Sejak lahir, Jevan selalu di kelilingi oleh para perempuan. Ia tak pernah tahu dunia lain selain dunia yang di kenalkan oleh ibunya yang bekerja sebagai penari pertunjukan di sebuah kota yang terkenal dengan perjudian dan mendapat julukan The sin city.
Jevan terlihat sangat tampan sampai tak ada satupun perempuan yang mampu menolaknya, kecuali seorang gadis cuek yang berprofesi sebagai polisi. Jevan bertemu dengannya karena ia mengalami suatu hal yang tak lazim di hidupnya.
Peristiwa apakah yang telah di alami oleh Jevan? Ikuti ceritanya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Balas Budi untuk Ron
"Jadi, apa yang harus kulakukan untuk membalasmu, Ron?"
"Well... Mmm... Ini masih ada hubungannya sama pekerjaan kamu, Jev. Aku tau kamu belum terlalu lama melakukan ini, tapi... "
"Maaf Ron, aku tak bisa melakukannya denganmu karena aku pria normal"
"Tidak... Tidak... Ini bukan untukku, tapi... Tapi... Tapi... " Ron yang bertubuh gempal tiba-tiba jadi berbicara secara terbata-bata. Membuat Jevan menjadi heran.
"Tapi apa, Ron?"
"Tapi... Ini untuk istriku... "
"Apa!?"
"Iya, kamu ga salah dengar. Aku ingin kamu memuaskannya karena aku tak bisa"
"Apa kamu sudah mencoba untuk berobat, Ron?"
"Belum, aku... Aku terlalu malu untuk berkonsultasi dengan dokter"
"Tapi... Apakah kamu tak keberatan melihat istrimu dengan pria lain?"
"Tidak apa-apa, yang penting dia senang"
"Well, baiklah jika itu maumu. Tapi maaf aku hanya bisa melakukan ini sekali saja. Dan aku ingin kamu berjanji padaku untuk berobat ke dokter spesialis"
"Hhh... Yaa... Yaa... Baiklah... "
"Kalau perlu aku akan mengantarkan kamu ke dokter"
"Terima kasih, Jev. Kalau bisa tolong kosongkan jadwalmu lusa, ya"
"Lusa ya? Baiklah"
"Aku akan menjemput kamu nanti"
"Oke"
,Setelah Ron pamit kepada Jevan, Nino kemudian menghampiri Jevan.
"Jevan, kamu yakin akan melakukan ini?"
"Nino, apakah kamu tadi menguping?"
"Aku harus melakukannya karena kamu berada di bawah perlindunganku, Jevan"
"Melindungi atau ingin menguasai?" Gumam Jevan.
"Apa kamu bilang?"
"Aku bilang terima kasih telah melindungi aku"
"Aku tak percaya tadi kau mengatakan itu"
"Terserah kalau kamu tak percaya, Nino" Jevan mengangkat bahu lalu pergi meninggalkan Nino begitu saja.
"Kamu akan menyesal, Jevaaan...!"
"Iya, aku tahu Nino"
***
Ron Barley sudah lama bekerja sebagai polisi. Ia bertemu dengan Jevan ketika Jevan sedang di keroyok oleh beberapa orang pria dan Ron kemudian menyelamatkan Jevan bersama dengan rekannya di kepolisian. Saat itu Jevan memang sedang mencoba untuk menyelamatkan Louisa dari seorang pria hidung belang. Jevan sebenarnya tidak ingin Louisa bekerja seperti dirinya, setidaknya sampai Louisa cukup umur atau berumur 17 tahun seperti dirinya. Usia Louisa memang lebih muda 3 tahun dari Jevan.
Nino mungkin memang telah menguping percakapan antara Jevan dan Ron, tetapi Nino sebenarnya tidak tahu hutang budi apa yang Jevan miliki terhadap Ron. Yang Nino tahu adalah saat itu Louisa telah melakukan pekerjaannya dengan baik sesuai dengan perintah Nino.
Beberapa hari kemudian, Ron menepati janjinya untuk datang menjemput Jevan. Ini tentunya berat baginya, tapi ia sudah berjanji kepada istrinya untuk melakukan ini demi menyenangkan dirinya. Milik Ron sudah lama tak berfungsi sebagaimana mestinya sejak ia di beritahu oleh dokternya kalau ia menderita penyakit diabetes. Daya tahan tubuhnya jadi menurun dan sayangnya, Ron tidak mau menjaga makanan yang ia konsumsi.
Seharusnya Ron menghindari makanan dan minuman yang banyak mengandung gula, tapi sayangnya ia menghiraukannya sehingga bukan hanya berat badannya yang terus naik, tetapi beberapa organ tubuhnya juga menjadi menurun, termasuk miliknya yang selama ini selalu ia banggakan.
Ketika tiba di rumah Ron, istrinya menyambutnya dengan memakai pakaian seksi. Ia tetap terlihat percaya diri walau di beberapa bagian tubuhnya terdapat lemak yang tak bisa ia tutupi karena faktor usia.
"Halo Jevan... Wah... Wah... Kamu tuh tampan banget ya! Masih fresh banget lagi! Sayang, Terima kasih ya karena sudah mendatangkan Jevan kemari"
"Tumben kamu panggil aku sayang"
"Heheee... Ya ga apa-apa kan sesekali!"
"Yaaa... Terserahlah!"
Ron memutar bola matanya, heran melihat kelakuan istrinya yang seperti sedang puber kedua.
"Ehem... Maaf... Kalau boleh tau dimana kita akan melakukan... Em... Itu...?"
"Oh... Iya... Di kamar kami. Kamu tak ingin makan dulu, Jevan?"
"Tidak, saya sudah makan tadi"
"Baiklah, aku antar ke kamar sekarang"
Ron kemudian mengikuti mereka.
"Eh... Ron... Apa yang kau lakukan?"
"Aku mengikuti kamu ke kamarku. Maksudnya kamar aku dan istriku"
"Jadi kau akan menonton kami melakukan itu?" Ekspresi wajah Jevan terlihat ngeri seolah-olah sedang menonton film horor.
'Iya. Aku kan perlu memastikan istriku puas dengan pelayananmu, Jev"
"Tapi... Aku pastinya akan merasa canggung, lagipula aku kan bukan bintang film p*rn*"
"Well yeah, memang bukan sih... "
"Maaf, siapa nama istrimu, Ron?"
"Gladys"
"Iya, Gladys. Apakah kau menyetujui ini?"
"Tadinya sih tidak. Tapi dia maunya begitu, ya sudah" Ucap Gladys sambil mengangkat bahu.
"Aku rasa aku jadi merasa mual. Dimana kamar mandinya, Ron?"
"Ada di dalam kamar. Di sebelah sana juga ada" Ucap Ron sambil menunjuk kamar mandi yang terletak dekat dengan dapur.
"Excuse me... " Jevan akhirnya memilih kamar mandi yang dekat dengan dapur karena kamar mandi yang terletak di dalam kamar terasa intim baginya dan membuatnya tambah canggung. Ia kemudian benar-benar muntah di wastafel. Setelah itu ia mencuci mukanya dan memandang dirinya di cermin.
"Seperti biasa, walau aku tak menyukainya dan tak punya pilihan lain, tapi aku tetap harus melakukannya, iya kan?" Jevan bertanya kepada dirinya sendiri di cermin, kemudian ia menghela nafas panjang dan kembali berbicara kepada diri sendiri.
"Oke, Jev. Ayo lakukan ini dengan cepat. Setelah itu pulang, lakukan apapun yang kau suka termasuk makan makanan berlemak yang banyak dan lupakan kalau ini pernah terjadi. Jevan lalu keluar dari kamar mandi dan mendapati Gladys yang sudah mengganti pakaiannya dengan lingerie yang seksi. Tetapi melihat warnanya yang berwarna ungu menyala dengan banyak hiasan seperti payet, membuat Jevan kembali merasa mual.
'Bagaimana aku bisa merasa bergairah jika ia berpenampilan seperti badut sirkus?' Jevan tentu saja hanya mengatakan itu di dalam hatinya. Jika Gladys atau Ron mendengarnya kemungkinan besar ia akan di tendang keluar dari rumah itu dengan wajah menyentuh tanah. Merasa ngeri dengan itu, Jevan lalu mendekati Gladys sambil memasang senyum palsunya.
"Ayo kita mulai"
Awalnya Gladys merasa kurang percaya diri mengingat usianya yang sudah tak muda lagi dengan kerutan yang mulai muncul di wajah dan bentuk tubuh yang sudah tak ideal mengingat ia telah melahirkan 2 anak yang sudah remaja. Tetapi Jevan pandai merayu dan membesarkan hatinya karena Gladys memang bukan klien pertamanya yang berusia di atas 40 tahun. Jadi, walaupun masih muda, Jevan bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.
Setelah selesai, Gladys merasa puas dan merasa usianya seolah masih muda. Wajahnya terlihat berseri karena senang. Tetapi ketika melihat wajah Ron yang sedih, Gladys jadi ikut merasa sedih.
"Jevan, terima kasih banyak. Kamu luar biasa, tetapi sepertinya aku tak bisa melakukannya lagi"
"Tentu saja, aku mengerti. Sebaiknya aku pergi agar kalian bisa bicara berdua. Sebelumnya Ron berjanji padaku kalau ia akan berobat, setidaknya agar gula darahnya bisa stabil dan menjalani diet sehat"
"Kamu benar, Jevan. Sekali lagi terima kasih" Gladys kemudian mencium pipi Jevan sebelum Jevan pergi. Setelah itu ia memeluk suaminya untuk menghiburnya.
***
Ketika Jevan tiba di rumah susun yang berada di belakang tempat pertunjukan yang bernama La Femme, Jevan langsung di sambut oleh Nino dan ibunya.
"Aku harap kamu tau apa yang kamu lakukan, Jevan. Bekerja untuk balas budi tanpa bayaran sepeser pun tentunya tak bisa di bilang menyenangkan"
Jevan kemudian mengangkat bahu sambil berkata :
"Iya, aku tahu"