Aruna Azkiana Amabell perempuan berusia dua puluh lima tahun mengungkapkan perasaannya pada rekan kerjanya dan berakhir penolakan.
Arshaka Zaidan Pradipta berusian dua puluh enam tahun adalah rekan kerja yang menolak pernyataan cinta Aruna, tanpa di sangka Arshaka adalah calon penerus perusahaan yang menyamar menjadi karyawan divisi keuangan.
Naura Hanafi yang tak lain mama Arshaka jengah dengan putranya yang selalu membatalkan pertunangan. Naura melancarkan aksinya begitu tahu ada seorang perempuan bernama Aruna menyatakan cinta pada putra sulungnya. Tanpa Naura sangka Aruna adalah putri dari sahabat dekatnya yang sudah meninggal.
Bagaimana cara Naura membuat Arshaka bersedia menikah dengan Aruna?
Bagaimana pula Arshaka akan meredam amarah mamanya, saat tahu dia menurunkan menantu kesayangannya di jalan beberapa jam setelah akad & berakhir menghilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gebrakan Arshaka pada Aruna
Manik mata mereka berdua saling beradu tatap, Arshaka memegang kedua lengan Aruna. Tanpa aba-aba Arshaka langsung mendaratkan bibirnya pada bibir Aruna, karena terkejut Aruna membatu sejenak.
Hingga kemudian dia berusaha melepaskan diri dari Arshaka, dia bahkan memukul tangan Arshaka agar melepaskan cengkeraman tangannya dari lengan Aruna.
Tapi Arshaka tidak perduli, dia justru mengigit bibir bawah Aruna, membuat Aruna meringis dan membuka sedikit mulutnya. Arshaka menjelajahi bibir Aruna hingga membuat bibir gadis itu sedikit bengkak.
Aruna masih berusaha memberontak, sampai akhirnya dia berhasil mendorong tubuh Arshaka ke belakang hingga membentur meja.
Plak
Satu tamparan cukup keras mendarat di pipi Arshaka. “Arshaka! Kamu brengs*k,” Aruna langsung berlari keluar ruangan, dia bahkan membanting pintu dengan keras.
Sementara itu Arshaka membatu sejenak, merasakan panas di pipinya karena tamparan dari Aruna. Kemudian dia tersadar saat Aruna sudah keluar dari ruangannya.
“Kia! Tunggu,” Arshaka mengejar Aruna keluar.
Aruna langsung menyambar tasnya, dia berlari keluar dari ruang kerjanya menuju lift sambil menggosok-gosok bibirnya dengan kasar. Dia kesal karena perbuatan Arshaka barusan. “Bisa-bisanya mencuri ciuman pertamaku. Dasar pria mes*m, br*ngs*k, tidak tahu diri,” segala umpatan untuk Arshaka keluar dari mulut Aruna.
“Kia, tunggu. Kita harus bicara,” Arshaka berlari mengejar Aruna yang sudah masuk lift. Melihat Arshaka menuju kearahnya, Aruna langsung menutup pintu lift.
“Arggh sial. Dasar Shaka apa yang sudah kamu lakukan,” umpat Shaka pada dirinya sendiri.
Arshaka berlari menuju lift yang lain untuk mengejar Aruna, dia mengusak rambutnya dengan kasar. Bukan memperbaiki, justru dia malah membuat Aruna semakin membencinya.
Selama di dalam lift Aruna termenung, kenapa semua mejadi kacau. Kenapa Arshaka harus menciumnya, dan atas dasar apa dia melakukannya. Pertanyaan demi pertanyaan menyeruak di kepalanya.
Walaupun sebenarnya sah-sah saja Arshaka mencium Aruna, bahkan lebih dari itupun tidak masalah. Karena mereka sudah sah secara hukum agama maupun negara, namun kondisi yang membuat Aruna kesal dan marah.
Aruna masih sakit hati terhadap yang dilakukan Arshaka padanya, dia memang menyukai Arshaka. Tapi semua tertutup rasa kecewa dan juga sakit hati yang telah Arshaka torehkan pada Aruna.
Butuh waktu untuk Aruna memaafkan, setidaknya dia harus melihat usaha Arshaka. Mau dibawa kemana pernikahan mereka, terlebih saat ini Ael kakak angkat Aruna sudah sangat marah. Walaupun Ael belum tahu siapa Arshaka.
“Kia! Aku bilang tunggu,” teriak Arshaka saat keluar dari lift.
“Apalagi sih. Kenapa juga dia harus mengejarku,” Aruna justru bergegas lari saat melihat Arshaka mengejarnya.
Dia segera masuk ke dalam taksi online yang sudah di pesannya. “Sesuai aplikasi pak. Tolong cepat jalan,” pinta Aruna pada supir taksi.
“Baik mbak,” taksi melaju meninggalkan lobby perusahaan Hanapra
“Kia!” Arshaka memanggil Aruna, namun sia-sia karena taksi sudah melaju membawa Aruna pergi dari sana.
Aruna menoleh ke belakang, dia melihat dari kaca belakang mobil taksi. Arshaka yang terengah-engah karena berlari mengejarnya.
Arshaka kembali ke ruangannya, mau mengejar Aruna tapi dia tidak tahu dimana tempat tinggalnya. Bahkan belum sempat dia minta nomor telepon Aruna, mobilnya juga di bawa Danu pulang ke Jakarta.
Danu baru akan kembali ke Bandung lusa, satu-satunya yang bisa dia tanya adalah Anres. Tapi dia sungkan, karena Arshaka pikir Anres tidak tahu kalau Arshaka sudah menikahi Aruna.
Aruna sampai diapartemennya, dia langsung masuk dan merebahkan dirinya di sofa. Ada marah, kesal tapi juga ada rasa malu. Saat ini isi kepalanya begitu berisik, terlebih bayang-bayang saat Arshaka menciumnya muncul dalam benaknya.
Aruna bahkan lupa tidak memberitahu Eris kalau dia pulang begitu saja, mana ada karyawan yang pulang tanpa minta ijin atasannya atau HRD. Dan itu hanya Aruna tentunya, dia sendiri lupa karena saking terkejut dan emosi.
Benar saja, Aruna mendapat panggilan telepon beberapa saat setelah dia merebahkan dirinya di sofa.
📞 “Kia! Kamu kemana? Aku mau mengajakmu makan siang, tapi kenapa mejamu kosong?” pekik Eris dari ujung telepon.
📞 “Hehe. Aku di apartemen,”
📞 “Haah? Bagaimana bisa?”
📞 “Aku ada perlu, Eris. Aku lupa memberitahumu tadi,” jawab Aruna.
“Bagaimana mungkin aku bilang pada Eris, kalau aku kabur dari pak Shaka karena dia menciumku. Bisa-bisa Eris memberondongku pertanyaan, belum lagi kalau Alice tahu." batin Aruna.
📞 “Kamu tidak sakit, kan?”
📞 “Aku baik-baik saja,”
Eris mengakhiri panggilan teleponnya dengan Aruna. “Kenapa aku lupa tanya pada Eris. Kak Shaka ada diruangannya atau tidak, tapi buat apa juga aku tanya? Ah sudahlah,”
Aruna kemudian menuju dapur, dia membuka lemari es untuk membuat makan siang. Perutnya sudah keroncongan karena habis kejar-kejaran dengan Arshaka.
Dia membuat ayam lada hitam untuk makan siang, tidak lupa punch iced tea untuk menyegarkan hati dan pikirannya dari Arshaka.
Diantara kesal dan marah, tiba-tiba pipinya merona saat ingat adegan kiss pertamanya diambil Arshaka. “Ish kenapa aku memikirkan pria mes*m itu sih? Aku tidak boleh goyah,” Aruna menepuk pipinya untuk menyadarkan dirinya sendiri.
Dia kemudian menuju ruang tengah, menikmati makan siang sambil menonton kartun kesukaannya.
Sementara itu di kantor, Arshaka duduk di kursi kerjanya. Dia menimbang-nimbang haruskah bertanya pada Anres alamat dan nomor telepon Aruna, kalau saja ada Danu pasti akan lebih mudah untuknya.
Masa bodo, itulah yang di pikirkan Arshaka. Dia langsung mengetik pesan di ponselnya.
“Anres, bisa berikan aku nomor telepon atau alamat tinggal Kia?”
Anres mengerutkan dahinya saat membaca pesan singkat dari Arshaka, dia tersenyum. Baru beberapa menit lalu Eris memberitahunya, kalau Aruna tiba-tiba pulang.
Eris yang khawatir bertanya pada kakaknya, dia kira Aruna pamit pada Anres. Ternyata Aruna tidak pamit, Anres sudah bisa menebak pulangnya Aruna pasti berkaitan dengan Arshaka.
Baru saja dia menebak, tidak lama Arshaka mengiriminya pesan. “Itu nomor telepon Kia. Untuk alamat kamu bisa bertanya pada Alice,”
“Alice?”
“Alice sahabat Kia,”
“Ok. Thank’s,”
Arshaka melihat kontak Aruna, dia mulai mengetik tapi urung mengirimkan pesan. Dia mengetik kembali dan menghapusnya, terus seperti itu hingga dia meletakkan ponselnya.
Dan akhirnya dia tidak jadi mengirimkan pesan itu pada Aruna, Arshaka justru mengingat saat dia tadi mencium Aruna.
Dia melakukannya secara spontan, ada rasa berdesir di hatinya saat melihat Aruna. Hanya dalam waktu empat bulan saja, Aruna sudah berubah sangat jauh.
Bibir tipis dan plumpy membuat Arshaka tidak kuasa menahan dirinya, memikirkannya saja bisa membuatnya tersenyum. “Kenapa bibir Kia terasa manis,” ucap Arshaka sambil mengusap bibirnya sendiri yang tadi mencium Aruna.
“Kia! Princess aku harus mendapatkan pengampunan darimu,” itulah niat Arshaka saat ini setelah bertemu dengan Aruna kembali.
*
*
*
“Argggh. Kenapa aku tidak bisa tidur!” Aruna dari tadi miring ke kanan dan kekiri, hingga larut malam dia tak kunjung bisa memejamkan mata.
“Apa aku tidak usah kekantor? Atau aku mengundurkan diri saja? Tidak Kia, kamu tidak boleh kabur lagi, jangan jadi pengecut lagi. Dia yang meninggalkanmu di jalan, tapi bukankah kamu juga kabur darinya, Kia? Ah aku tidak tahu,” Aruna berperang dengan dirinya sendiri dan si kepalanya sangat berisik
Hingga dia lelah dengan pemikirannya, sampai dia tertidur dengan sendirinya hingga pagi menjelang.
sia nnti aku mmpir
terima ksh sll mendukung