Chantika Anastasya gadis berusia 17 tahun yang meninggal karena rem mobilnya blong yang menyebabkan ia menabrak truk yang ada di depannya.
Bukannya mencari pertolongan, ia malah tersenyum senang karena ia pikir setelah ini ia akan pergi ke surga dan melepaskan semua beban yang sudah ia pikul selama ini.
"Syurgaa.....I'm coming"
Tapi bukannya ke surga, chantika malah terjebak di tubuh gadis culun yang ternyata memiliki masalah hidup yang cukup berat dan rumit.
Lalu apakah Chantika kuat menjalani kehidupan barunya dengan semua masalah yang ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chryssa_Dike, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
"Chaca, sini sebentar sayang, ada yang daddy dan mae mau tanya pada chaca" panggil Johnny pada sang anak.
"Iya dad, Chaca kesana" ucap Chaca yang berada di tangga atas.
Setelah berucap seperti itu Chaca pun langsung menuruni tangga dan berjalan kearah dimana sang daddy dan mae berada. Sesudahnya ia pun langsung duduk di sofa depan sang mae dan Daddy nya.
"Ada apa daddy dan mae memanggil Chaca?"
"Begini sayang, setelah ini kan chaca lulus sekolah ya?" tanya Johnny lembut. Dan diangguki oleh sang empu.
"Iya dad"
"Begini sayang, Daddy mau ngomong sesuatu berhubungan dengan oma" ucapnya dengan nada serius.
Mendengar itu ia pun langsung kaget. Ada apa dengan oma nya? Apakah oma nya tengah sakit dan menyuruhnya pindah ke Chicago untuk menjaganya.
"Oma kenapa dad?" tanya Chaca dengan wajah paniknya.
"Oma tidak apa-apa, hanya saja oma dan sahabat oma dulu pernah membuat perjanjian ingin menikahkan kamu dengan cucu teman oma waktu kamu lulus SMA dan oma juga sudah menanyakan masalah ini pada daddy"
Chaca yang mendengarkan itu pun sedikit syok, ia pikir oma nya akan menyuruhnya pindah ke Chicago untuk menemaninya. Tapi apa ini? Menikah? Chaca saja masih terlalu kecil untuk menikah, Chaca juga masih memiliki cita-cita yang mesti dia gapai.
Dan Chaca masih belum siap jika harus dihadapkan dengan persoalan rumah tangga, saat kelak dia menikah.
Melihat keterdiaman sang anak, Johnny dan Tannia pun saling bertatapan, mereka tau bahwa anak mereka masih terlalu kecil untuk menikah. Sebenarnya mereka juga ingin menolak perjodohan itu tapi tidak bisa karena itu adalah kemauan Ibu Johnny sendiri.
Namun jika anaknya benar-benar tidak mau, mungkin Johnny dan Tannia akan sedikit mengusahakannya, walaupun belum tentu ada hasilnya.
"Bagaimana sayang? Kamu setuju?" tanya Johnny harap-harap cemas.
"Kalau Chaca tidak setuju dengan perjodohan ini Chaca bisa ngomong ke mae dan daddy, biar nanti mae dan daddy yang ngomong sama oma kalau kamu menolak perjodohan ini" ucap Tannia.
Mendengar itu sontak Vhaca dibuat semakin bimbang. Ia harus bagaimana?
'Semoga saja ini pilihan yang tepat'
"Tidak kok mae, Chaca setuju" putus Chaca.
Sebenarnya Chaca ingin sekali menolak permintaan sang oma, tapi ia tidak bisa, oma adalah nenek satu-satunya yang Chaca miliki, jadi ia tidak bisa menolaknya.
Ia juga berpikir mungkin ini jalan yang terbaik dan jodoh yang terbaik untuknya kelak.
Johnny dan Tannia yang mendengarkan jawaban sang anak pun tersenyum senang, walaupun mereka tahu bahwa sang anak tidak benar-benar menerimanya, ia hanya berusaha menerima saja.
"Ya sudah kalau Chaca benar-benar mau, nanti biar daddy bicara sama oma"
"Iya dad, kalau sudah selesai Chaca ke kamar dulu ya mae, daddy" pamit Chaca sambil terus berjalan kearah kamarnya.
Sesampainya dikamar ia pun langsung menumpahkan semua keluh kesahnya dengan menangis, ia selalu berfikir bahwa tuhan sedang mempermainkan hidupnya.
Chaca benci dengan dunia ini. Chaca benci dengan semua ujian yang tuhan berikan padanya.
Karena terlalu kelelahan menangis, akhirnya Chaca pun tertidur dengan sendirinya.
***
Keesokan harinya.....
"Mae, daddy, Chaca berangkat ya" ucap Chaca sambil berjalan keluar rumah, tanpa bersalaman maupun sarapan pagi.
"Sarapan dulu" ucap Tannia pada sang anak
"Tidak perlu, Chaca sudah telat mae" ucapnya sambil terus berjalan dan menghadap ke depan.
"Kalau begitu biar daddy daddy antar" ucap Johnny sambil berdiri dari duduknya.
"Tidak dad, terimakasih"
Setelahnya Chaca pun langsung berjalan ke halte bus di depan kompleks perumahannya. Ia tidak pernah mau berangkat dengan sang daddy, karena ia takut membuat sang daddy kerepotan karena harus mengantarkannya dulu sebelum ke kantor.
Ia tau kedua orangtuanya pasti sangat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, maka dari itu ia selalu berusaha untuk mandiri, ia terbiasa melakukan apapun sendiri tanpa bantuan kedua orangtuanya.
Ia juga terbiasa ditinggal kedua orangtuanya keluar negeri hanya untuk pekerjaan, bahkan saking sibuknya kedua orangtuanya selalu tidak bisa mengambilkan raport miliknya, dan berakhir seorang maid di rumah yang akan mengambilkannya.
Maka dari itu ia selalu dibully oleh Mina dan kawan-kawan, karena mereka pikir Chaca adalah anak orang miskin yang tidak pantas untuk bersekolah di sekolah elit seperti sekolah mereka ini.
Bahkan dulu saat Chaca kecil, ia sama sekali tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tuanya, maka dari itu ia juga tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya, ia hanya dekat dengan maid sekaligus pengasuhnya saja Bi Ani.
Setelah menaiki bus, Chaca pun sampai di sekolahnya dengan aman. Di kelas Chaca selalu duduk di meja paling belakang sendirian, ia sama sekali tidak memiliki teman.
Sebenarnya banyak orang yang ingin berteman dengannya dan menolongnya, tapi mereka mengurungkan niat itu, karena mereka takut dibully Mina juga, karena membela Chaca.
***
Sesampainya di kelas ia pun duduk di mejanya dan mulai mengeluarkan buku untuk persiapan jam pelajaran pertama.
Saat tengah mengeluarkan buku, tiba-tiba ada sebuah buku yang melayang tepat mengenai wajahnya.
"Kerjain tugas gue" Mendapati itu Chaca pun mendongak dan mulai membuka suaranya.
"Tapi Nina, ini kan tugas mandiri, kenapa harus Chaca yang ngerjain" ucap Chaca dengan suara bergetarnya.
"Oh....udah berani bantah ya!"
"Oke, kalau lo nggak mau nyelesaiin tugas gue, gue bakal kasih lo pelajaran, sampai lo kapok dan nggak berani ulangi itu lagi" lanjut Mina sambil menarik rambut Chaca kuat.
"Mina tolong jangan tarik rambut Chaca" ucap Chaca sambil memegangi rambutnya yang ditarik Mina.
"Makanya kalau nggak mau dikasari jangan sok-sok an nolak deh lo"
Chaca pun diam tidak berucap apa pun, rambutnya terasa mau lepas dari tempatnya, karena Mina yang menariknya terlalu keras, kepalanya juga mulai terasa pusing.
"Mina, Chaca bakal kerjain tugas Mina, tapi tolong lepasin rambut Chaca" mohonnya.
"Nah gitu dong dari tadi" ucap Mina sambil membenturkan wajah Chaca ke meja.
Chaca yang mendapatkan perlakuan itu pun langsung menangis, dari dahinya sudah mengalir darah segar, akibat benturan tadi.
Mina yang melihat itu hanya tersenyum senang dan segera keluar kelas untuk mencari sang pujaan hati.
Chaca sendiri langsung menyeka darah yang terus keluar dari dahinya, lalu saat dirasa darah itu sudah mulai berhenti ia pun langsung mengerjakan tugas yang Mina berikan padanya tadi.
Setelah beberapa saat mengerjakan tugas itu, akhirnya tugas tersebut pun selesai dan Chaca langsung memberikan buku itu pada Mina.
Setelahnya pelajaran pertama pun segera dimulai. Hari ini diawali dengan pelajaran matematika selama 3 jam, lalu istirahat pertama.
Disaat pelajaran Chaca terus menahan rasa sakit yang terus menjalar diarea kepalanya. Rasanya benar-benar pusing dan membuatnya ingin pingsan.