Hampir separuh dari hidupnya Gisell habiskan hanya untuk mengejar cinta Rega. Namun, pria itu tak pernah membalas perasaan cintanya tersebut.
Gisell tak peduli dengan penolakan Rega, ia kekeh untuk terus dan terus mengejar pria itu.
Hingga sampai pada titik dimana Rega benar-benar membuatnya patah hati dan kecewa.
Sejak saat itu, Gisel menyerah pada cintanya dan memilih untuk membencinya.
Setelah rasa benci itu tercipta, takdir justru berkata lain, mereka di pertemukan kembali dalam sebuah ikatan suci.
"Jangan sok jadi pahlawan dengan menawarkan diri menjadi suamiku, karena aku nggak butuh!" ucap Gisel sengit
"Kalau kamu nggak suka, anggap aku melakukan ini untuk orang tua kita,"
Dugh! Gisel menendang tulang kering Rega hingga pria itu mengaduh, "Jangan harap dapat ucapan terima kasih dariku!" sentak Gisel.
"Sebegitu bencinya kamu sama abang?"
"Sangat!"
"Oke, sekarang giliran abang yang buat kamu cinta abang,"
"Dih, siang-siang mimpi!" Gisel mencebik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2
Luxury univercity siang itu sangat cerah. Langit tampak biru dengan berhias awan putih seputih salju. Teriknya matahari tak menyurutkan semangat seorang gadis yang masih mengenakan seragam atasan putih dengan rok biru motif kotak-kotak tersebut untuk melakukan apa yang sudah ia niatkan dan mantabkan sejak tadi sebelum pulang sekolah.
Gadis yang tak lain adalah Gisella Abraham Parvis, putri tunggal pasangan Alex dan Anes itu kini sedang berdiri di tengah lapangan kampus Luxury Univercity dengan membawa sebuah toa yang diam-diam ia ambil dari kantor osis sepulang sekolah tadi.
Dua sahabatnya Nathali dan Viona setia menemaninya, meskipun sebenarnya mereka deg-degan karena takut.
"Sel, Kamu yakin mau lakuin ini? Mending pulang aja yuk!" bujuk Nathali.
"Iya Sel, mending kita ngadem di mall aja yuk, jajan es krim biar hati kamu dingin nggak panas gini," Viona juga ikut membujuk.
Namun, tekad Gisell sudah bulat. Kalau tidak sekarang kapan lagi. Ini baru Nandira yang ia tahu menyukai Rega, bisa jadi ada Dira-dira yang lainnya yang tak ia tahu. Secara Rega adalah salah satu idola kampus yang tak hanya ganteng, tapi otaknya juga cerdas, sosok sempurna untuk di kagumi dan patut di jadikan khayalan sebagai calon imam para mahasiswi. Sebelum itu terjadi, Gisel harus memastikan jika Rega memang tercipta hanya untuknya.
Ia yakin, kalau Rega menyayanginya. Terbukti dari pria itu yang selalu memanjakannya. Menuruti apa yang ia mau meskipun dengan sikap cueknya. Tapi memamg seperti itulah Rega, pria yang sejak bayi selalu menjaganya itu sebelas dua belas dengan kakak sulungnya Erlangga, yang juga sahabat Rega.
"Kalian kalau mau pulang, ya pulang sana. Jangan ganggu misiku!" ucap kepada kedua sahabatnya.
"Tapi, sel. Apa nggak akan jadi masalah nanti, kalau kak Rega nolak, gimana? Apa enggak malu? Belum lagi kalau kak Elang tahu, bisa gawat,"
"Itu urusan nanti, abang nggak mungkin buat aku malu, di pasti terima aku kok. Udah kalian mending minggir deh, nanti keburu Kak Dira ke sini, hus hus sana!" Gisel mengibaskan tangannya untuk mengusir Nathali dan Viona.
Kedua sahabat Gisel tersebut hanya bisa saling pandang dan mengangkat kedua bahu mereka," kamu sih Nath, tadi pakai acara kasih tahu Gisel segala, kan jadi gini. Selama ini dia udah tahan banget buat nggak bersikap aneh-aneh sama kak Rega, masih bisa berpikir. Harusnya janganlah bilang," ucap Viona.
"Kok nyalahin aku sih, sebagai sahabat Gisell aku merasa itu info penting banget untuk masa depannya dia. Nggak aku kasih tahupun lama-lam dia juga bakal tahu, terus kalau tahu pas kak Rega ma kak Dira udah jadian, kamu mau nanggung patah hatinya Gisel?" balas Nathali.
" Ah kalian malah berisik, udah gih, sana minggir. Udah panas banget ini," kata Gisell, ia mengusap keningnya yang sudh basaj oleh keringat.
Nathali dan Viona tak bisa apa-apa lagi, jika tun putri keluarga Parvis sudah berkemauan, tidak ada yang bisa mencegah. Selain pawangnya, tentunya.
" Good luck, Sel. Aku support dari pojokan sana, ya. Di sini panas, takut pingsan!" ucap Nathali dan Gisel hanya mengangguk.
Gisel melihat ke kanan dan kiri, tiba-tiba saja jantungnya berdetak lebih kencang, grogi, cemas, takut bertumpuk menjadi satu. Beberapa kali terlihat ia menghela napasnya untuk meyakinkan diri.
Gisel mulai menyalakan toa di tangannya, "Mohom maaf semuanya, mengganggu aktivitas kakak-kakak semuanya. Saya di sini hanya ingin menyatakan sesuatu kepada seorang mahasiswa kedokteran bernama Regantara, yang pasti kalian semua mengenalnya. Kalau abang mendengar ini, tolong ke sini, bang. Atau, Siapapun yang melihatnya, tolong panggilkan dia ke sini!" ia mulai melaksanakan aksinya lalu menunggu beberapa saat kedatangan pria yang di maksud.
Sontak saja, apa yang di lakukan Gisel itu mengundang perhatian dari para mahasiswa penghuni kampus. Mereka bahkan menghentikan aktivitas mereka demi menonton aksi gadis remaja itu.
Sementara itu, laki-laki bernama Rega tersebut sedang berada di laboratorium. Karena terlalu fokus, ia tak mempedulikan kehebohan yang sedang terjadi di luar sana. Bahkan ia tak sadar jika namanya di sebut oleh gadis yang kini sedang mengusap peluh di dahinya.
"Ga, ada yang nyari lo tuh!" kata salah satu teman Rega yang baru saja masuk ruang laboratorium tersebut.
Rega menoleh, "Siapa?" tanyanya singkat.
"Bocil! Siswa SMP seberang. Kayak pwrnah lihat sih, tapi nggak paham gue. Adik lo bukan sih? Manggil lo abang soalnya," jawab Peter.
"Adik?" Kening Rega mengernyit.
"Nggak tahu juga sih, dia pakai toa segala di tengah lapangan pula, padahal lagi panas banget gini. Samperin gih, siapa tahu adik lo beneran, kasihan panas banget ini," ujar Peter.
Rega diam sejenak, gadis SMP? Apa itu Gisel, adiknya? Pikirnya.
"Abaaaaang! Ini Gisell! Abang masih di area kampus kan? Abang dengar Gisel kan?" belum juga pikiran itu menghilang, suara gadis itu kini sudah terdengar jelas oleh telinga Rega.
"Noh, dengar kan sekarang. Buruan samperin tuh bocil, udah jadi udang rebus kali dari tadi nungguin, udah jadi pusat perhatian para mahasiswa juga," kata peter.
Tanpa melepas baju lab-nya, Rega bergegas keluar, langkahnya terhenti di depan pintu ketika mendengar Gisel kembali bicara.
" Abang dimana sih? Yaudah dengerin aja dari jauh nggak apa-apa....," suara itu terjeda, membuat Rega penasaran sekaligus was-was, apa yang ingin gadis remaja itu katakan kepadanya sampai harus seperti ini, berdiri di lapangan dan memakai pengeras suara. Pasalnya, anak itu suka sekali bikin ulah demi mendapat perhatiannya.
"Abang Regantara! Dengan ini, aku Gisel, menyatakan cinta sama abang, i love you abang! Mau nggak abang jadi pacar Gisel? Gisell tunggu jawabannya, lima menit dari sekarang, keburu panas nih!"
"Astaga!" hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Rega. Ia menoleh ke Peter yang tiba-tiba tertawa terbahak-bahak setelah mendengar pernyataan Gisel, "Gila lo, bocil di embat, Ga?" kedeknya.
Rega acuh dengan ledekan Peter, ia memilih berlari menuju lapangan. Sialnya dari lab sampai ke lapangan cukup jauh.
Di sepanjang perjalanan itu, semua mahasiswa yang ia lintasi meledeknya.
"Ciiieeee yang di tembak bocil, cieee!"
"Gila tu bocil, berani banget Ga, udah sikat aja, di apa-apain pasti nurut,"
"Nggak nyangka, selama ini kirain jomblo, ternyata mainnya ama bocil! Ganteng-ganteng pe do fil!"
"Nggak usah ke sana deh, Ga. Bocil gitu aja di tanggepin, mending ama gue yang lebih cantik kemana-mana,"
Dan masih banyak lagi suara-suara yang Rega dengar. Namun, diantara semua ledakan itu ada yang menbuatnya terpaksa berhenti sejenak,
"Nggak tahu malu banget tuh bocah, baru SMP udah obral gitu, murahan banget. Apa nggak di didik sama orang tuanya,"
"Tahu tuh, padahal sekolah di Luxury Internasional school, tapi kelakuannya gitu, kayak nggak di didik!"
Rega sampai harus sedikit mundur dan mendekati dua cewek yang sedang menggunjing Gisel tersebut. Mereka langsung salah tingkah ketika Rega berdiri di depan mereka. Mereka pikir Rega mau menyapa mereka.
" Ngomong apa lo barusan?" tanya Rega.
" Itu, ga... Lo pasti dengar kan ada anak SMP depan yang menyatakan cinta sama lo, nggak tahu malu banget kan? Kamu pasti ilfeel deh sama dia, mana mau seorang Regantara pacaran sama bocil, heran kok bisa sih anak kayak gitu sekolah di sini, anak siapa sih?"
Rega geram, ia benar-benar tak suka jika orang tuanya di bawa-bawa. Ia ingin sekai menyumpal. Mulut dua hadi di depannya, tapi mengingat Gisell yang masih panas-panasan di lapangan sana, membuatnya urung melakukannya," Lo berdua seorang majasiswa yang tentu saja lebih dewasa dari dia, tapi kelakuan lo minus, jauh di bawah dia yang lo bilang masih anak-anak. Orang tua kami tidk3 pernah mengajari kami untuk berkata minus kayak lo, ngerti!" ucapnya ya g langsung melangkah pergi.
Rega berlari hingga sampai di lantai dimana ia bisa melihat Gisel. Gadis remaja itu tersenyum ke arahnya, ia mengarahkan toanya ke bibir," Abang... "
Sebelum Gisel melanjutkannya, Rega mengisyaratkan untuk berhenti menggunakan tangannya, tunggu abag akan turun, jangan bicara apa-apa lagi, seperti itulah isyarat yang ia berikan. Ia langsung berlari ke lapangan.
Tepat di depan Gisel, Rega berhenti, "Apa yang kamu lakukan, dek?" tanyanya dengan napas ngos-ngosan.
"Abang nggak dengar tadi aku ngomong apa? Oke kalau gitu aku ulangi. Abang Regantara yang ganteng, aku Gisella, mencintaimu, maukah abang jadi pacar ku?" tanya Gisell dengan imutnya.
...****************...