Alinah seorang guru SD di kampungnya. Tidak hanya itu, Bahkan Alinah mengajak turut serta murid muridnya untuk menulis buku Antologi Alinah DKK. Alinah tidak memungut biaya sepeserpun atas bimbingan ini. Selain itu sosok Alinah juga sebagai seorang istri dari suami yang bernama Pak Burhan. Bagaimana aktivitas Alinah dalam keseharian itu akan terutang dalam buku ini. Alinah sebagai pendamping suami begitu sayang pada Pak Burhan. Bagaimana Alinah menjalani hari - hari selanjutnya tanpa ada Pak Burhan disisinya? Bagaimana pula Alinah meniti karir sebagai penulis novel? Simaklah buku ini untuk menatap dunia di luar sana .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mugiarni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Pengalaman Tak Terlupakan
Masih lekat dalam ingatan Alinah saat dirinya mengajar di SMP di kota itu diawali dengan Lika liku dalam mengarungi perjalanan. Pada suatu hari dia hendak mengajar les private di kediaman seorang murid. Ketika itu dia menjalani aktivitas sebagai guru les private. Alinah mengajari anak agar dapat mahir membaca dan menulis dan berhitung. Rupanya kendaraan yang dia tumpangi salah berbeda arah. Maklum Alinah tinggal di Tangerang itu belumlah lama. Belum paham dengan tata letak lokasi di daerah itu. Termasuk dalam memilih angkot yang hendak dia tumpangi sebelum menuju ke suatu daerah.
Ketika itu dia menaiki kendaraan yang warna cat mobilnya sama dengan cat mobil yang ditumpangi beberapa waktu yang lalu. Sembari duduk di angkutan dia mencermati kondisi di jalanan yang dia lewati. Alinah termenung beberapa saat menyadari akan kesalahannya. Kemudian Alinah mengedarkan pandangan keseliling. Kemudian matanya tertumbuk pada sebuah gedung SMP swasta di kota itu. Gedung yang tak terlalu luas area nya dan bangunan pun masih sederhana namun situasi itu tak membuat Alinah merasa ciut untuk mengetahui rasa penasaran ingin mengetahui lebih dalam pada situasi di gedung itu. Dalam hati terselip keinginan untuk melamar menjadi tenaga pengajar.
Alinah butuh biaya hidup yang tak sedikit
Hidup di perantauan. Jauh dari sanak keluarga. Bisa menutup biaya hidup makan dan minum serta tempat berteduh bagi Alinah itu sudah sangat bersyukur demi kelangsungan hidupnya serta mengumpulkan tenaga baru untuk berjuang ke masa depan yang lebih baik. Masa depan yang lebih cerah. Karena panik dia lalu mencari tahu kepada sopir angkot untuk meyakinkan bila dirinya telah menempuh jalur yang salah. Alinah ragu. Dia pun berfikir, lebih baik bertanya kepada Pak Sopir itu daripada dirinya dalam kebingungan.
"Stop Bang saya salah jalur ya?"
"Ini arah ke Balaraja.?"
"Saya mau ke Cikupa. Maaf ya Bang!" Jelas Alinah. Dia turun dari angkot itu lalu membayar ongkosnya.
***
Sisi lain kehidupan Alinah.
Di saat mereka saling berprasangka dan saling curiga, praduga tentang keberadaan Alinah, pada saat itu Alinah tinggal di Tigaraksa. Dua puluh lima menit, waktu tempuh dari Tigaraksa menuju tempat mengajar Alinah. Alinah mengajar di batas kota Tangerang.
Saat ini Alinah dalam masalah besar yang dia simpan rapat - rapat. Tidak boleh diketahui oleh siapapun. Bagi Alinah, rahasia hidupnya bukan pada tempatnya bila diketahui oleh publik. Alhamdulillah - alih bukannya membantu, nanti malah akan menambah persoalan menjadi semakin rumit. Banyak type orang di sekeliling kita. Ada yang suka menolong, malah ada yang bertepuk tangan dengan berbagai kerumitan yang kita hadapi. Menolong kita juga tidak, malahan masalah yang kita hadapi itu akan tersiar kemanapun. Itu justru membuat hati bagai tersayat.
Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidupnya. Karena sejatinya hidup ini merupakan ujian. Setiap orang memiliki ujian yang berbeda- beda satu sama lain. Ada yang menilai ujian yang kita hadapi itu merupakan hal yang sepele saja. Hanya cukup berdiam diri saja masalah akan selesai dengan sendirinya. Hal ini wajar saja, karena setiap orang memiliki latar pendidikan yang berbeda, latar ekonomi yang berbeda pula antara satu orang dengan yang lainnya.
Menurut Alinah, tidak sedikit orang cenderung menyalahkan bila seseorang sedang tertimpa oleh permasalahan yang dihadapi. Apalagi Alinah seorang janda yang sedang tinggal seorang diri dengan putri tunggalnya. Alinah jauh dari sanak keluarga dan handai taulan.
Alinah memang dilimpahkan banyak rizkinya. namun selama ini dia tidak bisa mengelola keuangannya secara tepat. Hanya orang-orang yang dia percaya saja yang ceritakan persoalan hidupnya. Alinah menganggapnya ini sebagai suatu aib tersendiri baginya. Di batas kota Tangerang Alinah berusaha untuk menenangkan diri, ber intropeksi diri.
***
Sederet pertanyaan pun muncul dari hatinya yang paling dalam. Semua terlihat begitu aneh? Semua terasa berat?. Tapi semua itu nyata adanya. Kenyataan pahit dan getir yang harus diterima. Kenyataan yang tak mampu dielakkan lagi. Fakta yang harus dan dihadapinya dengan mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang dia miliki walau telah terkuras oleh sejuta kepedihan.
Pukul 06:30, Alinah belum beranjak dari tempat tidur. Dengan menahan rasa kantuknya, dia masih mencoba untuk bersuara.
Alinah teringat kejadian waktu salah naik jurusan.
Alinah tak habis mengerti ketika itu bisa salah jurusan. Barangkali itulah yang sering dikatakan oleh orang lain. “Manusia tempat salah dan khilaf”
“Oh iya, harusnya tadi Neng waktu di Pasar Gudang naik mobil yang satunya lagi"
"Iya makasih. Maaf ya bang!"
Ketika itu Alinah menyadari dirinya telah salah jalan.
Ketika turun dia berusaha untuk menenangkan dirinya. Tetapi matanya terus memandangi gedung sekolah itu. Tercetus dalam hatinya bila dia berniat untuk menulis lamaran di sekolah itu. Melamar sebagai tenaga honorer untuk bidang studi PKn. Melamar sebagai tenaga pengajar sesuai dengan disiplin ilmu yang dia tempuh saat kuliah di Perguruan Tinggi di Purwokerto.
Keesokan harinya dia menulis lamaran kerja yang ditujukan ke sekolah itu. Dia datang ke sekolah itu dengan membawa berkas lamaran kerja.
"Assalamu'alaikum"
"Waalaikum salam"
"Bu, saya mau mengajukan lamaran kerja, saya harus bertemu siapa ya?" Tanyanya pelan. Berharap, tapi cemas. Berharap bila dirinya akan mendapatkan kesempatan untuk menjadi guru honorer mengajar di sekolah itu. Bersamaan dengan itu, dirinya merasa cemas bila harapan yang membumbung tinggi tiba-tiba kandas saat berkas lamaran untuk mengajar ditolak.
"Oh kebetulan hari ini sedang ada Ibu Ketua Yayasan sekolah ini. Silakan masuk ruangannya ada di depan," jawabnya ramah.
Alinah masuk ruangan mengucapkan salam pada Ibu Yayasan di sekolah itu,
"Alinah Hidup di kota besar itu kompetisi hidupnya lebih besar. Tidak bisa disamakan seperti waktu hidup di kampung!" Nasihat Mirawati. Mirawati pun seorang perantau yang datang dari kampung. Bedanya Mirawati datang terlebih dulu jalani hari- harinya di kota besar itu.
Mirawati mencoba memberikan suatu masukan yang sangat berharga sebagai bekal untuk kehidupan Alinah. Dikhawatirkan Alinah akan mudah terprovokasi oleh sekelompok orang yang akan menjerumuskan dirinya. Apalagi Alinah memiliki sifat yang sangat dermawan itu. Setidak - tidaknya dia memiliki bekal pengetahuan yang sangat berharga bagi dirinya. Ada yang bilang bahwa kehidupan di kota besar sangat keras.
Apa semua orang itu akan bersikap jahat padanya? Apa semua orang di kota besar itu akan bersikap manis bila di depannya? Lalu diam-diam akan menikam dari belakang?
Alinah diterima mengajar di sebuah sekolah yang dia inginkan, itu dianggapnya sebagai suatu anugerah tersendiri baginya. Tinggal di sebuah kota sebagai perantau itu memerlukan tekad yang bulat untuk dapat meraih sebuah cita-cita yang mereka impikan.
Mampir juga ya kak ke cerita aku, mari saling mendukung sesama penulis baru. Jangan lupa like & komen nya🤗🤗💋