Dunia Itu Sempit

Dunia Itu Sempit

Sebuah Cincin

Sepasang kaki beralaskan sepatu high heels hitam sedikit tinggi berjalan di lantai keramik putih dari sebuah rumah sakit. Pemiliknya seorang wanita dengan tinggi sekitar 170 cm, bermata kecil, dan berkulit putih bersih. Wanita tersebut perawat baru di sana, Rumah Sakit Garda Teaslime. Satu minggu telah dihabiskan di sana, sejak pindah tugas dari salah satu rumah sakit di Bali.

Seorang petugas kebersihan rumah sakit berjenis laki-laki, sebaya dengan wanita itu menghentikan tugas sejenak untuk menggoda sebagai bahan candaan. Deheman dibunyikan, menarik perhatian wanita itu sampai berhenti berjalan tepat di samping pria berseragam kebersihan itu.

Shanum Azizah. Wanita ramah itu menyipitkan mata menatap pria tersebut dengan umbaran senyuman. Baru seminggu bekerja, hampir semua petugas di rumah sakit mengenalnya, tidak hanya jajaran tenaga medis.

"Tumben datang lebih awal, Sus," ucap Wawan, pria yang beberapa hari ini bercanda setiap pagi dengan Shanum.

“Iya. Pengen liat kamu.” Shanum tersenyum dan melanjutkan perjalanan.

Shanum masuk lebih awal karena ada barang yang tertinggal semalam dan diharapkan barang tersebut masih ada di ruangannya, belum diusik oleh petugas kebersihan. Beberapa kamar pasien dilewati, di lorong rumah sakit yang masih sepi dalam balutan baju perawat berwarna putih dan rambut sepinggang tergerai lurus. Karena belum jam kerja, penampilan masih seperti wanita rumahan.

Langkah Shanum terhenti di depan sebuah kamar pasien. Tubuh perlahan menghadap pintu. Rambut tergerai diikat menggunakan ikat rambut yang melingkari pergelangan tangan kanannya sebelum akhirnya memasuki kamar tersebut.

“Selamat pagi!” Shanum menyapa mereka yang ada di kamar tersebut.

Seorang ibu sedang membantu anaknya untuk memegangi botol air minum. Gadis usia lima tahun berambut panjang itu langsung antusias melihatnya. Gadis itu langsung memeluk Shanum yang berdiri di samping ranjangnya.

Shanum merogoh saku seragam bagian depan sebelah kiri, mengeluarkan cokelat batangan, juga jepitan rambut berbentuk pita. Kedua benda tersebut diberikan kepada gadis imut bermata besar itu.

"Cepat sembuh. Biar bisa main sama teman-teman.” Shanum membelai lembut rambut gadis kecil itu.

“Terima kasih, Sus,” ucap ibu gadis tersebut.

Shanum menganggukkan kepala dengan senyuman ramah yang menunjukkan sisi kelembutan.

Sifat baik hati yang dimiliki Shanum membuat para pasien maupun keluarga pasien merasa senang dengannya. Mereka mudah akrab jika telah berkomunikasi dengan seorang Shanum.

"Sha?” Seseorang membuka pintu.

“Dokter Bian menyuruhmu ke ruangannya!" Talita, perawat lain berseru dari pintu.

Shanum mengangguk dalam kebisuan. Tangan kembali membelai rambut gadis kecil bernama Elis itu sebelum akhirnya meninggal kamar tersebut.

Shanum mengubah gaya rambut yang dikuncir menjadi sanggulan dengan kaki berjalan tanpa henti. Kedua tangan dimasukkan ke dalam kedua kantong seragam bagian depan. Langkahnya melambat setelah merasakan sesuatu di kantong sebelah kiri. Cincin yang dicari-cari sejak satu minggu lalu ternyata berada di sana.

"Ternyata di sini." Shanum tersenyum bodoh.

Kecepatan langkah kaki Shanum kembali normal. Dalam perjalanan menuju ruangan Bian, Shanum melihat seorang wanita mengutip alat-alat kosmetik dan beberapa kartu penting yang berserakan di lantai, semua berasal dari tas jinjing yang terjatuh dalam keadaan terbuka. Shanum menghampiri wanita itu, merendahkan posisi tubuh sebelum mengutip barang-barang tersebut dan menaruhnya kembali ke tempat asalnya. Shanum tidak sadar ikut memasukkan cincin yang berada dalam genggamannya ke dalam tas tersebut.

"Lusiana Milka." Dalam hati, Shanum membaca nama di kartu identitas wanita itu yang baru dikutip.

"Terima kasih," ucap wanita cantik bermata besar itu sambil mengambil kartu identitas tersebut dari tangan Shanum.

Shanum menganggukkan kepala sambil tersenyum.

Mereka sama-sama berdiri dari posisi jongkok. Shanum melanjutkan perjalanan menuju ruangan Bian, sedangkan wanita itu melanjutkan perjalanan keluar dari rumah sakit.

Tangan kanan Shanum mengetuk pintu ruangan Bian, salah satu dokter jantung di rumah sakit tersebut. Suara pria membuat Shanum lanjut masuk dan berdiri di hadapan dokter tampan berdarah batak itu, Bian Syafani. Pria itu tengah sibuk memeriksa beberapa lembaran kertas hasil pemeriksaan kesehatan pasiennya.

“Bantu aku, Sha,” pinta Bian tanpa menatap Shanum.

Bukan karena membutuhkan bantu, itu modus belaka Bian untuk mendekati Shanum yang diketahui masih sendiri. Pendekatan yang dilakukan Bukan disadari Shanum, tapi wanita itu diam dan merespons dengan cara yang baik.

"Rambutmu bagus di gerai seperti pagi ini. Sayang sekali, peraturan rumah sakit mengharuskan kamu menyanggulnya,” ucap Bian sambil memperhatikan Shanum yang sibuk memeriksa keras yang sebelumnya disodorkan.

“Bisa saja.” Hanum tersenyum.

Shanum lanjut memeriksa lembaran kertas di tangannya.

“Hmm … kamu suka anak-anak?" tanya Bian, menatap Shanum dengan cukup tatapan dalam.

Shanum berhenti membolak-balikkan kertas dan mendongak, menatap keseriusan Bian. Kesunyian tercipta dalam keseriusan tatapan yang saling beradu.

"Belum berniat untuk menikah? Katanya usiamu sudah 30 tahun. Jangan terlalu lama menunda pernikahan." Bian memberikan sinyal, mulai mengutarakan keinginan untuk menikahi Shanum.

“Eumm … saya lupa, ada urusan penting yang harus saya lakukan, Dok. Permisi.” Shanum menaruh kertas di tangannya ke atas meja dan bergegas keluar dari ruangan itu.

Bian menatap pintu. Mengumpulkan asumsi-asumsi di benaknya atas respons Shanum terhadap pertanyaannya. Satu hal yang ditakuti, membuat Shanum tidak nyaman dan menaruh pendapat buruk tentangnya di benak wanita itu.

***

Di dapur rumah sakit, Talita membicarakan Bian dan Shanum kepada beberapa teman kerjanya. Menceritakan ketertarikan Bian kepada Shanum sejak pertama kali wanita itu bekerja di sana. Di tengah gosip mereka membumbung, kemunculan Shanum memblokir segala bibir. Shanum berdiri di depan pintu memperhatikan senyuman di bibir mereka dengan mata mengecil dan dahi mengerut.

"Kalian percaya dengan mulut satu ini? Jangan mempercayainya." Shanum menghampiri Talita dan mengunci leher Talita dengan kedua tangan dari belakang, menyeret wanita itu keluar dari sana.

"Sakit, Sha ...." Talita memukul tangan Shanum.

"Makanya, jangan suka gosip.” Shanum melepaskan tangan yang mengurung tubuh Talita setelah mereka berada tepat di depan pintu dapur, di lorong yang akan membawa mereka ke arah luar rumah sakit bagian belakang.

“Siapa yang gosip? Kenyataannya begitu, kan?” tanya Talita dengan wajah serius.

“Lita ….” Shanum tampak kecewa.

“Bercanda. Sekarang kita ke kantin. Kamu pasti belum sarapan. Tumben-tumben ke rumah sakit sepagi ini.” Talita merangkul bahu Shanum, memandu saling berjalan menuju kantin rumah sakit.

Sepiring nasi goreng disantap Shanum dengan lahap sambil bercerita. Talita menggaruk pelipis memperhatikan sambil memikirkan sikap dingin Shanum yang tampak terhadap Bian. Di saat semua orang mencoba menarik perhatian dokter tampan itu, Shanum malah menghindari pria tersebut. Hal itu membuat Talita bingung.

"Kenapa? Ada nasi di pipiku?" Shanum bertanya dalam kondisi mulut masih penuh melihat tatapan serius Talita terhadapnya.

"Dokter Bian kurangnya apa coba? Dasar pemilih. Kamu dan dokter Bian itu udah cocok, cuma dia duda anak satu, itu aja. Itu bukan masalah, Sha. Duda dan perawan," kata Talita sambil mempertemukan dua jari telunjuk.

Gigi berhenti mengunyah. Shanum menatap Talita dengan wajah kaget setelah mendengar kata perawan yang keluar dari mulut temannya itu. Padahal, dirinya sudah menjanda di usia 25 tahun. Hanya saja, tidak ada satupun orang di rumah sakit yang tahu mengenai hal tersebut.

“Kamu kenapa? Sudah sadar?” tanya Talita.

“Iya. Sadar kamu juga masih belum punya pasangan. Sepertinya usiamu lebih tua dariku.” Shanum tersenyum dengan candaan.

“Dasar!”

Topik pembicaraan tak lagi jadi serius. Talita meninggalkan topik tersebut.

"Oh iya, kamu udah tau ada dokter baru yang akan masuk hari ini? Dia pindahan dari luar negeri. Dia anak pemilik rumah sakit ini," terang Talita, antusias dengan penggambaran indah dalam benaknya terhadap pria yang diceritakan.

"Tidak."

"Kudet, kurang update. Kamu itu emang membosankan. Nanti siang kita berkumpul dan menyambutnya. Jangan sampaI lupa," pesan Talita.

“Di mana?”

“Di lobi utama. Dasar!” Talita sedikit kesal dengan respons santai Shanum, terlihat tidak tertarik dengan topik pembicaraan mereka.

Terpopuler

Comments

S. M yanie

S. M yanie

semangat kak

2024-05-28

1

Lisa

Lisa

Aq mampir Kak

2024-05-26

1

lihat semua
Episodes
1 Sebuah Cincin
2 Dokter Baru
3 Mau Menghindariku?
4 Dunia Terasa Sempit?
5 Saya yang akan Bayar
6 Masih Peduli
7 Kamu Demam?
8 Kamu Harus Merawatku
9 Pacar Mama?
10 Pengunduran Dirimu Ditolak!
11 Ayahnya Siapa?
12 Tidak Menyalahkanmu
13 Siapa Pria Itu?
14 Benar
15 Mama Memanfaatkan Situasi
16 Kamu Cemburu?
17 Itu karena ....
18 Kak Shanum Kenapa?
19 Tanyakan pada Mamamu
20 Maka Kamu Harus Bersamaku
21 Hari Ini Tidak Lagi Shanum
22 Kamu Anggap Aku Apa?
23 Kita Lihat Besok
24 Dengan Caraku
25 Biar Saya yang Memeriksanya
26 Kita Kembali Menikah
27 Itu Perjanjian Apa?
28 Wanita Paling Cantik Malam Ini
29 Di Luar Kendaliku
30 Kenapa Kalian Tidak Memberitahuku?
31 Sibuk di Tengah Malam
32 Perlu Aku Bantu?
33 Keracunan Makanan
34 Mungkin akan Lebih Mudah
35 Siapa yang Kamu Hubungi Sejak Semalam?
36 Kami Tidak Mungkin Lupa
37 Berguna Juga
38 Kamu Tidak Bisa Menyangkal Lagi
39 Saya Bukan Pelakunya, Pak!
40 Bagaimana Aku Bisa Tenang?
41 Bukannya Kamu
42 Gajinya Kurang?
43 Supaya Mereka Sadar
44 Sebentar Lagi Kamu Masuk Penjara
45 Tidakkah Ini Aneh?
46 Perasaanku Tidak Enak
47 Pegang Janjimu
48 Memang Bukan Perawat
49 Lihat ke Atas!
50 Kesepakatan Tambahan
51 Divi Sudah Menceritakannya
52 Kalian Membisikkan Apa?
53 Enak-Enakan di Belakangku
54 Untuk Pasangan
55 Kamu Apa-Apaan?
56 Masih Marah?
57 Kamu Mencurigainya?
58 Memantau dari Jauh
59 Kabar Buruk
60 Wanita Itu Gila
61 Sepertinya Belum
62 Semuanya Sudah Berakhir?
63 Buru Baca Cerita On-Going Ke-enam Author!
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Sebuah Cincin
2
Dokter Baru
3
Mau Menghindariku?
4
Dunia Terasa Sempit?
5
Saya yang akan Bayar
6
Masih Peduli
7
Kamu Demam?
8
Kamu Harus Merawatku
9
Pacar Mama?
10
Pengunduran Dirimu Ditolak!
11
Ayahnya Siapa?
12
Tidak Menyalahkanmu
13
Siapa Pria Itu?
14
Benar
15
Mama Memanfaatkan Situasi
16
Kamu Cemburu?
17
Itu karena ....
18
Kak Shanum Kenapa?
19
Tanyakan pada Mamamu
20
Maka Kamu Harus Bersamaku
21
Hari Ini Tidak Lagi Shanum
22
Kamu Anggap Aku Apa?
23
Kita Lihat Besok
24
Dengan Caraku
25
Biar Saya yang Memeriksanya
26
Kita Kembali Menikah
27
Itu Perjanjian Apa?
28
Wanita Paling Cantik Malam Ini
29
Di Luar Kendaliku
30
Kenapa Kalian Tidak Memberitahuku?
31
Sibuk di Tengah Malam
32
Perlu Aku Bantu?
33
Keracunan Makanan
34
Mungkin akan Lebih Mudah
35
Siapa yang Kamu Hubungi Sejak Semalam?
36
Kami Tidak Mungkin Lupa
37
Berguna Juga
38
Kamu Tidak Bisa Menyangkal Lagi
39
Saya Bukan Pelakunya, Pak!
40
Bagaimana Aku Bisa Tenang?
41
Bukannya Kamu
42
Gajinya Kurang?
43
Supaya Mereka Sadar
44
Sebentar Lagi Kamu Masuk Penjara
45
Tidakkah Ini Aneh?
46
Perasaanku Tidak Enak
47
Pegang Janjimu
48
Memang Bukan Perawat
49
Lihat ke Atas!
50
Kesepakatan Tambahan
51
Divi Sudah Menceritakannya
52
Kalian Membisikkan Apa?
53
Enak-Enakan di Belakangku
54
Untuk Pasangan
55
Kamu Apa-Apaan?
56
Masih Marah?
57
Kamu Mencurigainya?
58
Memantau dari Jauh
59
Kabar Buruk
60
Wanita Itu Gila
61
Sepertinya Belum
62
Semuanya Sudah Berakhir?
63
Buru Baca Cerita On-Going Ke-enam Author!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!