Reyn Salqa Ranendra sudah mengagumi Regara Bumintara sedari duduk di bangku SMA. Lelah menyimpan perasaannya sendiri, dia mulai memberanikan diri untuk mendekati Regara. Bahkan sampai mengejar Regara dengan begitu ugal-ugalan. Namun, Regara tetap bersikap datar dan dingin kepada Reyn.
Sudah berada di fase lelah, akhirnya Reyn menyerah dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Pada saat itulah Regara mulai merindukan kehadiran perempuan ceria yang tak bosan mengatakan cinta kepadanya.
Apakah Regara mulai jatuh cinta kepada Reyn? Dan akankah dia yang akan berbalik mengejar cinta Reyn?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Customer 100 Roti
Regara Bumintara, lelaki tampan, pintar dan begitu sopan. Dia jarang bicara, tapi ketika dia membuka suara akan membuat orang yang mendengar suaranya langsung suka pada sosok yang seusia dengan Abang Er. Kepribadiannya yang baik membuatnya banyak disukai oleh teman-temannya juga para siswi di sekolah. Namun, dia memiliki komitmen untuk tidak dulu pacaran.
Hidup hanya berdua dengan sang ibu. Dia adalah anak broken home sedari usia tujuh tahun. Tapi, dia tumbuh dengan sangat baik karena peran sang ibu yang luar biasa.
Melihat ibunya yang selalu berjuang sendiri membuat Regara memiliki impian besar. Dia harus menjadi orang sukses agar kelak dia bisa membesarkan toko roti ibunya dan memiliki banyak karyawan. Jadi, ibunya tak perlu bekerja keras lagi dan tinggal menikmati hidup.
Di sekolah banyak para siswi yang terang-terangan menyukainya, bahkan tak sedikit yang menyatakan cinta kepadanya. Sayangnya, Regara menolak semuanya. Ada siswi yang menangis, ada juga yang terus memaksa. Namun, Regara tetap pada komitmennya.
"Lu masih normal kan?" tanya Jamal, sang sahabat karib.
"Aneh pertanyaan Lu!"
Regara berjalan meninggalkan Jamal yang sudah memanggilnya dari belakang. Jamal tak habis pikir Regara tak tergoda pada siswi-siswi yang cantik jelita juga kaya.
Regara hanya ingin fokus belajar dan masuk ke universitas yang dia inginkan. Kuliah yang benar dan lulus dengan nilai terbaik. Lalu, melamar kerja ke sebuah perusahaan bonafit terbesar di negeri ini. Di mana kehidupan para karyawan yang bekerja di sana sangat terjamin. Gajibesar juga banyak tunjangan serta bonus.
Hari ini dia tersenyum lebar ketika namanya disebut sebagai siswa dengan nilai tertinggi di sekolah. Dia juga lulus masuk universitas yang diimpikan. Sungguh kebahagiaan yang tak terkira. Sang ibu memeluk tubuh Regara dengan penuh bangga.
"Selamat, Nak. Mama bangga sama kamu."
Regara tak malu dicium oleh ibunya di tengah ramainya acara wisuda. Malah dia sangat bahagia. Meskipun, sedikit terlintas sedih karena dia tak seperti para siswa yang lain karena sang ayah tak ada menemaninya.
Regara melihat ke arah kanan. Tak jauh dari tempatnya berdiri lelaki tinggi yang menjadi rivalnya di kelas, yakni Erzan. Dahinya mengkerut ketika ada seorang gadis cantik yang merangkul lengan Erzan. Ketika dia fokus melihat ke arah Erzan, gadis itu menoleh. Regara terpana untuk beberapa saat akan kecantikan gadis itu. Apalagi senyum yang begitu manis tertuju padanya.
"Siapa dia? Kok seperti tidak asing."
Regara memang tidak pernah menghafal wajah siswa di sekolah, kecuali teman sekelasnya. Namun, wajah gadis yang bersama Erzan seperti pernah dia lihat cukup lama hingga dia bisa mengingat.
Sayangnya, keluarga Erzan sudah berlalu. Gadis cantik dirangkul oleh Erzan dan terlihat begitu mesra.
"Apa itu kekasihnya?"
.
Baru juga membuka toko, sang ibu dikejutkan dengan pesanan yang sangat banyak dari seorang perempuan yang mengenakan topi. Dia begitu cantik dan mungil. Kulitnya begitu menyatu dengan kaos putih yang digunakan.
"Seratus roti ya, Bu."
"Ibu gak salah denger kan, Dek?"
"Enggak, Bu."
Perempuan itu menyerahkan kartu miliknya untuk membayar total roti yang dia beli.
"Nanti Ibu tambahin 5 roti ya, Dek."
"Enggak usah, Bu."
Senyum perempuan itu begitu manis. Ibu Gendis begitu terpana pada cantiknya perempuan yang dia perkirakan usianya tak jauh beda dengan sang putra.
"Nanti tolong antar ke alamat ini, ya."
"Baik, Dek."
"Makasih banyak, Bu."
Jantung perempuan itu berdegup kencang ketika mendengar suara yang membuatnya jatuh cinta.
"Ma!"
Dia segera menundukkan kepala bertanda pamit kepada ibu Gendis. Lelaki yang baru saja masuk menatap customer ibunya dengan dahi mengkerut. Pasalnya, perempuan itu terus menunduk dengan ujung topi dia pegangi.
"Rega," panggil sang ibu.
Pandangan Rega pun kini beralih. Senyum ibunya membuatnya penasaran.
"Ada pesanan seratus roti untuk besok." Wajah bahagia ibunya tunjukkan.
"Alhamdulillah, Ma." Regara ikut bahagia.
"Minta kirim bahan-bahan, malam ini kita mulai produksi."
Toko roti ibu Gendis memang memakai bahan premium sehingga rasanya pun beda dari toko yang lain. Dia yang turun langsung untuk membuat roti tersebut.
Mau begadang sampai jam berapapun Rega akan lakukan demi membantu ibunya. Wanita tersayangnya selalu bersemangat dalam membuat roti.
"Biar Rega aja, Bu."
Jam tiga pagi mereka baru selesai membuat seratus roti juga roti yang sudah habis. Ibu Gendis menghela napas begitu kasar. Senyumnya terukir ketika dia merasakan pijatan di pundak.
Rega tak akan merasa lelah bekerja untuk sang ibu. Wanita yang amat dia sayangi dan apapun akan dia lakukan untuk ibunya.
Ibu Gendis sudah masuk ke kamar, Rega masih membereskan dapur yang masih berantakan. Di atas meja tergeletak ponsel ibunya. Dia penasaran dengan si pemesan roti. Alhasil, dia membuka ponsel ibunya yang memang tanpa password atau pin.
Dahinya mengkerut ketika melihat sebuah nama yang membuat dia tersenyum sembari menggelengkan kepala. Dia menyentuh foto profil itu. Senyum tipis pun terukir.
"The power of filter," cibirnya.
Foto profil customer seratus roti memang sangat cantik. Tapi, Rega sangat yakin jika aslinya tidak seperti di foto karena dia sudah sering kena tipu.
Keesokan harinya, Rega bertugas untuk mengantarkan roti tersebut ke alamat yang sudah diberikan. Dengan menggunakan motor Rega menuju alamat yang tak jauh dari toko ibunya.
Kedua alisnya menukik tajam ketika dia membaca plang nama yang begitu besar, panti asuhan. Rega segera menghampiri petugas keamanan. Menanyakan alamat yang diberikan perempuan pemesan roti.
"Iya benar. Mas masuk aja."
Baru saja mematikan mesin motor, seorang ibu memakai hijab menghampirinya.
"Apa ini roti Ibu Gendis?"
"Iya, Bu."
Rega menyerahkan dus yang berisi roti. Ibu panti itupun menggelengkan kepala.
"Reyn selalu saja berlebihan," gumam ibu panti.
Rega yang tengah menurunkan dus yang lain mendengar jelas nama yang disebutkan oleh ibu panti. Rasa penasaran mulai hadir tentang si customer roti.
"Sudah semua ya, Bu. Bisa dihitung kembali," tuturnya dengan begitu sopan.
"Tidak perlu," balas ibu panti.
"Tolong bantu Ibu ya bawakan kardus ini ke dalam." Rega pun dengan cepat mengangguk.
Ada harapan kecil di hatinya, yakni melihat wajah asli si customer seratus roti. Ibu panti berhenti di halaman belakang yang cukup luas. Rega melihat anak-anak di sana sedang mengerumuni sesuatu.
"Anak-anak! Rotinya sudah datang."
Sorakan kebahagiaan mereka pun terdengar. Rega tersenyum melihat mereka berlari menuju ibu panti. Namun, pandangannya kini tertuju pada seorang perempuan yang begitu cantik. Dia teringat akan foto profil customer seratus roti. Senyumnya pun begitu manis.
"Eling, Mas. Neng Reyn emang sangat cantik."
Rega pun sedikit gelagapan mendengar bisikan ibu panti. Dia begitu malu karena tertangkap basah oleh ibu panti.
"Sepertinya pernah lihat. Tapi, di mana?"
...***B E R S A M B U N G***...
Jangan kendor ya komennya ..