Hanya karena ingin membalas budi kepada Abram, lelaki yang telah menolongnya, Gisela memaksa menjadi istri lelaki itu meskipun ia harus mendapat perlakuan kasar dari Abram maupun mertuanya. Ia tetap bersabar.
Waktu terus berlalu, Gisela mengembuskan napas lega saat Abram mengajak tinggal di rumah berbeda dengan mertuanya. Gisela pikir kehidupan mereka akan lebih baik lagi. Namun, ternyata salah. Bak keluar dari kandang macan dan masuk ke kandang singa, Gisela justru harus tinggal seatap dengan kekasih suaminya. Yang membuat Gisela makin terluka adalah Abram yang justru tidur sekamar dengan sang kekasih, bukan dengannya.
Akankah Gisela akan tetap bertahan demi kata balas budi? Atau dia akan menyerah dan lebih memilih pergi? Apalagi ada sosok Dirga, masa lalu Gisela, yang selalu menjaga wanita itu meskipun secara diam-diam.
Simak kisahnya di sini 🤗 jangan lupa selalu dukung karya Othor Kalem Fenomenal ini 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMM 02
Seusai menyiapkan sarapan, Gisela langsung berdiam diri di kamar. Ia sengaja menjaga jarak dari Farah karena tidak ingin terlibat pertengkaran dengan wanita tersebut. Gisela yakin, ia pasti akan selalu serba salah di depan mama mertuanya. Lantas, ke mana Abram sekarang? Sudah pasti Abram lebih mementingkan pekerjaannya. Meskipun kemarin mereka baru saja melangsungkan pernikahan, tetapi hari ini Abram langsung berangkat kerja. Gisela pun berusaha mengerti dan ia takkan berharap untuk pergi bulan madu.
"Kamu sudah pulang, Mas?" Gisela yang saat itu sedang bermain ponsel pun segera menghentikan kegiatannya dan turun dari ranjang menyambut Abram.
Wajah Abram tampak tidak bersahabat. Bahkan, ketika Gisela hendak membantu membuka jas yang dikenakan Abram, lelaki itu langsung menghempaskan tangan Gisela secara kasar.
"Jangan menyentuhku tanpa seizinku!" kata Abram setengah membentak. Gisel terdiam dan merasakan hatinya berdenyut sakit. "Siapkan air panas untukku. Jangan pakai lama!"
Tanpa banyak bertanya, Gisela segera berjalan cepat menuju ke kamar mandi dan menyiapkan air panas untuk suaminya. Ketika telah siap, Gisela pun langsung menyuruh Abram untuk mandi. Namun, Gisela yang hendak menyiapkan pakaian ganti untuk Abram, terkejut saat mendengar erangan dari dalam kamar mandi. Gisela pun berbalik dan melangkah dengan tergesa.
"Ya Tuhan. Kenapa kamu bisa jatuh, Mas." Gisela hendak membantu Abram untuk bangkit. Akan tetapi, ia tersentak saat Abram justru mendorongnya kencang hingga tubuh Gisela jatuh di tepi bath-up. Gisela meringis kesakitan karena pantatnya cukup keras menabrak lantai.
"Bagaimana bisa kamar mandi selicin ini? Kamu sengaja ingin membunuhku, ya!" Abram menarik rambut Gisela hingga kepala wanita itu ikut terdorong ke belakang. Gisela merintih dan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Abram, tetapi ia kalah tenaga.
"Lepaskan aku, Mas. Aku mohon," pinta Gisela memelas. Namun, Abram justru makin menguatkan cengkeraman tangan tersebut seolah hendak melepas paksa rambut Gisela sampai ke akarnya.
"Kamu ini harusnya melayaniku jangan sampai ada kecerobohan seperti ini! Atau kamu sengaja ingin aku mati dan kamu bisa dengan bebas menguasai hartaku. Iya!"
"Ti-tidak, Mas. Aku tidak memiliki maksud apa-apa. Aku bahkan tidak tahu kalau lantai ini licin," ucap Gisela diiringi tangisan. Rasa panas di kepala seolah menyatu dengan rasa sakit yang menghujam jantungnya.
"Dasar wanita kampungan!" Abram mendorong kepala Gisela lalu tanpa ampun mengguyurnya dengan air dari bath-up. Gisela berusaha menghentikan apa yang dilakukan Abram, tetapi lelaki itu justru makin gencar mengguyurnya. Tidak peduli meskipun wajah Gisela sudah memanas dan terbatuk-batuk karena air yang masuk ke hidung.
Setelah merasa puas, Abram pun segera berjalan ke shower dan membersihkan diri di bawah guyuran air tersebut. Membiarkan Gisela yang masih terduduk menangis di tepi bath-up. Tangisan Gisela yang begitu memilukan sama sekali tidak bisa membuat hati Abram luluh. Lelaki itu justru makin bersikap tidak peduli dan meninggalkan Gisela begitu saja setelah selesai mandi.
"Kenapa semua jadi begini?" Gisela menghapus air mata yang mengalir deras membasahi wajahnya yang telah basah sebelumnya. Gisela benar-benar tidak menyangka jika Abram akan berbuat sekejam itu padanya. Padahal usia pernikahan mereka baru akan menginjak dua hari. Mematahkan harapan Gisela yang berharap indah setelah menikah.
"Kalau kamu tidak juga kembali ke sini maka aku akan menguncimu di kamar mandi sampai seminggu!"
Teriakan Abram yang terdengar begitu keras membuat Gisela dengan cepat bangkit dan langsung membersihkan diri. Setelahnya, Gisela keluar hanya dengan memakai jubah mandi karena ia tidak membawa baju ganti.
"Cih! Kamu mau menggodaku?" tukas Abram.
"Ti-tidak. Aku hanya lupa membawa baju ganti." Gisela pun berjalan cepat mencari pakaian ganti sebelum Abram makin marah padanya. Namun, ia tersentak saat Abram sudah mendorongnya hingga menempel pada tembok. Abram pun menggunakan kedua lengannya untuk mengunci Gisela agar tidak bisa kabur.
Gisela merasa takut apalagi saat melihat sorot mata Abram yang dipenuhi napsu. Ia pun menggenggam kuat piyama bagian dada. Khawatir Abram akan bertindak kasar padanya lagi. Namun, lagi dan lagi ia kalah tenaga. Abram sudah mencium lehernya dan bahkan mencetak banyak tanda cinta di sana.
"Aku mohon, jangan ... Mas." Gisela menggeleng. Berusaha menolak. Namun, ia tidak mampu berbuat apa pun lagi saat Abram sudah mengajaknya bercinta di kamar mandi. Sentuhan dan hentakan Abram pun begitu kasar hingga membuat Gisela hanya bisa menangis dan berharap agar ini semua bisa segera berakhir.
***
"Mas, aku mau pulang ke rumah."
"Untuk apa!" tanya Abram membentak.
"Aku akan mengambil beberapa barangku yang tertinggal di rumah. Aku janji, tidak akan lama di sana. Aku hanya ingin melepas rindu dengan kedua orang tuaku," kata Gisela berusaha merayu Abram.
"Awas kalau sampai kamu mengadu yang tidak-tidak! Kalau sampai orang tuamu berpikiran macam-macam soal aku, maka aku tidak akan segan memberi hukuman padamu. Ingat, kamulah yang memintaku agar menikahi gadis tidak laku sepertimu," ujar Abram setengah menghina. Gisela hampir saja menangis, tetapi ia pun berusaha menghalau air matanya agar tidak terjatuh.
"Tidak. Kamu tenang saja." Gisela pun menunjukkan senyum getir, sedangkan Abram berlalu begitu saja tanpa peduli pada Gisela lagi.
Selepas kepergian Abram, Gisela sudah bersiap untuk pulang ke rumah. Sebenarnya ia tidak memiliki barang apa pun yang tertinggal. Itu hanyalah alasan Gisela agar bisa menjenguk kedua orang tuanya.
Akan tetapi, semua ternyata tidak semudah yang dibayangkan oleh Gisela. Walaupun ia sudah mengantongi izin dari Abram, nyatanya sekarang ia harus menghadapi Farah yang saat ini sedang duduk di ruang tamu bersama wanita cantik. Dengan langkah ragu, Gisela pun melangkah perlahan dan hendak berpamitan.
"Ma—"
"Aku bukan mama kamu! Menjijikkan!"
Gisela memejamkan mata perlahan saat hatinya tiba-tiba berdenyut. Embusan napas panjang beberapa kali terdengar darinya. Gisela hanya sedang meredam emosinya agar tidak meluap.
"Dia menantu Tante Farah?" Wanita cantik dengan pakaian seksi yang duduk di samping Farah pun membuka suara.
"Bukan. Sampai kapan pun tante tidak akan anggap dia menantu. Lihat saja, dia sangat berbeda denganmu yang cantik, baik, dan begitulah. Pokoknya berbeda jauh." Farah menatap Gisela sinis, sedangkan Gisela pun hanya bisa merem*sakan jari-jarinya.
Aku harus bersabar. Ini hanya permulaan dan aku tidak ingin menyerah. Aku harus buktikan kepada mamanya Mas Abram kalau aku ini layak sebagai menantunya. Akan aku buktikan rasa cintaku padamu, Mas. Aku akan membuatmu jatuh cinta kepadaku dan membalas perasaanku.