Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DIA SATYANATTA
“Untuk tiga bulan, ya, Mas. Semoga Mas betah tinggal di desa kami,” tuturnya lalu memasukkan uang yang dia terima dan meraih kartu tanda penduduk dari pria di hadapannya, “Mas Satyanatta----”
Ucapannya belum selesai, pria di hadapannya sudah merampas balik kartu identitasnya itu.
“Cukup panggil Natta saja,” ucap pria itu, dia adalah pria yang sama dengan pria satu Bus bersama Elizah.
“Oke, Mas. Kalau begitu saya tinggal dulu.”
Natta mengangguk, mengantarnya sampai keluar kemudian dia masuk dan menutup pintu.
Rumah minimalis yang 80% terbuat dari kayu itu disewa Natta karena terletak di dataran tinggi. Dia bahkan bisa melihat rumah sekitarnya dari lantai dua, Natta berpegangan pada pagar balkon sambil menikmati suasana sekitar. Sejuk, tenang, kebebasan yang dia tunggu selama bertahun-tahun.
Pria dengan tato kucing di lengan berototnya itu sengaja meninggalkan ibukota, memilih pedesaan yang tenang untuk merilekskan pikirannya.
Besok, dia perlu membeli beberapa barang. Setelah merasa cukup, Natta hendak meninggalkan balkon tapi dia berhenti dan kembali berbalik ketika melihat sosok seorang gadis di rumah bertingkat dua. Rumah bertingkat itu hanya terhalang lima rumah dari tempat tinggalnya. Natta memicingkan matanya, dari perawakannya dia merasa kenal tak kenal. Natta pun turun sebentar ke lantai satu, mengambil sesuatu dari tasnya dan menggunakan teropong binokular untuk melihat siapa itu.
“Jadi itu tempat tinggalnya,” bisik Natta kemudian menurunkan teropong dari kedua matanya. Bibirnya mencebik kemudian dia meninggalkan balkon untuk beristirahat.
🍃🍃🍃🍃
Elizah meninggalkan balkon setelah selesai memberi makan burung merpati keluarganya. Dia menoleh ketika mendengar notifikasi. Sebuah pesan masuk, Elizah duduk di atas kasur, meletakkan laptopnya tepat di hadapannya. Melihat nama pria yang mengirimkannya sebuah email, Elizah sangat senang.
Ali namanya, pria dari desa yang sama. Sekarang sedang bekerja di Dubai, katanya hanya setahun dan sebentar lagi akan pulang. Tidak ada ikatan khusus di antara mereka, tapi yang jelas keduanya memiliki rasa yang sama. Ali mengirimi pesan karena dia ingin mengetahui bagaimana kabar Elizah, Elizah juga senang mendapatkan kabar bahwa pria itu baik-baik saja. Tidak setiap hari, selama enam bulan, keduanya hanya beberapa kali berkomunikasi lewat pesan media sosial.
“Elizah, Abi mau mengobrol sama kamu, Nak.” Kedatangan Anita membuat Elizah panik, dia langsung menutup laptopnya.
“Ada apa memangnya?” Elizah heran, itu terdengar seperti obrolan serius yang akan dilakukan oleh ayahnya.
“Temui saja dulu,” kata Anita seraya menarik lengan Elizah. Elizah tak kuasa menolak, pasrah meninggalkan kamar dan terus terngiang dengan pesan yang dikirimkan oleh Ali kepadanya.
“Setelah aku pulang dari Dubai. Aku mau ketemu sama Abi kamu, Zah.”
Secuil pesan yang membuat Elizah merasa gugup bukan main. Entah apa maksud Ali, pria itu tidak menjabarkan dengan jelas dan Elizah tidak mau menebak-nebak meskipun memang yang dia inginkan adalah hal yang merujuk pada pernikahan.
Setelah sampai ke hadapan Mirza, Mirza langsung melontarkan pertanyaan.
“Apa yang dikatakan Mirna sama kamu?” tanyanya dengan geram, tak terima anak perempuannya diusik.
Elizah melirik sang ibu, seharusnya dia tidak banyak bercerita karena itu membuat situasi menjadi rumit.
“Nggak ada, Abi.” Elizah menundukkan kepalanya. Ia berbohong.
Mirza membuang napas kasar.
“Kamu berani bohong?” Suaranya meninggi.
“Bi Mirna marah-marah tanpa alasan yang jelas. Karena Abi bertanya, Eliza juga mau tanya apa sebenarnya masalah Abi sama pak Imran dan istrinya?” tutur Elizah sambil menatap.
“Abi nggak ada masalah sama mereka,” ujar Mirza dan Elizah mendekat.
“Mana mungkin ada orang yang marah sama kita tanpa sebab, Bi.” Nadanya penuh penekanan.
Mirza melengos membuang muka.
“Beberapa waktu lalu warga menyinggung anak Imran yang hamil di luar nikah. Baru seminggu menikah, anaknya itu sudah melahirkan. Mungkin dia kesal karena itu, tapi bukan Abi yang memulai menyinggung permasalahan anaknya.”
Elizah menggigit bibir bawahnya kelu.
“Seharusnya Abi nggak ikut-ikutan nimbrung tentang masalah orang lain apalagi untuk masalah yang seperti itu sangatlah sensitif, Bi.” Eliza menegur dengan suara lembut, Mirza diam dan tetap saja apa pun alasannya dia tak terima Elizah kena marah Mirna.
Karena percakapan tidak berlanjut, Mirza juga sudah tak kuasa menahan kekesalannya. Anita lekas mengajak Eliza pergi dari hadapan Mirza.
🍃🍃🍃🍃🍃
Natta keluar dari rumah menenteng galon isi ulang. Persediaan airnya habis, dia tidak tahu tempat terdekat mana harus mengisinya. Mengingat minimarket sangat jauh. Natta tidak memiliki kendaraan.
Natta berjalan tanpa arah sampai dia kembali berpapasan dengan Elizah. Elizah menunduk, melewatinya. Belum lama gadis itu melangkah melewati, Natta menyeru.
“Tunggu dulu,” katanya dan Eliza berbalik. Natta mendekat dan Elizah melihat apa yang sedang dibawa pria itu, “Permisi, di mana tempat isi ulang air di sini?”
Elizah melirik sebuah gang kecil.
“Masuk ke gang itu, kamu akan menemukan sebuah warung lengkap di sana.”
Natta melihat ke arah yang ditunjukkan Elizah.
“Terima kasih,” ucap Natta datar kemudian Elizah pergi. Percakapan singkat mereka berdua diperhatikan oleh sepasang mata bengis.
Sesampainya di warung, Natta dilayani oleh gadis bernama Husna.
“Saya mau isi ulang air,” katanya dan Husna menerima galon dari pria jangkung itu.
“Mas bukan orang sini, ya? Saya baru lihat.” Husna begitu agresif.
Natta hanya menganggukkan kepala. Setelah selesai dia pergi dan Husna mengamatinya dalam-dalam.
“Apa dia laki-laki yang mengontrak rumah yang sudah kosong lama itu, ya? Ganteng banget....” Husna histeris dan Natta sudah hilang dari pandangannya.
🍃🍃🍃
Setelah selesai mengajar, Elizah termenung dan kemurungannya hari ini membuatnya terlihat tidak bersemangat seperti biasa. Susan pun mendekati, hendak bertanya dan Elizah membereskan barang-barangnya. Mereka memang bersiap untuk pulang.
“Ada masalah, Zah?” kata Susan. Elizah menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kok nggak mau cerita sama aku, sih? Kenapa?”
Elizah tersenyum melihat sahabatnya itu mengotot.
“Aku ke pikiran waktu bi Mirna marah-marah sama aku, San.” Menjelaskan dengan lesu.
“Ya ampun, Zah. Jangan di pikirkan terus-terusan, kamu nggak kayak biasanya begini.”
“Karena aku tahu alasan kenapa bi Mirna kayak begitu sama aku, San.” Suaranya penuh penekanan.
Kening Susan terlipat.
“Memangnya kenapa?”
“Aku malas membahas itu, ayo pulang saja.” Elizah mengajak sambil pergi dan Susan mengikutinya. Ketika sampai di luar, seperti biasa Faruq sudah menunggu untuk mengganggu.
“Kita jalan lain saja.” Susan menarik tangan Elizah dan Faruq yang melihat mereka menghindar pun hanya bisa mendengus sebal.
“Kayak nggak ada cewek lain aja! Sampai kapan kamu mau ngejar-ngejar si Elizah kayak gini?” Seru salah satu teman Faruq dan Faruq hanya diam saja.
Faruq juga merasa bahwa Elizah hanya jual mahal. Dia menyamakan Elizah dengan gadis kebanyakan dan hanya penampilan Elizah yang tertutup membuatnya terlihat berbeda dari gadis lain. Faruq belum juga memahami bahwa Elizah risih dengan pendekatan yang dia lakukan.
🍃🍃🍃
Elizah dan Susan melewati jalan lain, mereka melihat Natta masuk ke rumah kontrakannya.
“Bukannya itu si egois yang waktu itu nggak mau kasih bangku kosong di bus buat kamu, Zah?” tutur Susan dan Elizah mengangguk, matanya terus melihat ke rumah itu. Ketika Natta keluar dan tatapan mereka bertemu, Elizah menunduk lalu mengajak Susan lekas pergi.
Natta diam, melihat punggung Elizah semakin menjauh.
Setiap hari, Elizah dan Susan melewati jalan tersebut untuk menghindari Faruq. Hal itu membuat Natta selalu saja bisa melihat Elizah, semakin lama dan entah disengaja atau tidak, Natta selalu kebetulan ada di balkon atau di teras rumah ketika gadis itu lewat.
Elizah selalu tidak sadar bahwa ketika dia lewat, Natta memerhatikannya. Sampai-sampai Faruq yang dihindari Elizah tahu kemana Elizah memotong jalan untuk menghindarinya, dan hari ini Elizah berjalan sendirian karena Susan sedang sakit tidak mengajar.
Elizah tersentak melihat Faruq muncul menghadangnya.
“Kamu sengaja lewat sini buat menghindari aku?” tegas Faruq dan Natta keluar dari rumahnya karena waktu sekarang adalah waktunya Elizah melewati tempat tinggalnya.
“Awas,” tegas Elizah tapi Faruq tidak membiarkannya pergi. “Faruq! Aku bisa teriak!”
Faruq tersenyum licik.
“Teriak saja,” tantang Faruq. “Jangan terus menghindariku, Zah. Aku juga bisa marah.”
Suara Faruq masih berusaha diredam dan Elizah mendelik.
“Harus bagaimana lagi untuk menjelaskan bahwa aku terganggu dengan sikap kamu,” ucap Elizah. Ia tidak bisa menutupi kekesalannya.
Bibir Faruq menyimpul senyum sinis, kakinya melangkah mendekat dan Elizah mundur menjauh. Tangan Faruq berayun untuk meraih tangan gadis itu, sesaat kemudian dia mengerang ketika Natta muncul, menepis dengan kasar dan menghalangi Elizah dengan tubuh tingginya.
Faruq memicingkan matanya.
“Dia sudah hampir menangis. Berhenti mengganggunya,” tegas Natta.
Faruq menyunggingkan senyuman lebar.
“Ini hanya tentang kami berdua, orang lain dilarang ikut campur!” hardik Faruq, mendorong tubuh Natta ke samping, ingin menarik Elizah tapi Natta balas mendorongnya sampai dia terjungkal.
Elizah berkaca-kaca ketakutan dengan situasi tersebut.
Natta mendekati Faruq, mencengkeram baju Faruq, menariknya paksa dan Faruq berusaha menahan lututnya yang tiba-tiba bergetar hebat. Ia belum pernah ketakutan seperti sekarang, Natta menatapnya begitu buas. Seolah akan menerkamnya sekarang juga.
“Jangan memaksaku untuk melakukan hal yang lebih buruk!” bisik Natta, “sekali lagi aku melihatmu mengganggu Elizah, awas saja,” sambungnya mengancam. Ia hempas tubuh Faruq yang sama tinggi dengannya tapi tidak sekekar tubuhnya.
Faruq melirik Elizah yang terus menjauh, dia yang yakin akan kalah jika beradu otot pun memilih kabur dengan berlari. Kejadian itu disaksikan oleh Imran yang kebetulan lewat, Elizah diperebutkan oleh dua laki-laki macam preman. Anak Ustadz bergaul dengan para preman itu? Imran tersenyum, kemudian bersembunyi untuk melihat sejauh mana tindakan Elizah dengan pria asing itu.
Elizah menundukkan wajahnya dalam-dalam, Natta hendak bersuara tapi gadis itu berlari dan menoleh beberapa kali melihatnya. Elizah ketakutan dan Natta menatap kepergiannya.
Elizah
Satyanatta
Semangat
Tulisanmu sdh semakin terasah
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya