Maulidya Alissa Agraham, atau yang kerap disapa Lidya, gadis 20 tahun yang mati ketika menjalani sebuah misi. Hidupnya yang dipikir sudah berakhir justru malah terbangun di raga seorang gadis didunia lain yang dikenal buruk dalam beretika. Sikapnya yang pemalu dan tidak percaya diri membuatnya diolok-olok oleh bangsawan lain.
Namun sebuah perubahan terjadi ketika gadis itu terbangun dari pingsannya. Sikapnya tiba-tiba berubah menjadi tegas dan tidak mudah ditindas membawa kehebohan besar diseluruh Kekaisaran. Mereka yang menghinanya dulu kini berlutut memohon ampunan. Para pelayan yang merendahkannya terbujur kaku dengan kepala yang terpisah. Ditambah lagi, kedatangan Lidya saat itu membawa banyak perubahan sejarah di seluruh Kekaisaran.
Misinya adalah menjadi wanita terkaya disana
Namun apadaya jika semua laki-laki justru tertarik padanya?
Dan, takdir? Apakah benda ini benar nyata?
Semua keanehan ini..
Tidak masuk akal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atiiqah Alysia Hudzaifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2 | Mati
Ren, buka penyamaran lo!"
"Ren? Gak mungkin kan paman Ren---"
Seorang pria yang sangat ia kenal keluar dengan dengan wajah yang masih tertutup masker. Meski begitu, postur tubuhnya sangatlah ia kenal, karena selain pamannya, pria ini adalah orang yang merawatnya sejak kecil.
"Dia.. B-bagaimana mungkin." Batin Lidya terkejut.
Ya, yang berkhianat adalah Rendy, Rendy Dicky Saputra, asisten kepercayaan ayahnya dulu yang sudah ia anggap sebagai kakaknya.
"Malam nona, apa kabar? Anda terlihat baik hari ini." Ucap seseorang sambil melangkah mendekat seraya membuka masker diwajahnya.
"K--kenapa harus paman?" Lidya terdiam kaku tidak percaya.
"Hm? Kenapa? Ya.. kenapa ya, ada alasannya yang pasti. Kaget ngga kalau tau paman juga menyamar sebagai seorang penjaga dan berada tepat disebelahmu Tadi?"
Lidya menggeleng pelan benar-benar tidak menyangka orang yang sama sekali tidak pernah terfikirkan olehnya yang justru menghianati nya.
"Dan harus saya akui nona, bahwa yang membocorkan penyamaran anda, itu adalah saya. Anda tidak marah kan?" Ujar Rendy dengan menampilkan senyuman ramah andalannya dengan wajah tidak bersalah.
"T-tidak mungkin, paman, kenapa paman tega!"
"Ya, ada alasannya. Tapi anda tidak perlu tau, karena saya tidak ingin menambah beban pikiran calon mayat. Jadi lebih baik nona diam disitu, biarkan tuan El yang menyelesaikannya secara cepat dan tepat. Saya jamin anda tidak akan merasakan sakit bila menurut, oke."
Jedar!!
Bagai tersambar petir di siang bolong. Lidya tidak menyangka, bahwa orang yang ia anggap sebagai kakaknya mengatakan kata-kata pedas itu padanya. Kenapa? Kenapa harus Rendy!!
Lidya menggigit kuat bibirnya menahan tangis yang ingin keluar. Ingin sekali ia menangis saat ini, tapi berusaha ia tahan. Namun isakan kecil berhasil keluar dari mulutnya. Dan Rendy menyadari hal itu.
"Cup cup cup, nona jangan nangis ya. Saya kan jadi tidak tega, bukankah sudah saya bilang agar diam saja supaya cepat selesai. Nona tinggal menurut, dan selesai." Ujar Rendy menenangkan masih dengan senyum ramahnya tapi terlihat menyakitkan dihati Lidya.
Senyum ramah yang bagai penenang untuknya selama ini, justru hanya sekedar senyum formal belaka? Sejak kapan???
Lidya tidak menyangka semua ini terjadi. Setelah kabar duka bahwa keluarganya dibunuh oleh mereka, penyamaran dan rencana mereka yang gagal, kini orang yang sangat Lidya sayang lah yang menghianatinya. Seolah dunia menertawakan nasib yang dimilikinya, Lidya tertawa miris.
Dunia benar-benar jahat, buat apa ia hidup bila hanya untuk dipermainkan? Oh iya, adiknya. Lidya tersenyum getir mengingatnya, adik yang ia rawat sepenuh hati, apakah membencinya? Dan Rendy, orang yang ia anggap kakaknya justru mengkhianatinya? Dan seandainya benar pamannya, Ronald juga tidak menyukainya, maka saat ini pun Lidya rela bila harus mati. Benar, sepertinya Lidya benar-benar yakin kali ini, bahwa ia gagal menjalani hidup.
Janjinya dengan ayahnya pun seakan hangus. Terbayang kata-kata terakhir ayahnya sebelum beliau tiada. Kejadian belasan tahun lalu masih membekas di ingatannya. Tidak bisa ia lupakan saat-saat terakhir kedua orang tuanya saat itu. Tepat ketika ia berusia 6 tahun pasca kecelakaan mobil yang membuat ia dan adiknya menjadi yatim piatu.
"L-lid..ya."
"D-daddy.."
Antonio terlihat memaksakan diri untuk berbicara, sebelah tangannya berusaha menangkup wajah kecil Lidya.
"J-jaga adik ka--mu.. D-daddy mungkin gak akan l-lama lagi." Ucap Antonio dengan susah payah.
Lidya yang pada saat itu setengah sadar pun menggeleng pelan, ia sempat melihat sekitarnya.
Hancur.. semuanya hancur.
Terlihat kondisi Ray yang berada dipelukan ibunya sedang terbaring di jalanan. Ia menduga bahwa ibu dan adiknya terlepar karena tabrakan beruntun barusan dan ibunya yang mencoba melindungi adiknya dengan memeluknya demi meminimalisir benturan yang akan didapatkan oleh Ray. Lidya sendiri berada didalam mobil yang sudah tak berbentuk dengan ayahnya mencoba melindunginya. Lidya menangis, dia sedih melihat betapa ayahnya sangat menyayangi dirinya. Bahkan rela menjadi penahan bobot berat puing-puing mobil di atasnya.
"Hikss.. d-dad.."
"Suuttt kamu j-jangan ngomong du--lu. L-lidya..... daddy tau k--kamu k-kuat.... da-ddy percaya sama ka-mu.... Maaf karena da-ddy membebankan k--kamu nanti sa-sayang....." ujar Antonio terbata-bata sambil mengelus lembut pucuk kepala Lidya.
"D-daddy.. sa-sayang.. Ilya."
Antonio menepuk sekali pucuk kepala Lidya sebagai salam perpisahan lalu terjatuh masih dengan bobot yang ia tahan dipundaknya agar tidak jatuh menimpa putrinya.
"Daddyy..."
Lidya tertegun. Dia ingin berteriak, ingin meminta bantuan. Tetapi kenapa, suaranya seolah tertahan diujung tenggorokannya. Ingin berteriak memanggil ayahnya dan seakan takdir mempermainkannya, matanya memburam lalu pingsan tidak tau apa yang terjadi setelahnya. Selanjutnya, ia tidak pernah lagi melihat wajah ayahnya. Karena ketika dia sadar, ayah dan ibunya sudah terkubur dibawah tanah meninggalkan nya sendirian bersama tanggungjawab yang berat untuknya.
.
Tanpa sadar, setetes air mata jatuh dari wajahnya. Dadanya berdenyut nyeri setiap mengingatnya. Pengorbanan ayahnya dan ibunya sangat berbekas di ingatannya. ibunya yang memilih melindungi sang adik dibanding menjaga tubuhnya sendiri membuat dadanya semakin sesak.
Sakitt
Itulah yang dia rasakannya saat ini. Bahkan orang kepercayaan ayahnya akhinya mengkhianatinya. Sebegitu tidak becuskah dirinya. Lidya lagi-lagi tersenyum miris.
Lidya membuang wajahnya menutupi air matanya yang keluar
"Mom.. Dad.. Lidya ikut kalian ya kali ini." cicit Lidya pelan.
Namun hal itu disadari oleh Daniel, dia mengernyit. Daniel menoleh kearah Rendy sebentar. Ia sempat melihat pancaran aneh dari mata Rendy tapi hanya sebentar. Daniel pun tak bisa mengartikannya.
"Bagaimana, Kau tidak akan menghalangi ku membunuh adik asuhmu itu kan?"
Rendy menatap Lidya sebentar, lalu mengangguk. "Tentu saja, kita telah menyiapkan rencana ini sangat lama. Tidak mungkin kita batalkan hanya karna beberapa tetes air mata saja." Ujar Rendy yakin.
"Dan saya minta....
....Selesaikan dengan cepat. " Jangan berikan dia rasa sakit lagi lanjut Rendy dalam hati lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Daniel memandang Rendy dengan tatapan aneh. Tapi dia bodoamat, asalkan dendam keluarganya dulu cepat terselesaikan. Maka itu sudah cukup.
Lalu tepat ketika ia mengarahkan pistol yang dipegangnya kearah Lidya, dia dikejutkan dengan suara berisik dari belakang dan teriakan seseorang.
"ILYAA!!"
Sama seperti Daniel yang terkejut, sang empu yang namanya dipanggil akhirnya tersadar. Dia melihat kekebelakang sana, terlihat pamannya, beserta teman-teman seperjuangannya berada disana, termasuk Kenan.
"LO MAU NINGGALIN KITA LID?! JAHAT LO!" Itu Kenan yang berbicara.
"LIDYA! RAY MASIH BUTUH LO, PENYAKITNYA BAKAL KUMAT KALO LO NINGGALIN DIA!!"
"MANA KETUA YANG KITA KENAL, LO BUKAN LIDYA. LIDYA GAK MUNGKIN NYERAH SAMA HIDUP!"
"SAYA TIDAK PERNAH MEMBENCIMU ILYA!!"
Mendengar teriakan dari teman dan anggota Graventas disana membuat Lidya tersentuh. Apalagi ketika ia mendengar langsung dari pamannya bahwa dia tidak membenci dirinya. Seakan tersadar, Lidya baru teringat penyakit Ray yang mengharuskannya selalu berada disisi adiknya. Lidya lalu menghapus sisa air di matanya lalu kembali tegak sempurna seperti sebelumnya.
"Yahh.. Sudah selesai nih sesi meweknya, padahal kau sangat mudah disingkirkan tadi." Eluh Daniel dengan wajah dibuat sedih.
"Ck berisik lu! Sori-sori nih ye, bu ketu kite gak mungkin nyerah semudah itu. Kenape kagak lu aje yang nyerah, menang karna orang dalem aja bangga." Ujar Kenan yang dibalas gelak tawa oleh semuanya. Lidya mendengus menanggapinya lalu tertawa setelahnya. Bisa-bisa nya dia masih bisa bercanda disaat seperti ini.
Lalu ia mengedarkan matanya melihat situasi saat ini. Jujur, dia saat ini benar-benar terkepung dan tidak bisa melakukan apapun. Ia sudah dikepung dimana-mana. Sudah dipastikan, gerak sedikit saja semua peluru yang ada di setiap pistol ditangan musuhnya akan menembus tubuhnya.
Daniel menggertakkan giginya geram "DIAM!!!"
Robert mendekat "Jangan terpancing. Mereka hanya ingin membuang waktumu untuk membiarkan perempuan itu pergi."
Daniel yang mendengarnya segera tersadar "benar juga, apa yang kulakukan dasar bodoh!!" Rutuknya.
Menyadari Daniel telah mengetahui niat mereka membuat Kenan waspada. Lidya pun semakin tajam melihat Daniel yang kini menyeringai menatapnya.
Daniel dengan segera mengode bawahannya untuk bersiap. Mengerti akan perintah tuannya mereka mengangguk. Kemudian tanpa aba-aba Daniel mengarahkan pistolnya ketempat Lidya berada. Lidya yang menyadari hal itu dengan cepat menghindar kebelakang.
Kini perang peluru akan dimulai
DORR
Satu tembakan meleset.
DORRR
Sekali lagi Lidya menghindar. Ia akui tembakan Daniel benar-benar akurat. Tetapi lawannya adalah Lidya, wanita gila yang menganggap peluru sebagai makanannya tiap hari.
Kenan dan yang lain mencoba membantu Lidya dengan menembak para musuh yang berjaga demi menghalangi mereka membantu Lidya. Kenan yang sadar akan sesuatu pun berteriak.
"LIDYA DI BELAKANGMU!"
Namun terlambat, Lidya yang terlalu fokus pada peluru yang mengarah padanya tidak sadar bahwa rencana Daniel sebenarnya adalah membuat nya terjatuh ke jurang dibelakangnya. Karena berada di tepi jurang dengan tanah yang rapuh, akhirnya tanah yang ia pijak tidak berhasil menahan bobot badannya. Belum sempat Lidya menghindar tanah yang ia pijak retak lalu hancur hingga menyebabkan ia jatuh di jurang yang terlihat sangat dalam tesebut.
'Sial, aku lengah!'
KRRKKK
PLASSK
"MAULIDYA/LIDYA!!"
"KETUA!!"
"BU KETUM!!"
"ILYAA!!"
Tanpa memedulikan apapun, Kenan dan Ronald mencoba menerobos beberapa musuh yang tersisa. Namun sudah terlambat, usaha mereka berakhir sia-sia karena Lidya telah jatuh di jurang meninggalkan mereka dengan sejuta penyesalan yang bersarang di hati masing-masing.
Daniel dan Robert yang melihat hal itu tersenyum kemudian tertawa keras.
"AHAHAHAHAHA!!!"
Daniel menggerakkan tangannya menutupi separuh wajahnya menutupi senyuman mengerikan yang nampak jelas disana "Akhirnya, tinggal 2 nyawa lagi maka dendam ini selesai. Tidak akan ada lagi penyesalan, yang tersisa hanyalah rasa puas dan bangga karena keberhasilan ini."
Suara helikopter mengalihkan perhatian mereka. Sebuah helikopter muncul dari arah barat menuju ke arah mereka. Aksa---- salah seorang teman LIdya di Graventas sadar akan rencana melarikan diri mereka.
Dengan lantang dia berteriak memerintahkan semuanya untuk menahan dan menangkap mereka sebelum kabur. Dengan penuh dendam, Kenan mengarahkan pistolnya pada kaki Daniel.
DOORRRR
Namun berhasil dihindari.
"Ck sial!!!" Umpat Kenan kesal.
Namun tidak menyerah, Kenan kembali menghujani Daniel dengan peluru. Tidak tinggal diam Daniel pun melakukan hal yang sama.
Aksi tembak tembakan tak bisa dihindari. Selain mereka berdua, ada Ronald dan Robert yang juga saling menembak saling mengalahkan, yang lain pun begitu. Mereka saling menembak mencoba membunuh dan membunuh tanpa memedulikan suara helikopter yang semakin kuat menandakan bahwa benda berbaling-baling tersebut sudah dekat.
Tangga gantung diturunkan lalu muncul lah seseorang sambil berteriak mengalihkan perhatian mereka.
"TANGGA SUDAH SIAP!! CEPATLAH!!!"
Robert dan Daniel yang mendengarnya berusaha ke tempat tangga itu diturunkan dengan jalan mundur sambil menembak. Mereka berhasil memanjat tangga gantung tersebut tetapi hal itu tidak dibiarkan oleh Ronald dan anggota lain dengan mudah.
Terlalu fokus untuk melarikan diri membuat Daniel lengah lalu...
DORR
Dia tertembak
"Ck Sial!!" Umpatnya menahan sakit di bahu kiri.
Karena hilang keseimbangan, hampir saja dia terjatuh sebelum akhinya Robert menahan tubuhnya.
"CEPATLAH BODOH!! JANGAN HANYA KARENA SATU PELURU KAU KALAH DISINI. MANA HASIL LATIHAN GILAMU SELAMA INI!!? BILA HANYA KARENA SATU PELURU SAJA KAU GAGAL, MAKA KAU ADALAH PECUNDANG TERBODOH YANG PERNAH KUTEMUI! JIKA TERTANGKAP, MEREKA TIDAK AKAN MEMBIARKANMU MATI DENGAN MUDAH, DASAR BODOH!!"
"CK AKU TAU!!"
"BAGUS BILA KAU TAU, CEPATLAH! KAU MEMBUANG WAKTUKU!!"
Butuh banyak tenaga bagi mereka untuk kabur, namun usaha mereka tak sia-sia. Mereka kali ini berhasil kabur menggunakan sebuah helikopter.
"SELAMAT TINGGAL PECUNDANGG KAMI MEENAAANGGG HAHAHA" Gelak tawa keluar dari mulut Robert membuat mereka semua marah dan geram.
Terlihat wajah Kenan yang memerah menahan amarah "AWAS KALIAN! JANGAN KIRA KAMI AKAN DIAM ATAS KEKALAHAN INI! KAMI, GRAVENTAS BERSUMPAH AKAN KEMBALI UNTUK MEMBALASKAN DENDAM PADA KALIAN DAN KELUARGA KALIAN NANTINYA!!" Sumpahnya serius dengan suara yang terdengar putus asa.
Daniel dan Roberto mendengarnya, meskipun samar karena suara baling-baling helikopter, mereka tetap mendengarnya.
Daniel menanggapinya dengan datar lalu tersenyum sinis "Silahkan, tapi bagiku sumpah mu itu tidak akan ada apa-apanya untukku yang tidak memiliki keluarga."
Dia lalu terkekeh "Jadi pembalasan apa yang akan kudapatkan nanti?"
Disisi lain tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat aksi mereka sejak awal. Sosok misterius itu menyeringai.
"Ini jadi semakin menarik~"
...--oOo--...
Kembali pada waktu Lidya terjatuh.
KREKKK
PLASSS
WUSHHH
Sudah berakhir?
"Hahaha.. sumpah gak lucu."
"Jadi benar-benar berakhir disiini."
Lidya yang memang belum jatuh ketanah pun menatap langit, ia mengangkat tangannya keatas seolah-olah dapat menggenggam langit tersebut. Lidya tersenyum manis "Tungguin Ilya di akhirat ya? Ilya seneng karena kita akan segera bertemu."
Tidak beberapa lama dari itu, sebelum tubuhya menghantam tanah, samar-samar sebuah suara terdengar.
"Ini belum waktunya kita bertemu Ilya... Tugasmu disini sudah selesai. Namun, sebelum jiwamu kembali kamu harus menyelesaikan satu tanggung jawab lagi."
"Baru setelah itu kita bisa bersama."
BRUKK
.
.
.
To be Continued_
dan jgn bikin cerita baru dl.
selesain tugas, trs lanjut up yg banyak ya..