NovelToon NovelToon
Dunia Itu Sempit

Dunia Itu Sempit

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter Genius
Popularitas:43.8k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Lima tahun lalu mereka menikah, lima tahun lalu mereka juga bercerai. Divi Taslim, pria itu tidak tahu ibunya telah menekan istrinya–Shanum Azizah meninggalkannya. Kepergian wanita itu meninggalkan luka di hati Divi.

Ternyata, dunia begitu sempit, mereka kembali bertemu setelah lima tahun lamanya. Bukan hanya sekedar bertemu, mereka partner kerja di salah satu rumah sakit.

Bagaimana ceritanya? Mari ke DIS!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cincin yang Familiar

💐💐💐

Pria bertubuh jangkung, berkulit putih, dan bermata sipit berdiri di depan jendela dari salah satu ruangan di rumah sakit Garda Teaslime. Itu ruangan kerjanya sebagai dokter bedah, yang memiliki fasilitas lengkap, jauh berbeda dari ruangan dokter pada umumnya. Mengapa tidak? Pria berjas putih itu anak pemilik rumah sakit swasta tersebut. 

Divi berdiri dengan kedua tangan memasuki saku celananya bagian depannya. Kedua bola matanya melayang jauh memperhatikan bangunan perkantoran yang ada di seberang jalan, yang memisahkan rumah sakit dan bangunan tersebut. Dari jendela ruangan itu, matanya bisa menyaksikan aktivitas orang yang ada di bawah karena posisinya berada di lantai paling atas rumah sakit.

Ketukan pintu membuat Divi menoleh ke belakang, mengarahkan mata ke pintu. Lalu, berseru, menyuruh orang yang ada di balik pintu untuk masuk. Tubuhnya berputar mengarah ke pintu setelah melihat orang yang masuk adalah Milka, wanita yang sempat dibantu Shanum dan merupakan calon istrinya yang dijodohkan oleh ibunya sejak lima tahun lalu. 

"Sebenarnya aku membawa bekal untukmu. Tapi, aku meninggalkannya di mobil saat masuk, aku lupa." 

Milka tersenyum sambil meletakkan bekal makanan di tentengannya di atas meja bersamaan dengan tasnya. Kemudian, berjalan masuk ke toilet karena ingin buang air kecil. 

Baru beberapa detik Milka memasuki toilet di ruangan itu, ponsel wanita itu berdering dan sumbernya dari dalam tas yang ada di atas meja tersebut. Wanita itu mendengarnya samar dari toilet dan berseru menyuruh Divi menjawab sambungan telepon itu.

"Tolong jawab!"

Divi berjalan menghampiri meja, menggeledah isi tas menggunakan tangan kanannya untuk mencari ponsel tersebut. Tidak sengaja jari kelingkingnya mencongkel sesuatu benda yang membuat benda itu tersangkut, terbawa keluar dari tas bersamaan dengan ponsel itu. Dovi mengabaikan benda tersebut dan menaruhnya di atas meja, lebih utama baginya menjawab sambungan telepon setelah tahu ibunya yang menghubungi nomor itu. 

"Iya, Ma?"

"Milka di rumah sakit? Kebetulan sekali. Bilang sama dia kalau Mama akan ke rumah sakit nanti siang. Suruh dia menunggu Mama di restoran Borealis, restoran yang ada di seberang rumah sakit," pesan Medina.

"Iya," balas Divi, singkat.

Divi memutuskan sambungan telepon dan memasukkan kembali ponsel itu ke tempat asalnya. Beralih fokus Divi ke cincin tadi, beberapa detik ia memperhatikan aksesoris jari itu dengan dahi sedikit mengernyit, merasa familiar dengan cincin itu. 

"Siapa yang menelepon?" tanya Milka sambil membuka pintu toilet.

Divi mengambil cincin itu dan menggenggamnya.

"Mama. Mama bilang kalau dia mau kamu menunggunya nanti siang di restoran Borealis." Divi menyampaikan pesan Medina.

"Baiklah. Kamu jangan lupa sarapan. Kalau begitu, aku keluar dulu. Siang masih lama. Jadi, aku akan menemui teman-temanku dulu," ucap Milka sambil mengambil tasnya dari meja.

Milka keluar dari ruangan itu. Berlalu meninggalkan Divi yang akhirnya duduk di bangku kerjanya dan memperhatikan cincin dalam genggamannya dengan seksama. Jantungnya berdetak kencang, napasnya berderus cepat dengan ekspresi kaget tergambar di wajahnya.

"Tidak mungkin ini cincinnya. Mungkin saja kebetulan. Dia tidak mungkin ada di sini. Lupakan dia! Ini sudah lima tahun berlalu." Divi menarik laci meja dan memasukkan cincin itu di sana.

"Divi! Kita ke lobi untuk menemui semua petugas rumah sakit," ajak Marta, ayahnya yang berseru dari pintu.

Divi berdiri sambil merapikan jas dokternya dan berjalan keluar dari ruangan itu, mengikuti sang ayah dari belakang sampai mereka memasuki lift. 

Di dalam lift, tubuhnya mematung diam dan masih memikirkan cincin tadi yang bisa dibilang memenuhi benaknya.

"Secepatnya menikah dan kasih papa cucu. Papa butuh penerus." Marta menoleh ke samping, menatap Divi setelah mengakhiri kalimatnya. "Kamu dengar papa? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Marta, penasaran melihat anaknya dalam beban pikiran.

"Iya," balas Divi.

Divi mendengar perkataan Marta, tapi fokusnya lebih ke cincin tadi.

Mereka sampai di lantai terakhir dari gedung itu. Lift terbuka dan mereka keluar, berjalan berdampingan ke arah kerumunan di lobi. Mereka disambut oleh dua petugas keamanan yang sejak tadi bersiap-siap menunggu mereka di kedua sisi lift, tepat di depan pintu lift. Mereka berdiri mengapit mereka seperti ajudan.

Marta mengajak Divi berdiri di hadapan semua para perawat, dokter, maupun petugas lain yang bekerja di rumah Garda Teaslime. Sebenarnya tidak semua dari mereka, beberapa sedang bekerja di ruang operasi dan ada yang sedang memeriksa kondisi pasien di siang hari, salah satunya Shanum. Talita menghubungi nomor telepon Shanum untuk menyuruh wanita itu segera ke lobi, menyambut Divi.

"Cepatlah! Bukankah aku sudah bilang kalau dokter baru itu akan diperkenalkan? Dia tampan sekali. Ketampanannya mengalahkan ketampanan dokter Bian." Talita berbicara dengan suara kecil.

Kebetulan, Talita berada di barisan terakhir, tepat di belakang para dokter berdiri. Mereka berbaris seperti tentara yang sedang dilatih. Cukup rapi untuk di pandang. Beberapa keluarga pasien yang ada di rumah sakit itu menonton mereka menyambut Divi saat berlalu lalang dan menunggu anteran.

"Iya. Sekarang aku ke sana. Sekarang aku ada di lantai lima. OTW," balas Shanum, bergegas. 

Shanum memutuskan sambungan telepon. Setelah itu, memasukkan gawainya itu ke dalam saku baju dan berjalan keluar dari kamar pasien yang baru diperiksanya.

Beberapa menit kemudian, Shanum keluar dari lift tepat di lantai satu yang membawanya langsung ke lobi rumah sakit. Shanum berjalan dengan sedikit menundukkan kepala di samping mereka yang berkumpul dan berdiri, melewati keberadaan Divi dan Marta yang membelakangi keberadaannya. 

"Aku sedang bekerja. Ini terlalu berlebihan. Biasanya tidak begini," bisik Shanum dengan ke telinga kiri Talita dengan tatapan mengarah ke lantai setelah berdiri di samping temannya itu. 

"Ini bukan dokter biasa. Lihat saja!" Talita berbicara dengan gigi merapat, pandangannya mengarah ke depan, dan senyuman diperlihatkan.

Shanum mengangkat pandangannya mengarah sambil berdiri lurus dari posisi sebelumnya yang condong ke tubuh Talita. Senyuman yang baru terumbar malah memudar. Tubuhnya diam membeku dengan kedua bola mata menatap Divi tanpa berkedip. Ingatannya berputar, mengingat masa lalu yang sempat dihabiskan bersama pria itu, sang mantan suami.

“Bukankah dia di Singapura?" Shanum bertanya dalam hati.

Shanum melangkah mundur, menjauh dari kumpulan itu, berniat ingin meninggalkan rumah sakit. Divi masih belum sadar dengan keberadaannya, pria itu masih fokus berbicara memperkenalkan dirinya.

"Kamu mau ke mana?" Talita menarik tangan Shanum kembali ke posisi awal.

Tubuh Shanum tertarik ke depan dan tidak sengaja menodong tubuh dokter lain yang berdiri di hadapannya. Jeritan kaget dokter berjenis kelamin perempuan yang ditabrak Shanum menarik perhatian Divi. Ketika itu, barulah Divi melihat dan menyadari keberadaan Shanum. 

Divi berhenti berbicara di tengah kalimatnya yang belum usai. Sejenak pria itu terdiam tidak mampu berbicara. Shanum menundukkan kepala menghindari tatapan Dovi dan berharap pria itu tidak mengenalnya. 

"Saya harap kalian bisa bekerja sama dengan baik." Divi melanjutkan perkataannya.

Semua orang bertepuk tangan dan tersenyum senang. Shanum tidak bisa menahan diri untuk diam di posisinya lebih lama lagi. Pada akhirnya, wanita itu meninggalkan lobi, berjalan keluar dari rumah sakit untuk menghindari Divi.

1
Ani Basiati
lanjut jgn lama2 thor
Yuli Purwati
lanjut....
Mariyam Iyam
lanjut
Mas Tista
Luar biasa
Bungatiem
sahnum seneng banget tabrakan dah
aca
namanya Denis apa. riza seh
Ig: Mywindersone: Denis, Kak ... salah tulis.
total 1 replies
S. M yanie
semangat kak
LISA
Siapa y dia
LISA
Apakah Divi mau kembali pd Shanum
LISA
Ceritanya menarik nih
LISA
Aq mampir Kak
Anita Jenius
5 like buatmu ya kak. semangat terus.
Ig: Mywindersone: Terima kasih.🥰
total 1 replies
Anonymous
👍🏼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!