakak coba semua, yang kakak coba baru baju yang warna maroon aja tadi. Bajunya sudah kakak taruh di lemari kita semua," ucap Lia, ia tahu adiknya sedang berbohong. Ia tahu Mira menangis karena perkara baju tadi, bukan karena air sabun.
Sejak kecil Mira selalu ada di sampingnya, jadi dia cukup hapal bagaimana perangai Mira. Hanya pura-pura kuat, meski sedang lemah.
"Aku nggak suka bajunya"
"Suka nggak suka, kamu harus tetep coba, kakak penasaran gimana bajunya itu kalau adek yang pakai, pasti cantik secarakan Mira adek kakak yang paling cantik."
"Elehhhhh"
"Serius, pokoknya siap cuci piring ini, kita ke kamar, kamu harus coba satu persatu bajunya, kakak mau liat"
"Nggak ah, baju itu kan ibu beli semuanya niatnya untuk kakak, bukan untukku."
"Betul, baju itu memang ibu beli untuk kakak, tapi sekarang baju itu aku berikan untukmu, adikk kakak yang paling kakak cantik," ucap Lia, tersenyum lebar menampakkan gigi ginya yang rapi kepada Mira.
"Ok" ucap Mira bersemangat.