Kemala adalah seorang wanita mandiri yang masih memiliki suami. Namun karena suami yang sangat pelit ia terpaksa bekerja sambil membawa anak nya yang masih kecil. setiap hari Burhan suaminya hanya memberi uang sebesar 10.000 rupiah beserta uang jajan untuk nya. Selama menikah dengan Burhan ia hanya tahu bahwa Burhan adalah seorang supir truk pengangkut sawit, tanpa ia ketahui suaminya itu adalah manajer di perusahaan kelapa sawit terbesar di kota itu. bagaimana kah kelanjutan rumah tangga Kemala? akan kah badai itu terus menerus datang ataukah akan ada pelangi setelah hujan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Uang Jajan ku dua ribu
Setelah puas menyiksa ku, ibu mertua langsung pergi meninggalkan kami begitu saja. Aska ku masih diam di tempatnya dengan air mata yang menggenang. Ia seperti sedang menahan sesuatu agar air mata itu tidak tumpah.
Ibu mertuaku tidak akan mau tahu apapun. Yang paling penting bagi nya adalah anaknya, Tiwi dan Tika. Bagi nya kami hanya lah orang lain yang bisa saja dibuang kapan pun mereka inginkan.
"Aska sayang, maafin Bunda ya. Karena Bunda sudah membuat Aska melihat hal yang tidak perlu Aska lihat. Sekali lagi Bunda minta maaf nak." ucapku sambil mendarat kan beberapa ciuman di keningnya.
"Bunda nggak salah. Selama ini mereka yang udah jahat sama Bunda. Bunda yang sabar ya, tunggu Aska besar nanti akan Aska bawa bunda pergi dari rumah penyihir ini."
"Aska sayang, nggak boleh ngomong kasar begitu ya nak. Itu nenek Aska. terhadap orang yang lebih tua kita harus sopan sayang."
Kemala memeluk anak laki-laki nya dengan erat sambil mencium ubun-ubun kepalanya dan mengucapkan kata-kata baik. Ia tidak ingin anak nya menyimpan dendam.
Walau bagaimanapun Ibu mertua ku adalah nenek nya. Nenek yang harus ia hormati dan kasihi.
Memang selama ini kami tinggal dirumah pemberian mertuaku. Rumah yang beralaskan atap Rumbia, berdinding papan dan berlantaikan tanah yang sudah padat.
Setelah menenangkan Aska, Aku membereskan sisa nasi yang sudah tidak layak di sentuh. Sepotong ayam yang ku sisakan untuk bang Burhan ku berikan kepada Aska anak ku. Biarlah, aku sudah tidak peduli jika nanti ia murka.
Ku lihat jilbab satu-satunya milik ku yang masih layak pakai kini telah robek. Aku bahkan tidak memiliki jilbab lain yang bisa menutupi aurat ku.
Dengan kain bekas gendongan Aska semasa kecil, aku pergi mencari nafkah. Kain itu ku pakai di atas kepala sebagai pengganti jilbab yang telah koyak.
Sandal yang sudah tidak layak pakai lagi, ku ikat disana sini dengan tali plastik agar tidak putus. Baju ku jangan ditanya lagi seperti apa bentuk dan warnanya.
Tambalan sana sini untuk menutupi sobekan nya. Untung saja ada tetangga yang baik hati mau memberikan kain perca kepadaku.
Setelah memakai celana, aku melapisi nya lagi dengan kain sarung usang. Aku takut celana yang lemah ini akan sobek ketika aku sedang mencari berondolan (sawit yang sudah terlepas dari tandan nya.)
Pekerjaan ku sehari-hari adalah mencari berondolan untuk uang jajan anakku. Uang sepuluh ribu ditambah dua ribu tidak lah cukup untuk makan kami sehari-hari. Bang Burhan menambahkan uang dua ribu untuk uang jajan ku kata nya.
"Lihatlah perempuan diluar sana tidak ada yang seberuntung kau Kemala! Bahkan kau ku beri jajan setiap hari nya." Ucap bang Burhan kala itu.
Aku tidak pernah menjawab ucapan nya. Aku selalu menunduk jika ia berbicara. Bang Burhan bisa marah jika aku menatap wajahnya. Ku terima setiap uang pemberian nya dengan ikhlas. Walaupun uang itu akan terpakai lagi untuk nya nanti.
Uang yang sering ia berikan terkadang habis untuk bang Burhan sendiri. Aku bersyukur masih kuat dan mencari nafkah sendiri. Tidak bisa ku bayangkan nasib Aska tanpa ku.
Uang dari mencari berondolan sebagian ku tabung untuk masa depan Aska. Dan sebagian nya lagi ku beri kan kepada Aska jika aku sedang mencari berondolan. Aku tidak ingin anak ku hanya menelan ludah saat temannya yang lain membeli jajan. Sekarang yang jadi fokus ku saat ini adalah Aska anak ku.
Jika mengharap dari bang Burhan, aku bukan hanya mendapat makian dan cacian. Tapi bisa saja bang Burhan akan melayang kan tamparan ke pipi tirus ku ini.
Aku tidak ingat kapan terakhir kali membeli pakaian. Sabun mandi saja selalu ku belah menjadi empat bagian agar hemat. Dan terkadang sabun dan sampo ku jadikan satu.
"Bunda, lihat disana banyak jamur sawit. Ayo kita ambil bunda."
Seketika lamunan ku buyar karena suara Aska yang memekik keras.
Hari ini ia minta ikut untuk mencari berondolan. Mungkin rejeki kami bisa mendapatkan banyak jamur. Aska sangat menyukai nya.
"Iya sayang, ayo kita ambil. Dan ingat, jangan di ambil semua."
"Kenapa Bunda? Kan ini rejeki kita."
"Kita nggak boleh serakah ya nak. Ambil secukupnya untuk kita. Biarkan orang lain juga merasakan jamur ini seperti kita."
"Baik Bunda. Aska senang punya Bunda yang baik seperti ini."
Ucapan Aska membuat pipi ku memerah. Anak ku memang sangat manis.
seandainya bang Burhan bisa semanis itu. aku pasti akan sangat beruntung. namun itu semua hanya lah dalam hayalanku saja.
Bang Burhan dulu pernah semanis madu saat pertama kali mendekatiku. Dia adalah salah satu dari sekian banyaknya pemuda yang ingin meminang ku.
Saat itu orang tua ku terlanjur kecewa, pemuda yang di tunggu-tunggu akan datang melamar ku ternyata tidak tampak batang hidung nya.
Bukan hanya orang tua ku. Aku pun sangat kecewa dan terpukul dengan perlakuan nya terhadap keluarga kami. Pemuda itu adalah satu-satunya cinta yang hadir dalam hati ku.
Namun cinta itu di hancurkan sebelum berkembang. Pemuda itu menghilang tanpa jejak setelah terakhir kali kami bertemu.
" Aku siap mengganti kan calon suami Kemala pak." ucap bang Burhan kala itu.
Dengan berani nya ia mengatakan ingin menggantikan Pemuda yang tidak bertanggung jawab itu.
Aku yang sudah sakit hati, dan orang tua ku yang kecewa, akhirnya menerima bang Burhan. Dan kami pun bertunangan hari itu juga.
Tidak ada senyuman di bibir ku. Hati ku telah patah menjadi dua. Akhirnya ku terima dengan lapang dada apa yang telah menjadi takdir ku.