NovelToon NovelToon
Gadis Desa Vs Pewaris Sultan

Gadis Desa Vs Pewaris Sultan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cintamanis / Anak Yatim Piatu / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: I Wayan Adi Sudiatmika

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan, hiduplah Kirana, gadis cantik, cerdas, dan mahir bela diri. Suatu hari, ia menemukan seorang pemuda terluka di tepi sungai dan membawanya ke rumah Kakek Sapto, sang guru silat.


Pemuda itu adalah Satria Nugroho, pewaris keluarga pengusaha ternama di Jakarta yang menjadi target kejahatan. Dalam perawatan Kirana, benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Namun, setelah sembuh, Satria kembali ke Jakarta, meninggalkan kenangan di hati Kirana.


Bertahun-tahun kemudian, Kirana merantau ke Jakarta dan tak disangka bertemu kembali dengan Satria yang kini sudah dijodohkan demi bisnis keluarganya. Akankah mereka bisa memperjuangkan cinta mereka, atau justru takdir berkata lain?


Sebuah kisah takdir, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh waktu, hadir dalam novel ini! ❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I Wayan Adi Sudiatmika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1: Kirana dan Kehidupannya

Kirana adalah seorang gadis cantik yang saat ini berusia 15 tahun dengan kulit putih bersih dan rambut panjang sepinggang yang selalu terurai alami. Kecantikan alami Kirana tidak serta merta membuat dirinya sombong. Kirana hidup sebagai gadis yatim piatu di Desa Sekawan. Desa Sekawan terletak di sebuah dataran tinggi di bawah sebuah bukit, sehingga udara sejuk selalu menyelimuti desa itu sepanjang waktu. Desa Sekawan juga dikelilingi pemandangan alam yang indah dengan sebuah danau kecil yang sangat tenang dan hutan yang sedikit misterius. 

Kirana tinggal di sebuah rumah sederhana bersama Paman, Bibi dan dua sepupunya. Entah kenapa dia bisa tinggal di rumah ini bersama keluarga pamannya, dia tidak pernah tahu, karena dia tidak pernah tahu ayah dan ibunya. Kabarnya ayah dan ibunya meninggal karena kecelakaan sejak dia masih bayi. Meskipun Kirana selalu hidup dalam kesederhanaan, namun kehidupan Kirana tidak seperti gadis-gadis desa lain yang selalu bisa bermain dengan gadis-gadis seusianya. Kirana harus menghadapi pahitnya kehidupan, karena Bibinya (Tari) dan kakak sepupunya (Rara) selalu memperlakukan Kirana sangat tidak adil. Rara saat ini berumur 17 tahun. Mereka selalu menyuruh Kirana untuk mengerjakan pekerjaan rumah, mulai dari memasak, mencuci pakaian bahkan membersihkan rumah menjadi pekerjaannya sehari-hari. Walaupun demikian dia tetap bisa bersekolah yang saat ini sudah menginjak kelas IX di sebuah SMP yang terletak di sebelah desanya. 

“Sarapan belum juga siap…. Malas sekali kamu Kirana..!!!” suara Bibi Tari hampir setiap pagi selalu memecahkan kesunyian di rumah itu. Padahal bibinya baru bangun dan Karina sudah dari subuh membuat sarapan. 

“Sabar Kirana…. Sabar….” itulah yang selalu dikatakan Karina di dalam hatinya.

Sepulang sekolah Rara juga tak pernah melewatkan kesempatan untuk menyuruh Kirana. “Baju-baju belum disetrika, rumah masih berantakan. Kamu bisa apa sih Karina? Sudah numpang di sini, kerjaannya malas-malasan saja…,” kata Rara hampir setiap kali Kirana pulang sekolah. Padahal Rara sepulang sekolah selalu main ponselnya sampai kadang-kadang tertidur di sofa rumahnya. Karina hanya bisa mengelus dadanya.

Namun dibalik itu semua, Kirana mempunyai tekad dan harapan yang kuat.

“Suatu saat aku pasti keluar dari rumah ini. Akan kubuktikan bahwa aku bisa lebih baik dari mereka …” Hal itu selalu menjadi kata-kata penyemangatnya.

Meskipun kehidupan Kirana menyedihkan, namun Kirana tidak pernah mengeluh, walaupun rasa jengkel dan sedih selalu menghantui hatinya. Paman Kirana (Budi) dan adik sepupunya (Arif) yang saat ini berumur 14 tahun adalah sedikit cahaya dalam hidupnya. Sebenarnya mereka baik hati dan menyayangi Kirana. Namun karena sosok Bibi Tari yang dominan di rumah itu, mereka tidak bisa berbuat banyak untuk bisa membantu Kirana. Hanya saat Bibi Tari dan Rara tidak ada di rumah, Paman Budi dan Arif baru bisa membantu Kirana mengerjakan pekerjaan rumah.

“Terima kasih Paman… Terima kasih Arif…. Terima kasih sudah membantu Kirana….” ucap Kirana setiap Paman dan Arif membantunya. 

Paman Budi menghela nafas dan wajahnya penuh penyesalan.

“Maaf ya Kirana, paman hanya bisa membantu kami kalau bibi dan kakakmu tidak ada di rumah. Paman tidak bisa membantah bibimu,” kata pamannya pada suatu hari.

“Tidak apa-apa paman, paman dan Arif sudah sangat meringankan kerjaan Kirana…. Kirana bersyukur punya paman dan adik yang masih memperhatikan Kirana,” kata Kirana sambil menatap sendu paman dan adiknya.

Mata Arif berkaca-kaca dan menatap sedih kakak sepupunya itu.

“Kak, suatu saat nanti, aku akan menjadi kuat dan aku janji akan selalu melindungi Kak Kirana dari mereka.” 

Kirana tersenyum hangat kepada paman dan Arif, sambil mengusap kepala Arif dengan penuh kasih sayang.

“Terima kasih Dik… sampai saat ini kakak bisa bertahan, kamu jangan khawatir. Saat ini yang terpenting kamu tumbuh jadi anak yang baik dan kuat. Jangan lupa belajar yang rajin ya…,” kata Kirana sambil tersenyum.

Di balik kesedihannya, Kirana selalu bersyukur masih ada orang yang menyayanginya, yang dapat memberikannya kekuatan untuk bertahan.

 

Suatu pagi, suara keras Rara memecahkan kesunyian dan ketenangan rumah itu.

“Kirana…. Kirana… dimana kamu…??” teriak Rara dengan suara melengking dengan wajah memerah menahan amarah.

Kirana yang saat itu baru selesai memasak dan akan menyajikan masakannya di meja makan, langsung bergegas menghampiri Rara. Di tangannya masih tergenggam lap kecil yang tadi dia gunakan untuk membersihkan meja makan.

“Kak Rara ada apa…?” tanya Kirana sambil mengusap tangannya di lap yang masih dia bawa untuk menyamarkan kecemasannya.

Dengan wajah memerah dan mata melotot, Rara lalu berkata, “Baju olahragaku dimana ? Kamu sudah setrika kan? Aku mau pakai sekarang…!!!”

Kirana terkejut, biasanya Rara memakai baju olahraga ke sekolah hari Jumat. Ini masih hari Rabu dan baju olahraga Rara pun baru sore kemarin kering, jadi dia belum sempat menyetrikanya. 

“Maaf… Maaf… kak… Biasanya kan hari Jumat kakak pakai baju olahraga? Kenapa hari ini mau pakai? Bajunya…. belum Kirana setrika kak…,” jawab Kirana dengan tangan gemetar, tangannya meremas lap yang dipegangnya.

Rara dengan kesal berkata, “Mau aku pakai hari Jumat… sekarang… itu terserah aku…. Apa urusanmu…? Urusanmu bagaimana memastikan bajuku siap kapanmu aku mau! Ngerti kamu!,” hardik Rara dengan wajah songongnya.

Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Kirana. Kirana menunduk agar air matanya tidak terlihat oleh Rara. 

Dengan menghela napas, Kirana berkata, “Baik kak… maaf kak… sekarang Kirana siapkan baju olahragamu.”

Lalu dengan tergesa-gesa menuju kamarnya yang sekaligus kamar tempat dia menyetrika pakaian keluarga itu. 

Sementara itu, Rara berjalan ke meja makan dengan langkah kesal. Bibi Tari yang baru keluar kamar dan juga sedang menuju ruang makan, menatap Rara dengan penuh tanya melihat wajah kesal putrinya.

“Kenapa Ra…? Kirana membuat masalah lagi dengan kamu?” tanya Bibi Tari dengan wajah dinginnya.

Rara menggerutu sambil menyendokkan nasi ke piringnya.

“Ia bu… Dia malas sekali. Baju olahragaku belum disetrikanya. Padahal aku mau pakai pagi ini ke sekolah.”

Bibi Tari mengangguk dan menunjukkan wajah kesalnya.

“Sudah… jangan terlalu dipikirkan. Dia kan memang seperti itu, bisanya bekerja setengah-setengah. Nanti ibu kasih pelajaran si pemalas itu,” seru Bibi Tari dengan wajah kesalnya.

 

Di kamar, Kirana dengan cepat mengambil baju olahraga Rara yang baru kemarin diambil dari tempat jemuran. Masih dengan tangannya yang gemetar, Kirana mengambil setrika. Matanya berkaca-kaca, tapi dia berusaha untuk menahan tangis.

“Kenapa mereka seperti itu memperlakukanku…? Apa salahku selama ini? Apa tidak ada sedikit rasa sayang mereka kepadaku?” bisik hatinya.

Tiba-tiba pintu kamar Kirana terbuka dengan pelan. Arif mengintip dari balik pintu, wajahnya penuh dengan kekhawatiran.

“Kak Kirana…. Kamu baik-baik saja?” tanya Arif pelan.

Kirana tersenyum lemah dan berusaha menutup perasaan sedihnya kepada Arif.

“Iya Dik. Kakak baik-baik saja. Ini lagi mempersiapkan baju olahraga Kak Rara.”

Arif mengerutkan keningnya.

“Tapi kan biasanya Kak Rara pakai baju olahraganya hari Jumat… kenapa hari ini dia mau pakai Kak?” tanya Arif dengan heran.

Kirana menghela napasnya. “ Entahlah Dik. Kakak juga tidak tahu. Mungkin ada kegiatan di sekolahnya. Masalahnya Kak Rara baru bilang tadi, jadi kakak baru bisa menyetrikanya saat ini. Untung saja baju olahraganya sudah kering,” kata Kirana sambil tersenyum ke arah Arif.

Arif lalu masuk ke kamar, mendekati Kirana dan duduk di samping Kirana. “Kak… kamu jangan terlalu capek ya. Arif bisa bantu kakak kok… jangan sungkan minta bantuan Arif.”

Kirana tersenyum hangat dan sambil mengusap kepala Arif, Kirana menjawab, “Terima kasih Dik… Tapi tidak usah Dik… Nanti kalau Bibi Tari dan Kak Rara tahu, nanti kakak akan dimarahi lagi. Sekarang kamu siap-siap sekolah ya… Jangan lupa sarapan di dapur sudah kakak siapkan.”

Arif menganggguk, tapi matanya masih dengan kekhawatiran. “Kalau Ibu dan Kak Rara selalu begini… Bagaimana Kak Kirana akan bisa bahagia?”

Kirana terdiam sejenak, lalu memeluk erat Arif. “Kakak akan selalu baik-baik saja kok. Yang terpenting kamu dan paman selalu ada untuk kakak. Nah sekarang kamu siap-siap dan sarapan ya…”

Arif berdiri sambil memberi hormat kepada kakaknya. “Siap kak..!!!” seru Arif sambil tersenyum lalu beranjak dari kamar Kirana.

 

Setelah Arif pergi, Kirana kembali fokus menyetrika baju Rara. Walaupun saat ini tangannya masih bergetar, tapi hatinya sedikit tenang setelah berbincang dengan Arif.

Sementara itu di meja makan, Rara masih saja menggerutu. “Dia selalu seperti itu bu. Kerjanya lelet sekali, padahal hanya menyetrika satu baju saja.”

Bibi Tari mengangguk sambil menyeruput teh lemon hangatnya. “Sudah jangan dipikirkan. Memang dia tidak pernah bisa diandalkan.”

Di sudut ruangan, Paman Budi yang diam-diam memperhatikan semua yang terjadi, namun dia hanya bisa berdiam diri dan menghela napas. Dia tahu Kirana telah bekerja keras dan sedih atas perlakukan istri dan anak gadisnya, namun ia tidak bisa berbuat terlalu banyak.

Apakah yang akan terjadi pada kehidupan Kirana selanjutnya? Apakah dia mampu bertahan di rumah itu?

1
Atik R@hma
pertemuan pertama, 😚😚
Atik R@hma
ok ka,,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!