Lama mengasingkan diri di Pulau Kesepian membuat Pendekar Tanpa Nyawa tidak tenang. Sebagai legenda tokoh aliran hitam sakti, membuatnya rindu melakukan kejahatan besar di Tanah Jawi.
Karena itulah dia mengangkat budak perempuannya yang bernama Aninda Serunai sebagai murid dan menjadikannya sakti pilih tanding. Racun Mimpi Buruk yang diberikan kepada Aninda membuatnya tidak akan mengenal kematian. Dia pun diberi gelar Ratu Abadi.
Satu-satunya orang yang pernah mengalahkan Pendekar Tanpa Nyawa adalah Prabu Dira Pratakarsa Diwana alias Joko Tenang tanpa melalui pertarungan. Karena itulah, target pertama dari kejahatan yang ingin Pendekar Tanpa Nyawa lakukan melalui tangan Aninda adalah menghancurkan Prabu Dira.
Aninda kemudian membangun kekuatan dengan menaklukkan sejumlah pendekar sakti dan menjadikannya anak buah.
Mampukah Aninda Serunai menghadapi Prabu Dira yang sakti mandraguna? Temukan jawabannya di Sanggana 8 yang berjudul "Dendam Ratu Abadi".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Hendrik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Raab 2: Racun Mimpi Buruk
*Ratu Abadi (Raab)*
Aninda Serunai sudah menjalani berbagai latihan berat dan nyaris tanpa istirahat untuk raga dan batinnya. Berulang kali dia mengalami pingsan di saat latihan karena fisiknya tidak sanggup bertahan.
Beberapa latihan itu seperti menyelam di dalam air laut dalam waktu lama, berlari tanpa henti selama beberapa hari, berpuasa tanpa kenal berbuka dan hari raya, mematung hingga pingsan, dan banyak lagi macam latihannya yang menyiksa. Uniknya, selama masa latihan, Aninda hanya boleh makan daging laut mentah jika tidak dalam masa puasa.
Seperti pada satu ketika, Aninda Serunai menjalani latihan dengan cara digantung terbalik di dahan pohon, sehingga kepalanya ada di bawah dengan rambut, baju dan kedua tangan diikat di badan agar tidak menjuntai. Pasalnya, di tanah, tepat di bawah kepala, ada api yang dinyalakan dan sengaja dikondisikan agar asapnya banyak yang keluar.
Asap itu naik lewat menyelimuti kepala dan tubuh Aninda Serunai. Tepatnya, Aninda sedang diasapi.
“Uhhuk uhhuk uhhuk…!”
Kondisi itu jelas mengganggu pernapasan Aninda Serunai. Dia terus terbatuk-batuk dan berulang kali jatuh pingsan di dalam gantungan. Pendekar Tanpa Nyawa akan tahu Aninda Serunai pingsan ketika budaknya itu berhenti terbatuk.
Nenek sakti itu menjamin bahwa budaknya tidak akan mati oleh pengasapan tersebut, meski Aninda akan pingsan seratus kali.
Ketika Aninda pingsan, si nenek akan mengecilkan perapiannya. Pengasapan itu sendiri berlangsung selama seharian.
Pendekar Tanpa Nyawa sebenarnya tidak sekedar mengasapi Aninda. Ada unsur tertentu yang dibakar di dalam pengasapan itu, membuat asap menjadi warna putih bercampur hijau kehijau-hijauan.
Puncaknya, ketika Aninda pingsan untuk kesekian kalinya, dan sebagaimana biasanya Pendakar Tanpa Nyawa mengecilkan asap perapian, tubuh Aninda tersentak beberapa kali dalam ketidaksadarannya.
“Racun Mimpi Buruk sudah meresap,” ucap Pendekar Tanpa Nyawa lirih ketika melihat tubuh Aninda tersentak kecil dalam pingsannya.
Pada tahapan ini, Aninda memiliki penglihatan di dalam pingsannya, yang pada awalnya adalah warna gelap gulita seluruhnya. Tidak berapa lama, muncul pemandangan yang dilihat dan kondisi yang dirasakan oleh Aninda.
Tiba-tiba di dalam kegelapan muncul sesosok lelaki tampan berbibir merah, berambut gondrong lurus dan mengenakan rompi merah terang yang melapisi pakaiannya.
“Joko Tenang,” batin Aninda Serunai saat mengenali orang yang sangat dibencinya selama ini.
Dia hanya melihat sosok Joko Tenang, selebihnya adalah kegelapan.
Joko Tenang langsung meninju perut Aninda Serunai dengan tinju yang bersinar hijau. Seiring tinju itu menghantam perut Aninda dan seiring tubuhnya terdorong beberapa langkah ke belakang, kegelapan tiba-tiba hilang dan berganti terang.
Saat itu, dia dan pemuda tampan berbibir merah sedang bertarung di tengah-tengah ruangan besar yang hancur di sana-sini. Lantai dipenuhi oleh pecahan batu-batu hasil dari pertarungan mereka.
Entah bagaimana ceritanya, saat ini Aninda sedang menggenggam sebatang tongkat bagus.
Zerzzz!
Aninda Serunai merespons serangan Joko Tenang dengan melesatkan sepuluh aliran sinar biru dari tongkatnya.
“Ciaat!” pekik Joko Tenang cepat sambil menghentakkan kedua tangannya.
Wuss!
Sebelum sepuluh aliran sinar itu menjangkau Joko Tenang, ilmu angin Badai Malam Dari Selatan lebih dulu dikeluarkan. Angin yang laksana maha badai muncul dari tubuh Joko Tenang yang langsung menerbangkan tubuh Aninda Serunai.
Bukan hanya tubuh Aninda Serunai yang diterbangkan, tetapi batu-batu hasil reruntuhan bangunan dan debu tebal ikut terbang bersama.
Setelah itu, Joko Tenang cepat melesat memburu Aninda Serunai yang faktanya tidak kenapa-kenapa.
Aninda Serunai mendarat dengan baik di dekat dinding yang hancur parah. Ia cepat mengulurkan kedua tangannya lurus ke depan. Kedua kepalan menggenggam dua bagian dari senjatanya yang bernama Tongkat Jengkal Dewa.
Kini, Tongkat Jengkal Dewa dilapisi sinar merah berpendar. Joko Tenang datang melesat secepat anak panah dari arah depan.
Zess!
Tiba-tiba dari tongkat itu melesat segaris sinar merah sepanjang tongkat tersebut dengan lesatan menyamping. Sinar itu memotong tubuh Joko Tenang dan terus melesat jauh menghancurkan dinding yang rusak semakin hancur.
Dan kini, ada tiga tangan yang memegang Tongkat Jengkal Dewa. Dua tangan Aninda dan satu tangan Joko Tenang di tengah-tengah. Itu adalah situasi yang sangat menegangkan, terutama bagi Aninda Serunai.
Saat melesat di udara, Joko Tenang menggunakan ilmu yang namanya Hijau Raga, sehingga fisiknya berubah jadi manusia hologram yang raganya menjadi bayangan tidak tersentuh. Dia mendarat di depan Aninda Serunai dan tangan kanannya telah menggenggam tepat bagian tengah Tongkat Jengkal Dewa, di antara dua genggaman tangan Aninda Serunai pada tongkat.
Uniknya, Joko Tenang menggenggam tongkat itu hanya dengan dua jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk.
Zreeet!
“Akkr!” erang Joko Tenang saat ada aliran sinar merah dari tongkat yang mengaliri tubuhnya lalu meresap masuk. Joko Tenang sempat mengejang karena menahan sengatan yang hanya selama dua detik.
“Putri Bibir Merah mewariskan Tongkat Jengkal Dewa ini kepadaku melalui Ki Ageng Kunda Poyo, tapi kau merampoknya, hanya karena sama-sama sebagai keturunan Ratu Bibir Darah. Kau mempermalukan keluarga besar Ratu Bibir Darah, Aninda,” kata Joko Tenang datar. “Masa jayamu sudah berakhir, adikku.”
Ceklek! Set!
Dua jari tangan Joko Tenang tiba-tiba memutar bagian tengah tongkat yang dipegangnya.
Aninda Serunai terkejut bukan main. Ujung kanan dan kiri Tongkat Jengkal Dewa mendadak melesat masuk ke bagian tengah tongkat yang diameternya lebih besar. Dengan memendeknya tongkat pusaka itu, genggaman dua tangan Aninda Serunai jadi kehilangan pegangan. Kuatnya pegangannya tidak mampu menahan tongkat itu untuk memendekkan diri.
Blamm!
Setelah kehilangan pegangan pada tongkat, Aninda meledakkan tenaga dahsyat dari dalam tubuhnya. Itu adalah ilmu Letupan Bunga Matahari.
Joko Tenang langsung terpental keras dan jauh, jatuh di serakan bebatuan. Apesnya, Tongkat Jengkal Dewa yang dalam wujud sejengkalnya, lepas dari pegangan tangan Joko.
Melihat Tongkat Jengkal Dewa terlepas dari genggaman Joko Tenang, Aninda Serunai cepat melesat hendak memungutnya.
Zerzzz!
“Aakk!”
Namun, lesatan tubuh Aninda Serunai harus terhenti di udara, karena tubuhnya terjerat dan tertahan oleh lima aliran sinar hijau dari ilmu Lima Jeratan Terakhir milik Joko Tenang. Kelima tali sinar tanpa putus itu keluar dari kelima jari Joko.
Aninda Serunai menjerit nyaring.
Joko Tenang yang juga sudah menderita luka dalam akibat ilmu Letupan Bunga Matahari milik Aninda, cepat berkelebat menyambar Tongkat Jengkal Dewa. Sementara itu, satu tangannya tetap mengalirkan lima garis sinar hijau menyengat Aninda yang tertahan di udara.
Blas!
Sebelum tubuh Aninda Serunai hancur berkeping-keping oleh ilmu Lima Jeratan Terakhir, Joko Tenang memilih melepaskan tubuh Aninda. Tubuh wanita cantik itu terpental keras, lalu jatuh di lantai yang penuh batu tidak beraturan.
“Hukr!”
Aninda Serunai menyemburkan darah melalui mulutnya. Namun, ia segera berusaha bangkit.
Bdak! Begk!
“Hekh!”
Aninda Serunai kembali terkejut, ketika melihat Joko Tenang datang melesat dengan tubuh dilapisi sinar putih, kemudian menabraknya dengan keras. Tubuh Aninda Serunai terpental dan punggungnya menghantam dinding ruangan luas itu, lalu jatuh di lantai dengan tengkurap.
Aninda Serunai terdiam sejenak dalam posisi tengkurap. Tiga detik kemudian, kedua tangannya bergerak hendak bangkit.
“Nikmati hidupmu sebagai manusia tanpa kesaktian, Aninda!” seru Joko Tenang sambil menyelipkan tongkat pusaka di sabuknya. Ia lalu berbalik dan berkelebat pergi.
Alangkah terkejutnya Aninda Serunai mendengar perkataan Joko Tenang. Ia pun baru sadar bahwa ada yang berbeda pada dirinya. Ia merasakan sakit yang begitu luar biasa, lemas, seperti orang yang tidak memiliki kesaktian.
“Joko keparaaat!” teriak Aninda Serunai keras, setelah ia gagal mengeluarkan sedikit pun tenaga dalamnya.
“Joko keparaaat! Akan aku bunuh kau! Kembalikan kesaktianku!” teriak Aninda Serunai yang kembali tersadar dari pingsannya.
Pendekar Tanpa Nyawa hanya memandangi budaknya yang masih tergantung terbalik di dahan.
“Racun Mimpi Buruk sudah menyatu dengan tubuh dan otakmu. Jika tubuhmu terus kau isi dengan racun ini, sampai mengental di darah dan otakmu, maka kau tidak akan mengenal yang namanya kematian,” kata Pendekar Tanpa Nyawa sambil mulai menebalkan asap api di bawah kepala Aninda. (RH)
ya begitulah Om. semua demi cinta dan kerinduan😘🤣