Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Aku Tahu Lebih dari Yang Kau Tahu
Pangeran Ji-Woon terbangun dari tidurnya dengan mata yang masih berat. Tanpa membuka mata sepenuhnya, ia mencoba meraba hangatnya tubuh Seo-Rin di sampingnya, namun yang ia temui hanyalah selimut yang dingin. Seketika, ia tersentak bangun, kepanikan melanda hatinya. Seo-Rin tidak ada di sampingnya. Hanya ruang kosong yang menyisakan kehangatan yang perlahan menghilang.
Dengan gerakan cepat, Ji-Woon bangkit dari ranjang, memikirkan kemungkinan terburuk. Pikirannya melayang, membayangkan apakah sesuatu terjadi pada Seo-Rin saat ia tertidur. Tanpa membuang waktu, ia mengenakan jubah sutra berwarna gelap dan segera melangkah keluar kamar. Paviliun yang biasanya sunyi di pagi hari kini terasa semakin sepi tanpa kehadiran Seo-Rin.
Berlari kecil di sepanjang koridor, Ji-Woon hampir tak memperdulikan para dayang yang menunduk hormat ketika ia melewati mereka. Satu-satunya yang ada di pikirannya hanyalah menemukan Seo-Rin. Apalagi setelah malam yang baru saja mereka habiskan bersama, Pangeran Ji-Woon tidak bisa membiarkan jarak sekecil apapun memisahkan mereka. Bagi Ji-Woon, Seo-Rin bukan hanya seorang selir; dia adalah pusat dunianya.
Ketika tiba di taman kecil yang berada di paviliun, Ji-Woon akhirnya menemukan Seo-Rin—atau lebih tepatnya, Aluna—sedang duduk di tepi kolam bersama Jin-Ah. Mereka tampak terlibat percakapan yang hangat, bahkan sesekali terdengar tawa kecil yang begitu merdu. Seo-Rin mengenakan hanbok sederhana berwarna lembut, dengan rambut yang disanggul sederhana. Cahaya pagi memantulkan kilauan pada kulitnya, membuatnya tampak seperti sosok yang tidak nyata, seolah-olah ia adalah bagian dari keindahan taman itu sendiri.
Namun, di balik pemandangan yang begitu menenangkan itu, hati Ji-Woon merasakan kecemasan yang sulit dijelaskan. Apa yang membuat Seo-Rin meninggalkan ranjang mereka pagi ini? Mengapa ia tidak membangunkannya terlebih dahulu? Berbagai pertanyaan berkecamuk di benak Pangeran.
Ia melangkah mendekat, dan begitu Aluna menyadari kehadirannya, percakapan antara dirinya dan Jin-Ah terhenti. Jin-Ah cepat-cepat berdiri dan memberi hormat, sementara Aluna hanya menatap Ji-Woon dengan tatapan lembut namun penuh teka-teki.
“Seo-Rin,” panggil Ji-Woon dengan suara lembut namun terdengar sedikit gemetar. “Mengapa kau meninggalkan kamar begitu pagi? Aku khawatir mencarimu.”
Aluna berdiri, memberikan senyuman yang menenangkan. “Maafkan aku, Yang Mulia. Aku hanya ingin berbincang sejenak dengan Jin-Ah. Pikiranku begitu penuh akhir-akhir ini, dan aku hanya butuh udara segar.”
Ji-Woon tersenyum penuh arti, tatapannya lembut namun penuh intensitas, seakan-akan sedang menyelami pikiran Seo-Rin yang selalu sulit ditebak. “Aku bisa menemanimu mendapatkan udara segar yang kau inginkan,” ujarnya pelan. Tangan Ji-Woon terulur, meraih pergelangan Seo-Rin dengan lembut, mengajak Seo-Rin mengikuti langkahnya.
Seo-Rin—atau lebih tepatnya, Aluna—tidak menolak. Jemarinya terasa hangat dalam genggaman Ji-Woon, dan meskipun langkah pria itu tampak santai, ada semacam kegentingan tersembunyi dalam cara ia menggenggamnya. Seolah-olah, dalam sekejap mata, ia bisa kehilangan wanita di sampingnya ini.
Keduanya berjalan menyusuri lorong-lorong istana yang sunyi, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah pintu kayu berukir yang tersembunyi di balik dedaunan lebat. Ji-Woon mendorong pintu itu perlahan, membuka jalan menuju sebuah taman yang tersembunyi dari mata kebanyakan orang di istana.
“Seharusnya, di sini kau bisa mendapatkan udara yang lebih segar, Seo-Rin,” ucap Ji-Woon sambil memandang hamparan tanaman yang tertata indah di hadapan mereka. Aroma bunga yang merebak memenuhi udara, menciptakan suasana yang begitu menenangkan.
Aluna terpana dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Taman ini, meskipun telah ia bayangkan dalam novelnya, ternyata jauh lebih indah ketika dilihat langsung. “Aku tidak menyangka ... tempat ini lebih indah dari yang pernah kutulis,” gumamnya, tanpa sadar.
Ji-Woon menoleh, dahinya berkerut mendengar kalimat yang keluar dari bibir Seo-Rin. “Kau tulis? Apa maksudmu?” tanya Ji-Woon, kebingungan jelas terpancar di matanya.
Aluna tersadar dari ucapannya yang hampir membocorkan rahasia besarnya. Ia terkekeh pelan, mencoba menutupi kegugupannya. “Tidak, Yang Mulia. Aku hanya asal berbicara. Jadi, ini adalah tempat favoritmu, bukan?” tanyanya, berusaha mengalihkan topik.
Ji-Woon memandangi Seo-Rin dengan pandangan penuh selidik, tapi ia memutuskan untuk tidak menekan lebih jauh. “Bagaimana kau bisa tahu kalau ini adalah tempat favoritku?” tanyanya, suara Ji-Woon rendah namun penuh keingintahuan.
Seo-Rin menatap Ji-Woon dengan tatapan penuh arti, senyum tipis terukir di wajahnya. “Anda akan terkejut jika aku beritahu bagaimana aku tahu,” jawabnya, suaranya sedikit mengusik. “Tentu saja, aku tidak hanya tahu tentang tempat ini. Aku tahu lebih banyak hal tentang Anda, bahkan lebih dari yang Anda ketahui tentang diri Anda sendiri.”
Ji-Woon mengangkat alis, merasa tertantang namun juga bingung dengan pernyataan Seo-Rin. “Oh? Jadi, kau ini semacam peramal, hm?” canda Ji-Woon, mencoba meredakan ketegangan yang tiba-tiba menggelayuti suasana.
Aluna hanya terkekeh, menyembunyikan rahasia yang tidak akan pernah bisa ia ungkapkan. Tentu saja, ia tahu lebih banyak tentang Ji-Woon daripada siapapun, karena ia sendiri yang menciptakan karakter pria di hadapannya ini. Hobi Ji-Woon, cara bicaranya, kegemarannya pada taman tersembunyi ini—semua itu adalah bagian dari cerita yang pernah ia tulis dengan tangannya sendiri. Namun sekarang, cerita itu bukan lagi miliknya, melainkan kenyataan yang harus ia hadapi setiap hari.
Saat hari mulai merangkak naik, sinar bulan menyinari taman tersembunyi tersebut dengan lembut. Ji-Woon, yang sedari tadi memandang Seo-Rin dengan penuh perhatian, akhirnya berbicara lagi.
“Seo-Rin,” panggilnya lembut, namun ada nada yang lebih serius kali ini. “Ada sesuatu yang ingin kukatakan.”
Aluna menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Ji-Woon yang begitu dalam. “Apa itu, Yang Mulia?” tanyanya, suaranya bergetar tanpa disadarinya.
“Aku tahu kau sedang menghadapi banyak hal. Tekanan dari istana, dari Putri Mahkota, bahkan mungkin dariku,” Ji-Woon berhenti sejenak, mencoba menata kata-katanya. “Tetapi aku ingin kau tahu bahwa aku ada di sini bukan hanya sebagai Pangeran yang kau layani. Aku ada di sini sebagai seseorang yang peduli padamu. Kau tidak perlu berpura-pura kuat di depanku.”
Perkataan Ji-Woon membuat hati Aluna bergetar. Selama ini, ia selalu merasa bahwa Ji-Woon adalah sosok yang sulit ditebak, namun di saat-saat seperti ini, pria itu menunjukkan ketulusan yang tak pernah ia duga sebelumnya. Meski hatinya penuh dengan keraguan tentang masa depan yang menantinya, perasaan hangat perlahan mulai merayap ke dalam hatinya.
“Aku ... berterima kasih atas perhatianmu, Yang Mulia,” jawab Aluna dengan suara yang hampir berbisik. “Tetapi, ada beberapa hal yang tidak bisa kukatakan padamu ... setidaknya belum sekarang.”
Ji-Woon menatapnya dengan sabar, seakan mencoba membaca pikiran Seo-Rin. “Aku tidak akan memaksamu, Seo-Rin. Namun, apa pun yang kau hadapi, aku ingin kau tahu bahwa aku akan selalu ada di sisimu.”
Seo-Rin hanya bisa mengangguk, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyuman tipis. Hari itu, di bawah cahaya matahari yang memancar lembut di taman tersembunyi, mereka berdiri berdampingan, berbagi keheningan yang penuh makna. Di satu sisi, Ji-Woon berusaha memahami wanita yang berdiri di sampingnya, sementara Aluna berusaha keras menjaga rahasianya tetap terkunci rapat.
Namun, Aluna tahu waktu semakin berjalan, dan takdir yang ia tuliskan di novelnya kian mendekat. Jika ia tidak melakukan sesuatu, mungkin ia tidak akan bisa menyelamatkan dirinya, dari nasib tragis yang telah ia ciptakan.
Di dalam hatinya, Aluna berjanji—selama Pangeran Ji-Woon berada di sisinya, ia akan melakukan segalanya untuk mengubah akhir cerita ini. Sebuah akhir yang lebih baik dari yang pernah ia tulis, sebuah akhir yang memberikan mereka kesempatan untuk benar-benar bahagia.
Bersambung >>>