Kalian Bisa Dukung aku di link ini :
https://saweria.co/KatsumiFerisu
Seorang pengguna roh legendaris, yang sepanjang hidupnya hanya mengenal darah dan pertempuran, akhirnya merasa jenuh dengan peperangan tanpa akhir. Dengan hati yang hancur dan jiwa yang letih, ia memutuskan mengakhiri hidupnya, berharap menemukan kedamaian abadi. Namun, takdir justru mempermainkannya—ia terlahir kembali sebagai Ferisu Von Velmoria, pangeran ketiga Kerajaan Velmoria.
Di dunia di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk menjalin kontrak dengan roh, Ferisu justru dikenal sebagai "Pangeran Sampah." Tidak ada roh yang mau menjawab panggilannya. Dipandang sebagai aib keluarga kerajaan, ia menjalani hidup dalam kemalasan dan menerima ejekan tanpa perlawanan.
Tetapi saat ia masuk ke Akademi Astralis, tempat di mana para ahli roh belajar tentang sihir, teknik, dan cara bertarung dengan roh, sebuah tempat terbaik untuk menciptakan para ahli. Di sana Ferisu mengalami serangkaian peristiwa hingga akhirnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Katsumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2 : Upacara Kontrak
Ruangan megah dengan langit-langit tinggi dihiasi ukiran rumit dan lampu gantung kristal yang memancarkan kemegahan keluarga Velmoria. Di tengahnya, sebuah meja panjang dengan taplak berhias benang emas memantulkan keanggunan para penghuninya. Albert, sang pangeran pertama, duduk tegak dengan wibawa seorang pewaris. Di sebelahnya, Uegio terlihat santai, namun matanya tetap tajam mengamati suasana. Carmia, putri kedua, memutar cangkir tehnya perlahan, tatapannya menusuk meskipun bibirnya tersenyum tipis.
Di ujung meja, Raja dan Ratu Velmoria duduk dengan kharisma yang tak tergoyahkan, menjadi pusat perhatian dalam setiap pertemuan.
Namun, ketenangan itu terusik ketika pintu besar berderit terbuka, memperlihatkan Verina Von Velmoria yang masuk dengan langkah tegas, menyeret seorang anak kecil di belakangnya.
“Maaf atas keterlambatan kami,” ujar Verina dengan nada tenang, meskipun tangan kanannya masih mencengkeram lengan Ferisu yang tampak setengah menyeret kakinya, penuh enggan.
Sorot mata di ruangan itu serempak beralih pada Ferisu. Ekspresi sinis dan kecewa terpancar dari hampir semua orang di meja. Albert menyipitkan mata, Uegio mengangkat sebelah alis dengan senyum mencemooh, sementara Carmia menyandarkan dagunya pada tangan, menatap Ferisu seolah menonton sandiwara yang membosankan.
Begitu dilepaskan, Ferisu berjalan santai ke kursinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia duduk dengan posisi malas, menyandarkan tubuh kecilnya dan memejamkan mata, seolah ingin melarikan diri dari semua tatapan yang menghujamnya.
Keheningan itu akhirnya dipecahkan oleh suara berat Raja Velmoria. “Dua tahun lagi, usiamu akan mencapai tujuh tahun, Ferisu,” ujarnya, nadanya tegas namun lembut. “Seperti semua anggota keluarga Velmoria, kau akan mengikuti Upacara Kontrak Roh.”
Ferisu tetap diam, matanya tertuju pada burung-burung yang terbang bebas di luar jendela. Ia mengambil cangkir teh di depannya, menyesapnya perlahan tanpa peduli pada suasana tegang di ruangan itu.
Ketidaktanggapannya memancing amarah Albert. Dengan suara keras, ia mengetuk meja hingga cangkir teh di depannya bergetar. “Sudahlah, Ayah! Abaikan saja dia! Dia hanya akan mempermalukan keluarga kita lebih jauh!”
“Albert!” potong Verina tajam, tatapannya menancap ke arah kakaknya. Suaranya penuh otoritas, cukup untuk membuat Albert terdiam meski wajahnya masih menyiratkan kejengkelan.
Raja Velmoria menarik napas panjang, mengangkat tangannya untuk menenangkan suasana. “Ferisu, aku tahu ini mungkin terasa berat bagimu. Tapi kontrak dengan roh adalah hal yang mendasar bagi keluarga kita. Ini bukan hanya tradisi, tapi juga bagian dari takdir kita.”
Akhirnya, Ferisu berbicara, meski suaranya hanya sebuah gumaman pelan. “Takdir, ya…”
Ruangan menjadi sunyi. Semua orang menanti kelanjutan kata-katanya, tetapi Ferisu hanya meletakkan cangkirnya perlahan, lalu berdiri dari kursinya.
“Kalau hanya itu yang dibahas, aku izin pergi. Aku sudah mengantuk,” katanya, nadanya datar, tanpa emosi.
Tanpa menunggu izin, ia melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan keluarganya dalam kebisuan.
“Lihat! Ini semua karena Ayah terlalu memanjakannya!” seru Albert dengan nada semakin tinggi, tak mampu menahan amarahnya.
Raja tetap diam, pandangannya tertuju pada pintu yang baru saja tertutup. Ada sesuatu di matanya—entah rasa kecewa, rasa iba, atau pemahaman yang hanya ia sendiri yang tahu.
“Dia hanya seorang pemalas, Verina,” kata Carmia sambil menghela napas panjang, nada suaranya mencemooh. “Tidak semua orang sepertimu.”
Namun, Verina tetap menegakkan punggungnya, tatapannya tajam namun tenang. “Dia adikku. Dan aku percaya, pada waktunya, dia akan membuktikan dirinya.”
Sementara itu, di luar ruangan, Ferisu berjalan perlahan melewati lorong-lorong istana. Langkahnya lamban, pikirannya dipenuhi oleh kenangan dan keengganan terhadap takdir yang terus mengejarnya.
“Aku tidak butuh kontrak roh,” gumamnya lirih pada dirinya sendiri, suaranya hampir tenggelam oleh langkah kakinya yang kecil. “Tidak untuk dunia ini, tidak untuk mereka, dan tidak untuk diriku.”
Angin dari jendela yang terbuka menyentuh wajahnya, membawa aroma kebebasan yang terasa begitu jauh dari jangkauannya. Di dalam hatinya, ia tahu, waktu dua tahun tidak akan mengubah siapa dirinya. Dunia ini mungkin menunggu, tetapi ia tidak berniat mengikutinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...----------------...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dua tahun telah berlalu. Ruangan megah yang sama kini kembali dipenuhi oleh keluarga kerajaan Velmoria. Di ujung meja panjang, Raja Velmoria duduk dengan wibawa yang tak tergoyahkan, ditemani oleh Ratu di sisinya. Albert, Uegio, Verina, dan Carmia menempati kursi mereka masing-masing, memancarkan kebanggaan khas darah bangsawan.
Di sisi lain, Ferisu duduk bersandar dengan ekspresi bosan. Matanya yang sayu tetap terpaku pada jendela besar di sebelahnya, memandang burung-burung yang beterbangan bebas di langit biru.
“Ferisu,” suara Raja menggema di ruangan, tegas namun tenang. “Kau sudah berusia tujuh tahun. Saatnya kau melakukan Upacara Kontrak Roh, seperti semua anggota keluarga Velmoria.”
Ferisu tidak bereaksi. Tatapannya tetap tertuju ke luar, seolah ucapan ayahnya tidak lebih dari desiran angin.
“Hei! Ayah sedang berbicara denganmu!” bentak Carmia, nadanya tajam dan penuh emosi.
Namun, Ferisu tetap bergeming. Ia hanya menghela napas perlahan, seolah malas meladeni semuanya.
Raja menarik napas panjang sebelum melanjutkan. “Untuk memastikan upacaramu berhasil, aku telah memanggil Gustav Bismarck, pengguna roh bintang lima yang paling dihormati di kerajaan ini.”
Pintu besar ruangan terbuka perlahan, memperlihatkan Gustav, seorang pria berkarisma tinggi. Rambut putihnya berkilau di bawah cahaya lilin, dan mata kuning tajamnya menyapu ruangan dengan kepercayaan diri yang tenang.
“Saya datang memenuhi panggilan Yang Mulia,” ujar Gustav dengan sopan, membungkuk rendah di hadapan Raja.
“Terima kasih telah meluangkan waktu, Gustav,” balas Raja. “Kami percaya pada kemampuanmu.”
Gustav melirik Ferisu, yang masih diam tak bergeming di kursinya. Ia tersenyum tipis sebelum melangkah mendekatinya.
“Ferisu-sama,” panggil Gustav dengan nada ramah namun tegas. “Mari kita mulai.”
Ferisu menoleh perlahan, menatap Gustav dengan mata dingin. “Percuma,” katanya singkat. “Ini hanya buang-buang waktu.”
“Ferisu!” Verina memotong dengan nada tajam, tatapannya menusuk seperti pedang. “Hentikan sikap kekanak-kanakanmu! Kau seorang anggota keluarga kerajaan!”
Ferisu menghela napas panjang, lalu berdiri dengan enggan. “Baiklah, baiklah. Kalau itu membuat kalian berhenti mengomel,” gumamnya, berjalan malas ke tengah ruangan.
Gustav mulai menggambar lingkaran sihir dengan gerakan presisi. Cahaya keemasan memancar dari simbol-simbol yang terukir, memancarkan aura mistis yang memenuhi ruangan. Semua anggota keluarga menahan napas, menunggu momen yang sakral.
“Fokuskan pikiranmu, Ferisu-sama,” kata Gustav dengan lembut. “Panggil roh yang paling cocok dengan hatimu. Mereka akan datang jika kau memanggilnya dengan tulus.”
Ferisu berdiri diam di tengah lingkaran, matanya terpejam. Perlahan, lingkaran sihir itu bersinar terang, membuka portal ke Astral Zero. Energi para roh terasa mengalir masuk, memenuhi ruangan dengan aura tak kasatmata.
Namun, sesuatu yang tidak biasa terjadi. Saat roh-roh itu mencoba mendekati Ferisu, energi aneh memancar dari tubuhnya, menolak mereka dengan kekuatan yang kuat.
“Aku tidak membutuhkan kalian,” bisiknya.
Tiba-tiba, lingkaran sihir menjadi tidak stabil. Cahaya yang semula terang mulai bergetar, berubah menjadi redup. Roh-roh yang mendekat mundur dengan panik, seolah dihadang oleh tembok tak terlihat.
“Tidak mungkin…” gumam Gustav, terkejut.
Beberapa detik kemudian, lingkaran sihir itu padam sepenuhnya. Tidak ada roh yang muncul. Tidak ada segel kontrak yang terbentuk.
Keheningan menyelimuti ruangan, memunculkan suasana yang semakin menekan. Gustav membungkuk dengan wajah penuh penyesalan. “Yang Mulia… Tidak ada roh yang mau menjawab panggilannya.”
Suasana berubah tegang. Albert memecah keheningan dengan tawa sinis. “Lihat, Ayah! Aku sudah bilang, dia hanya aib bagi keluarga ini! Bahkan roh pun tidak mau mengakuinya!”
“Albert!” Verina kembali memotong, nadanya lebih tajam dari sebelumnya. “Diam!”
Namun, kali ini, Ferisu tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya berbalik, melangkah pergi dari ruangan dengan tenang. Tidak ada kemarahan, tidak ada rasa malu. Ia hanya pergi, meninggalkan mereka di belakang.
“Ferisu!” Verina memanggil, tapi pangeran muda itu tidak berhenti.
Di lorong istana yang sepi, Ferisu berjalan dengan langkah ringan. Senyum tipis muncul di wajahnya.
“Seperti yang direncanakan,” gumamnya. “Aku tidak akan membiarkan diriku terikat pada apa pun. Tidak di dunia ini. Tidak oleh mereka.”
Angin malam bertiup pelan melalui celah jendela, membawa aroma kebebasan yang terasa begitu dekat, namun tetap tak terjangkau. Ferisu menatap langit berbintang, matanya penuh dengan tekad yang tidak pernah terlihat sebelumnya.
raja sihir gitu lho 🤩