NovelToon NovelToon
Suamiku Mencintai Adikku

Suamiku Mencintai Adikku

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / CEO
Popularitas:19.6M
Nilai: 4.9
Nama Author: IkeFrenhas

Hanna Mahira adalah seorang wanita berumur 27 tahun. Dia bekerja sebagai karyawan staff keuangan pada sebuah cabang dari perusahaan ternama. Anna panggilannya, menjadi tulang punggung keluarga. Setelah ayahnya meninggal dunia, semua kebutuhan hidup ada di pundaknya.
Dia memiliki adik perempuan yang sekolah dengan biaya yang di tanggungnya.

Anna mencintai atasannya secara diam-diam. Siapa sangka jika sang atasan mengajaknya menikah. Anna seperti mendapatkan keberuntungan, tentu saja dia langsung menerima lamaran sang bos tersebut.

Namun, di hari pertamanya menjadi seorang istri dari seorang David Arion Syahreza membawanya pada lubang kedukaan.
Sebab di hari pertamanya menjadi seorang istri terungkap fakta yang amat menyakitkan. Bahwa David sang suami yang sangat Anna cintai mengatakan bahwa pernikahan ini adalah kesalahan terbesar yang dia lakukan.

Ada apa sebenarnya?
Anna berusaha menyingkap tabir rahasia David dan berusaha tegar atas pernikahan tersebut.

Baca kisahnya dan temani Anna mengungkap rahasia besar David

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IkeFrenhas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 1. Awal Pertemuan

Bekerja di Perusahaan ternama adalah impianku. Sekarang aku bekerja sebagai staf keuangan pada sebuah perusahaan ternama. Walaupun aku berada di kantor cabang yang tidak besar sih. Cocok dengan sifatku yang sedikit tertutup dan tidak banyak bicara. Sehari-hari aku hanya berkutat dengan angka-angka di layar laptop. Lagi pula, aku memang tidak suka berkumpul dan mengobrol dengan banyak orang. Ketika ada acara teman sekantor. Jika bisa dihindari, lebih baik menghindar saja dan memilih tidak iku. Itulah alasannya aku hanya sedikit memiliki teman. Terutama kaum laki-laki.

Masuk ke perusaahan ini sangat sulit. Harus berkali-kali mengikuti tahapan seleksi karyawan. Jika diingat-ingat kurang lebih enam bulan tahapan seleksinya. Bayangkan saja selama itu aku mengikutinya dan bersaing dengan ribuan pelamar. Perusahaan ini jarang sekali melakukan open recruitment. Jika ada perombakan besar-besaran atau sedang buka cabang saja menerima karyawan baru.

Setiap hari kami para karyawan diwajibkan berpenampilan sempurna. Terlebih bagi karyawan bagian tim marketing. Setiap haru akan aku dapati mereka berpakaian dengan make up sempurna. Wow!

Oh iya. Namaku Hanna Mahira yang artinya bunga cantik yang berbakat. Itulah yang dikatakan ibuku. Aku memiliki seorang adik perempuan yang cantic, cerdas dan muudah bergaul. Sangat berbanding terbalik dengan diriku.

Tahun ini aku menginjak usia 27 tahun. Katanya sih udah cukup umur untuk mereka. Tapi tidak bagiku. Alina Zahira adik perempuanku masih kuliah. Dia adalah tanggung jawabku, memikirkannya menjadikanku tidak berfikir untuk menikah. Sebagai tulang punggung keluangatur keuangan. Selain untuk biaya kuliah, setiap bulan juga mengirim uang belanja ibu. Ayahku telah lama meninggal. Setelah aku bekerja disini, aku meminta ibu untuk tidak lagi bekerja. Cukup dirumah saja, kalaupun harus bekerja maka cukup bekerja dirumah saja tanpa harus kembali menjadi buruh. Aku tak tega melihatnya yang telah menua namun masih bekerja keras. Sekarang cukup aku saja yang bekerja dan menghidupi keduanya. Kebahagiaan kedua perempuan itulah priooritas utamaku.

Baiklah. Cukup sudah perkenalanku. Saatnya aku kembali bekerja. Akhir bulan begini pekerjaanku sangat padat. Membuat laporan keuangan dan siap lembur menyelesaikannya. Atasanku orangnya cukup baik dan tidak mudah marah. Namun aku sangat khawatir jika melihat sorot tajam tatapannya melihat kami bawahannya. Tatapannya mematikan.

“Anna! Saya tunggu laporan kamu di meja ya.” Suara Pak Wisnu mengalihkan fokusku dari laptop. Tanpa menunggu responku, pak Wisnu berlalu meninggalkan kami yang masih terbengong melihatnya. Sejenak aku melihat kearahnya, kemudian mengangguk.

“Baik Pak.” Pelan aku menjawab. Namun cukup didengar olehnya.

Sekilas aku memandang teman kerjaku, Dina. Dia hanya bergidik ngeri seraya mengangkat bahu. Kemudian tersenyum. Kamipun kembali fokus ke layar laptop. Angka-angka ini seperti tidak ada ujungnya.

Tak terasa jarum jam telah meunjuk ke angka 12 siang. Saatnya istirahat sejenak. Namun rasanya aku tak bisa meninggalkan pekerjaanku. Huft. Deadline memang membuat hidup berantakan.

Dering ponsel berbunyi nyaring. Sukses membuatku kaget. Ah, untunglah aku sendririan di ruangan ini. semua teman-teman sedang berada di kantin.

“Halo Kak.” Suara adik kesayangan membuatku tersenyum. Seperti biasa suaranya renyah menjadikan siapa saja yang mendengar akan tersenyum. Hehe.

“Kak, aku di lobi nih. Turun dong. Aku bawakan makanan untuk Kakak. Cepetan ya.”

Belum sempat aku menjawab kalimatnya. Dia telah mematikan sambungan teleponnya.

Menghembuskan nafas kasar, segera aku membereskan sejenak pekerjaanku. Mematikan laptop, menyusun berkas di atas meja. Mungkin dia buru-buru. Fikirku.

Akupun segera meninggalkan ruangan menuju lobi kantor. Kondisi yang lengang, jadi tak perlu mengantri memasuki lift. Setelah bunyi ting aku masuk. Serasa aku sendiri yang memiliki lift ini. sendirian di dalam lift tidak ada teman ngobrol. ruanganku berada

dilantai tiga.

Setelah keluar dari lift langsung terlihat adik perempuanku sedang duduk mansi di ruang tunggu. Dia mengenakan kemeja putih, memakai rok hitam selutut dan memakai sepatu high hells. Sepertinya Alina menyempatkan diri kesini, soalnya dia sedang magang di perusahaan.

Alina berdiri saat mata kami bertemu pandang. Kami saling melempar senyum. Lihatlah, senyumnya sangat manis sekali. Ah, dia sangat tahu bagaimana cara menghibur kakak perempuannya.

“Hai sayang!” sapaku padanya dengan melambaikan tangan.

“Hai juga Kakakku sayang.” Kami berjalan saling mendekat. Alina membawa sebuah kantong plastik.

“Kakak pasti belum makan kan?” Tanyanya padaku. “Aku belikan bakso kesukaan Kakak tadi. Ini.” lanjutnya sembari menunjukkan kantong plastic yang ia bawa.

“Duh, tahu bener sih. Adik kesayangan Kakak ini.” aku menyambutnya dengan wajah sumringah dan senyum lebar. Bakso adalah makanan kesukaanku. Saat pekerjaan menumpuk begini, aku cenderung tidak nafsu makan. Bakso lah senjata ampuh melawan kemalasanku makan.

“iya dong.” Kami tertawa bersama.

Aku duduk di bangku duduk. Ingin mengobrol barang sebentar dengannya. Kamipun duduk bersama, saling berhadapan.

“jadi tadi langsung dari tempat kamu magang ya?” tanyaku padanya.

“iya Kak. Abis makan siang sama dosen pembimbing juga. Tadi ketemu pas ditempat kerja. Jadi kami makan bareng deh.” Jelasnya semangat.

Dosen pembimbing. Hmmm, kok bisa sih. Aku jadi penasaran bagaimana dia bisa makan bersama dosennya. Bukan apa-apa, saat aku kuliah dulu. Kami para mahasiswa sangat taku dan segan jika bertemu dosen, apalagi harus makan bersama. Rasanya tidak mungkin bisa makan bersama dosen. Apalagi saat posisi sebagai anak magang.

“Kok bisa, makan sama dosen pembimbing. Orang berapa yang makan?” Aku membrondongnya dengan pertanyaan. Aku benar-benar tidak habis fikir.

Aku memandangnya tajam. Rasa penasaran yang besar dalam otakku dan ingin tahu lebih detail bagaimana pekerjaannya di tempat magang juga. Aku fokus mendengarkannya.

“Jadi dosen aku itu kebetulan ketempatku magang tadi Kak. Nah, awalnya kami sama-sama kaget sih. Walaupun sebenarnya dia juga udah tahu kalau aku magang disana. Tapi masih kaget juga sih. Hehe. Jadi, kami sekelompok itu di ajak makan deh dia juga yang minta izin ke kepalanya. Kami sih ikut-ikut aja.” Aku manggut-manggut mendengarkannya.

“Setelah makan, aku ingat Kakak. Jadi deh aaku belikan bakso ini.” lanjutnya lagi.

“oke deh. Makasih banyak ya sayang. Kakak gak bisa lama. Nanti lanjut ngobrol dirumah aja ya ngobrolnya. Kakak mau denger cerita magang kamu.” Aku berdiri. Alinaa pun ikut berdiri. Selanjutnya aku mengantarnya keluar sampai ojek yang dipesannya datang.

Usai Alina pergi, aku masuk dan menuju pantry. Niatku Cuma satu. Menghabiskan bakso. Ah, puas rasanya. Makan semangkok bakso cukuplah untuk menambah energiku guna menyelesaikan tugas yang ada. Aku merasa tubuhku telah diisi batre secara

penuh.

Tidak terasa hari telah malam. Aku sendirian lagi di ruangan ini. pekerjaan yang belum selesai dan harus dikumpul besok. Mengharuskanku untuk lembur. Karena jika pekerjaan ini di bawa kerumah, alamat tidak akan selesai sesuai waktunya.

Aku fokus mengerjakan tugasku, hingga seseorang mengejutkanku. Seorang lelaki bertubuh jangkung beriri menjulang di depan mejaku. Aku bergidik nggeri. Awalnyaaku fikir ada penampakan atau hantu atau mungkin malaikat. Sebab wajah yang rupawan dengan penampilan rapi ini tidak mungkin hantu gentayangan kan.

Ah, apa yang aku fikirkan sih. Kebanyakan nonton film horor nih. Ku ketuk-ketuk kepalaku agar fikiranku ini kembali waras.

Dia bergeming, diam ditempatnya berdiri dengan sorot mata yang tajam. Pandangannya seperti mata elang yang sedang menemukan mangsannya untuk di santap.

Aku berdiri kemudian mengangguk kepadanya.

“Ada yang bisa saya bantu Pak.” Tanyaku ramah padanya. Sebenarnya aku takut, aku melirik kebawah. Lega, kakinya menapak bumi. Aku mengelus dada.

“Tunjukkan kepadaku ruangan pak Wisnu.” Jawabnya datar, dengan ekspresi tidak terbaca. Aku hanya mengangguk. Berjalan menghampirinya dan melangkah lebih dulu dari laki-laki itu. Menuju ruangan pak Wisnu, setelah sampai di depan ruangan aku menunjukkannya.

“Ini Pak, silahkan.” Aku menunjuk dengan ibu jari serraya tersenyum dan mengangguk.

“Permisi.” Pamitku padanya seraya melangkah kembali. Melewati lelaki itu. Langkahku terhenti.

“Siapa namamu?” Tanyanya dengan ekspresi … entahlah.

Aku mengernyit bingung, namun tak berselang lama aku menjawab. “Anna.” Diam sejenak kemuadian melanjutkan lagi. “Anna, Pak.”

“Terima kasih.” Ujarnya dengan kedua bibir terangkat ke atas. Terlihat jelas dia sedang tersenyum tampan. Beberapa detik aku terperangah. Hingga tidak sadar dia telah pergi meninggalkanku. Kupandangi punggungnya hingga tenggelam masuk keruangan pak Wisnu. Aku benar-benar terpesona dengan senyumanya.

Dadaku berdebar. Aku memagang bagian kiri dadaku, aku memajamkan mata. Merasakan detaknya yang kini lebih cepat dari biasanya. Seketika rasanya aku melambung, melayang diudara.

“Anna, masih disini?” Hingga teguran suara pak Wisnu menyadarkanku. Tubuhku kembali kebumi.

Sepertinya wajahku telah memerh sekarang. Kupegang kedua pipi. Menepuknya bersamaan.

Pak Wisnu melihatku dengan pandangan menelisik. Dia berdiri dengan seorang lelaki yang membuatku melayang tinggi tadi. Aku meliriknya, dia tersenyum padaku.

Pak Wisnu masih melihatku dengan tatapan heran. Seketika aku gugup. “Pe-permisi Pak.” Aku terbata berbicara padanya. Kemudian bergegas berjalan meninggalkannya dengan terburu-buru.

Ah sial. Kenapa aku masih berdiri disana tadi. Siapa sebenarnya lelaki itu? Ini pertama kalinya aku melihat dia kemari.

Setelah sampai ke meja kerjaku. Aku tidak bisa fokus lagi menyelesaikan pekerjaanku. Sial. Kumohon fokuslah. Aku tidak akan bisa pulang jika pekerjaan ini belum selesai. Besok pagi harus diberikan kepada pak Wisnu.

Berkali-kali berusaha fokus tetap saja tidak biisa. Senyum lelaki misterius itu masih terbayang indah di pelupuk mataku ini. sungguh bodohnya diriku ini, bagaimana mungkin aku bisa terpesona oleh sebuah senyuman bahkan dari orang yang baru pertama kali kami bertemu. Lagipula aku tidak tahu siapa dia. Dasar naif.

Saat melihat pak Wisnu lewat, tak kusia-siakan kesempatanku meminta izin padanya. Hari semakin gelap. Sangat tidak mungkin jika aku harus menginap disini. Aku akan pulang dan mieminta izin pada pak Wisnu agar pekerjaanku dikumpul jangan terlalu pagi. Meminta kemunduran waktu.

Dengan langkah cepat aku menghampiri pak Wisnu. Menundukkan wajah. Memberanikan diri berbicara padanya.

“Permisi Pak. Bolehkah saya meminta izin pulang dan meminta waktu lebih untuk mengumpulkan pekerjjaan besok. Hari sudah semakin larut Pak.” Ucapku panjang lebar padanya. Semoga dia mengerti maksud dari perkataanku.

Aku masih menunduk menunggu pak Wisnu bicara. Meremas kedua tangan, menggoyangkan kedua kaki. Aku cemas.

“Ehm. Baiklah Anna. Besok saya tunggu jam 12 siang. Gak lebih.” Tegas pak Wisnu.

Seketika aku mendongak, melihat ke kedalaman matanya. Ah, ada aku disana. Aku tersenyum. Lega rasanya.

“Terima kasih Pak. Terima kasih.” Balasku padanya dengan senyum yang masih terus mengambang diwajahku. “Siap Pak.” Lanjutku dengan mengangkat tangan kanan menyatukan ibu jari dengan telunjuk hingga membentuk huruf “O”. oke.

Bergegas kembali ke meja merapikan semua pekerjaan. Menyimpan file dalam laptop, mematikan dan menuutupnya. Aku memeriksa tas, kalau saja ada yang tertinggal di meja. Oke, beres. Membersihkan sampah kertas diatas meja dan memasukkannya ke dalam tong sampah di sudut ruangan. Oke sip. Aku pulang.

Sebenarnya aku sering lembur sih. Selain pekerjaan yang butuh deadline pengumpulan ke pak Wisnu. Lembur menambah penghasilanku, karena ada uang khusus untuk karyawan lembur.

Catat, lembur karena pekerjaan memang belum selesai ya. Padahal aku telah menghabiskan waktuku di depan laptop. Tetap saja waktunya kurang. Bukan karena aku bersantai ria dalam melaksanakan kewajibanku. Karena aku termasuk karyawan yang professional dalam pekerjaan dan menjunjung tinggi kedisiplinan.

Menunggu angkutan umum di malam yang semakin gelap ini ternyata sulit. Beberapa kali mencoba memesan ojek online pun selalu gagal. Padahal biasanya pukul Sembilan malam ojek online masih bisa di pesan. Huft. Membuang nafas kasar, melonggarkan dada yang terasa sempit karena rasa jengkel yang mulai menguasai diri.

Bagaimana caranya aku pulang. Melihat kekiri kekanan. Nihil. Tidak ada satupun kendaraan lewat. Ada apa dengan mala mini. Melihat ponsel. Haish. Ponselku batrenya habis. Habis pulalah riwayatku.

Berbalik badan dengan niat kembali ke kantor. Kalau saja ada pertolongan disana. Suara klakson mengagetkanku.

Tiin`

Aku nyaris terlonjak dan terjatuh mendengarnya. Badanku berbalik untuk melihat siapa yang membunyikan klakson mobilnya padaku.

Mataku membulat sempurna. Seorang lelaki tampan turun dari mobilnya. Seperti seorang pangeran yang turun dari kudanya menyambut tuan putrinya. Ah. Negeri dongeng.

Tak. Aku memukul kepalaku sendiri. Dia lelaki tampan yang senyumnya membuatku melayang kini berada tepat dihadapanku.

“Anna, mau pulang ya? Yuk aku antar.” Tanpa basa basi dia menawarkan diri mengantarku pulang dengan mobilnya.

Rasanya tak percaya. Kucubit lenganku

“Aww.” Sakit. Ini nyata bukan mimpi ataupun halusinasiku.

“Bengong. Ayo!” Ajaknya lagi padaku.

“Oh, baik.” Aku mengikuti langkahnya di belakang. Dia, lelaki itu membukakan pintu mobil untukku. Ternyata tinggiku sebahunya. Hihi. Aku terkikik sendiri.

Lelaki itu berlari memutar mengelilingi mobilnya dan duduk disampingku, di belakang kemudi. Glek. Aku menelan saliva. Tiba-tiba tenggorokanku terasa kering. Berulang kali menelan saliva membasahi kerongkongan. Aku masih fokus menghadap kearahnya sedangkan dia melihat kedepan fokus menyetir.

Jalanan kota Malang dimalam hari masih ramai. Aku saja yang sial tadi, sehingga di depan kantor sunyi tidak ada satupun yang lewat.

Sial pembawa keberuntungan. Aku tersenyum sendiri. Pandanganku masih fokus padanya. Mobil tiba-tiba berhenti. Aku tersentak kaget. Badanku condong kedepan hampir bersentuhan dengan tangannya yang memegang tuas persneling. Ah, hamper saja.

“Kita makan dulu ya. Aku lapar.

1
Dewi Nurani
segala hormon jadi alasan , dicerita ini orang² nya pada lemah semua , gak punya pendirian gampang kerayu
sungguh menyebalkan
Dewi Nurani
anna terlalu manjain s alina makanya jadi kurang ajar , adik itu dididik bukan dibiarkan semaunya , itu baru namanya sayang
Dewi Nurani
si anna nya cengeng tingkat tinggi sungguh menyebalkan , gak ada tangguh²nya jadi perempuan gak ada jaga harga dirinya takut banget ditinggalin , jaga gengsi dong
Dewi Nurani
si anna cengeng dikit² nangis , tegas dong sama adiknya
terus adiknya juga kenapa gak sopan gitu , rasanya gak mungkin ada yg gitu amat , gak ada segen² nya sama kaka sendiri
Rini Haryati
bagus
Firgi Septia
buat apa menyayangi adik pelakor macam gitu Alina gimana nasibmu begitu kalau kamu jadi orang yg bodoh /Frown//Frown/
Firgi Septia
bodoh Anna buat apa minta maaf aduh /Frown//Frown/
Wiwit
ga jelas ceritanya
Rose 19
David mau jadi duri di antara anda sama adrian
Rose 19
selsaikan hubunganmu sama David, trus pergi yang jauh sama sampai luka di hatimu sembuh.fdan buktikan pda mereka klo kmu wanita yg kuat dan hebat.
Rose 19
sakit ya an, klo di bohongin org yang kita sayang.
Fitrian Delli
dasar anaknya saja bodoh, mau d bohongi
Fitrian Delli
minta cerai saja bodoh
Elin Handoko
bnr membosankan
Ike Frenhas: 😁😁😁

terima kasih udah mau mampir baca yaa
total 1 replies
Fazira Fauziah
ceritanya bagian ini keren kak
semangat
Ike Frenhas: terima kasih sudah mampir baca ya, Kak
total 1 replies
Fazira Fauziah
ka ceritanya bagus tapi terlalu muter muter yah ka gitu lagi gitu lagi kelakuannya
Lienda nasution
Adrian ini apa tidak punya kelg thor
Lienda nasution
kok aq berharap ana meninggalkan Adrian walau cuma sebentar sebagai hukuman karena bersikap terlalu lunak sama Alina sang perempuan jalang itu biar tau rasa itu Adrian
Lienda nasution
ceritanya bagus 👍👍👍👍🤭
Elis Rosyidah
lanjut ka
Ike Frenhas: sudah tamat. baca cerita yang lain yaa. banyak yang udah tamat. hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!