Dunia Itu Sempit
💐💐💐
Sepasang kaki beralaskan sepatu high heels hitam sedikit tinggi berjalan di lantai keramik putih dari sebuah rumah sakit. Pemiliknya seorang wanita bertubuh sedikit tinggi, bermata kecil, dan berkulit putih bersih. Wanita tersebut perawat baru di rumah sakit itu, Rumah sakit Garda Teaslime. Baru satu minggu ini wanita itu bekerja di sana, setelah pindah kerja dari salah satu rumah sakit di Bali.
"Sha …! Ehem!" Wawan, petugas kebersihan rumah sakit yang masih muda menggodanya.
Shanum Azizah, itu nama lengkap wanita tersebut dan ramah tamah itulah sifatnya. Baru seminggu bekerja, hampir semua petugas di rumah sakit mengenalnya sampai jajaran dokter. Sifat itu yang membuat para pasiennya betah dirawat olehnya.
Begitu pagi, Shanum sudah berada di rumah sakit. Bukan karena rajin, ada barangnya yang tertinggal semalam dan diharapkan masih ada di ruangannya, belum diusik oleh petugas kebersihan. Kedua kaki Shanum berjalan maju berganti melewati beberapa kamar pasien, di lorong rumah sakit yang masih sunyi, dalam balutan baju perawat berwarna putih dan rambutnya masih digerai memanjang ke belakang. Tangan kirinya memegang kotak kado berukuran sedang, yang dililit pita pink di atasnya.
Kaki Shanum berhenti di depan sebuah kamar pasien dan membuka pintu tersebut.
"Selamat pagi!" Shanum menyapa mereka yang ada di dalam kamar tersebut.
"Suster Shanum. Itu kado untukku?" Gadis usia lima tahun di kamar itu girang melihat kemunculan Shanum bersama kotak kado di tangannya.
"Suster Shanum. Tidak perlu repot-repot." Ibu anak itu merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa. Hari ini ulang tahunnya, kan? Kalau begitu, ini kado untuk Elis. Tapi, harus rajin minum obat, ya? Biar cepat sembuh," pesan Shanum sambil menyodorkan kotak kado ke tangan Elis, anak yang dirawatnya sejak dua hari lalu.
Usai memberikan kado itu, Shanum memeriksa kondisi anak tersebut dan tersenyum senang menyadari kesehatan anak itu semakin membaik. Senyumannya sudah membuat kedua orang tua anak itu tahu bagaimana kondisi buah hati mereka.
"Sha? Dokter Bian menyuruhmu ke ruangannya!" Talita, perawat lain berseru dari pintu.
Shanum mendongak dan menganggukkan kepala untuk merespons perkataan Talita. Lalu, membelai lembut rambut Elis sebelum berjalan keluar meninggalkan kamar itu.
Setelah keluar dari kamar tersebut, Shanum menyanggul rambutnya Dnegan mudah, lalu memasukkan kedua tangan itu ke dalam saku bajunya dan lanjut berjalan di lorong rumah sakit yang tadi dilewatinya menuju lobi. Tangan kanannya merasakan sesuatu di saku sebelah kanan, membuat kakinya melambat sambil mengeluarkan sesuatu yang menarik perhatiannya dari saku sisi kanan seragamnya itu.
Ternyata cincin. Satu minggu lalu Shanum kehilangan cincin itu, tepat di hari pertama dirinya berkerja.
"Ternyata di sini." Shanum tersenyum bodoh.
Kecepatan langkah kaki Shanum kembali normal. Dalam perjalanan menuju ruangan Bian, Shanum melihat seorang wanita mengutip alat-alat make-up yang beserakan di lantai bersama beberapa kartu penting yang berasal dari tasnya. Shanum tidak tinggal diam, tangannya ringan menolong mengutip barang-barang tersebut memasuki tempat asalnya. Shanum tidak sadar ikut memasukkan cincinnya tadi ke dalam tas tersebut
"Lusiana Milka." Dalam hati, Shanum membaca nama di kartu identitas wanita itu yang ada di tangannya.
"Terima kasih," ucap wanita cantik bermata besar itu dan mengambil kartu identitas di tangan Shanum.
"Iya,” balas Shanum.
Mereka sama-sama berdiri dari jongkokan tubuh memungut barang-barang tadi. Kemudian, Shanum melanjutkan perjalanan menuju ruangan Bian dan wanita itu juga melanjutkan perjalanan keluar dari rumah sakit.
Tangan kanan Shanum mengetuk pintu ruangan Bian. Terdengar suara pria menyuruhnya masuk yang membuat Shanum memasukinya dan berdiri di hadapan dokter tampan berdarah Batak itu, Bian Syafani. Pria itu tengah sibuk memeriksa lembaran hasil pemeriksaan pasiennya.
“Bantu aku, Sha,” pinta Bian.
Bukan karena membutuhkan bantu, itu modus belaka Bian untuk mendekati Sahnum. Dan, Talita membantunya dalam hal itu. Bian berusaha menjalin koneksi baik dalam berkomunikasi bersama Shanum. Bahkan, pria itu menceritakan hal-hal di luar pekerjaan mengenai dirinya dan anaknya yang masih berusia lima tahun. Iya, Biak seorang duda beranak satu.
"Rambutmu bagus digerai seperti pagi ini. Sayang sekali, peraturan rumah sakit mengharuskan kamu menyanggulnya,” kata Bian, sedikit kaku saat berbicara.
Shanum hanya diam tersenyum ringan.
“Hmm … kamu suka anak-anak?" tanya Bian, menatap Shanum dengan tatapan dalam.
"Iya. Kenapa, Dok?" Shanum bertanya balik sambil tersenyum pelik.
"Belum berniat untuk menikah? Katanya usiamu sudah 30 tahun. Jangan terlalu lama menunda pernikahan." Bian memberikan sinyal, mulai mengutarakan keinginan untuk menikahi Shanum.
Shanum diam seribu bahasa, lalu menggelengkan kepala dan tersenyum paksa. Pertanyaan itu membuat Shanum merasa risih. Selain itu, Shanum bisa membaca arah tujuan Bian berbicara. Oleh sebab itu, wanita itu mencari cara untuk menghindari pembicaraan mengenai hal tersebut sambil memutar mata memperhatikan benda-benda di sekitarnya saat Bian kembali memperhatikan berkas pasien di tangan pria itu.
***
Di dapur rumah sakit, Talita menggosipkan Bian dan Shanum kepada beberapa teman-temannya, menceritakan ketertarikan Bian kepada Shanum sejak pertama kali wanita itu bekerja di sana. Di tengah gosip mereka membubung, Shanum muncul dan memperhatikan mereka dengan mata mengecil dan dahi mengerut dari pintu dapur. Setiap mulut yang ada di dapur itu bungkam dan memperlihatkan senyuman berlandas topeng.
"Kalian percaya dengan mulut satu ini? Jangan mempercayainya." Shanum menghampiri Talita dan mengunci leher Talita dengan kedua tangannya, menyeret wanita itu keluar dari dapur.
"Sakit, Sha ...." Talita memukul tangan Shanum.
"Makanya, jangan suka gosip.” Shanum melepaskan seretan tubuh Talita. “Tunggu, mengapa aku merasa dirugikan? Sebagai gantinya, kamu traktir aku sarapan di kantin.” Shanum mencari alasan agar bisa makan gratis.
"Kebiasaan. Bilang saja bayarkan sarapanku. Tidak harus pakai drama segala. Ayo!" Talita merangkul bahu Shanum, memboyong wanita itu ke kantin. Mereka jalan berdampingan menuju kantin.
Di kantin, Shanum menyantap sepiring nasi goreng yang ada di hadapannya. Talita menggaruk pelipis melihat dan memikirkan sikap dingin Shanum setelah mendengar cerita temannya itu mengenai Bian yang tidak disukainya. Di saat semua orang mencoba menarik perhatian dokter tampan itu, Shanum malah menghindari pria itu.
"Kenapa? Ada nasi di pipiku?" Shanum bertanya dalam kondisi mulut masih penuh.
"Aneh! Dokter Bian kurangnya apa coba? Dasar pemilih. Kamu dan dokter Bian itu udah cocok, cuma dia duda anak satu, itu saja. Itu bukan masalah, Sha. Duda dan perawan," kata Talita sambil menyatukan kedua jari telunjuknya.
Kebetulan Shanum sedang minum, air yang ada di mulut wanita itu tersembur keluar dan mengenai wajah dan baju Talita. Shanum sontak kaget mendengar perkataan Talita yang menyebut dirinya masih perawan. Padahal, dirinya sudah janda di usia 25 tahun. Hanya saja, tidak ada satupun orang di rumah sakit yang tahu mengenai hal itu.
Shanum mengambil tisu yang ada di hadapannya dan memberikannya kepada Talita sambil meminta maaf. Shanum tersenyum melihat temannya itu kebasahan akibat tingkahnya, melihat Talita menghentak kesal melap baju dan wajahnya sambil menatapnya dengan mata tajam.
"Maaf, Ta. Aku nggak sengaja. Jangan marah ...," bujuk Shanum sambil tersenyum rayu.
"Terserah. Oh iya, kamu udah tau dokter yang baru masuk hari ini? Dia dokter baru di sini, pindahan dari luar negeri. Dia anak pemilik rumah sakit ini," terang Talita, antusias sampai lupa akan kekesalannya.
"Tidak."
"Kudet, kurang update. Kamu itu emang membosankan. Nanti siang kita berkumpul dan menyambutnya. Jangan sampai lupa," pesan Talita.
"Kalau ingat. Ayo makan!" ajak Shanum, kembali lanjut memakan sarapannya.
Semburan air dari mulut Shanum juga mengenai sarapan Talita, membuat wanita itu enggan memakannya. Shanum tersenyum sumringah, tahu wanita itu merasa jijik. Oleh sebab itu, ia memanggil penjual kantin untuk mengantarkan sepiring nasi goreng yang baru.
"Aku yang akan bayar." Shanum lanjut menyendok nasi goreng ke mulutnya dan mengedipkan salah satu mata ke arah Talita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
S. M yanie
semangat kak
2024-05-28
1
LISA
Aq mampir Kak
2024-05-26
1