Setelah lulus SMA, Syafana menikah siri dengan kekasihnya yang baru saja lulus Bintara TNI-AD. Sebagai pengikat bahwa Dallas dan Syafana sudah memiliki ikatan sah. Pernikahan itu dirahasiakan dari tetangga maupun kedinasan.
Baru beberapa hari pernikahan siri itu digelar, terpaksa Dallas harus mengikuti pendidikan selama dua tahun. Mereka berpisah untuk sementara.
"Nanti setelah Kakak selesai pendidikan dan masa dinas dua tahun, kakak janji akan membawa pernikahan kita menjadi pernikahan yang tercatat di secara negara," janji Dallas.
"Kak Dallas janji, harus jaga hati," balas Syafana.
Namun baru sebulan masa pendidikan, Dallas tiba-tiba saja menalak cerai Syafana. Syafana hilang kata-kata, sembari melepas Hp nya ke ubin, tangan Syafana mengusap perutnya yang kini sudah ditumbuhi janin. Tangis Syafana pecah seketika.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Mobil Yang Mengikuti Syafa
"Kalau begitu, jika dia datang lagi ke rumah ini, tolong berikan saja nomer Hp Syafa, Bu. Biar dia bicara langsung dengan Syafa," putus Syafa memungkas obrolannya dengan sang ibu. Bu Sarma tertegun, dia berpikir apakah cara yang diputuskan Syafa akan membuatnya lebih tenang atau justru akan membuat Syafa terguncang.
"Kamu mau menemuinya tatap muka?" tanya Bu Sarma tidak yakin.
"Kami pernah bertemu tanpa sengaja, Bu. Syafa harus berani hadapi dia kalau dia memang ingin bertemu Syafa dan mendengar keputusan Syafa," tegas Syafa.
"Apakah kamu yakin?" telisik Bu Sarma masih tidak yakin.
"Syafa yakin, walaupun sebetulnya Syafa tidak pernah mengharapkan pertemuan itu kembali," ucap Syafa sembari menyembunyikan mukanya yang mulai berderai.
"Baiklah, itu terserah kamu saja. Ibu dan bapak hanya bisa mendukung dan mendoakan yang terbaik buat kamu."
Sejenak obrolan Syafa dan Bu Sarma terhenti oleh kedatangan Pak Syakir. Pak Syakir sudah tahu ada Syafa di rumah, karena melihat motornya sudah berada di depan.
Syafa menyambut kedatangan Pak Syakir. "Syafa kamu datang, Nak?"
"Iya, Pak. Syafa sengaja mampir ke sini setelah mengirim barang ke rumah pelanggan baru di Ciasem," ujar Syafa seraya meraih tangan Pak Syakir lalu diciumnya.
"Syukurlah. Dengan melihat kamu sehat seperti ini, bapak sangat senang dan bersyukur," ujar Pak Syakir seraya beranjak menuju dapur untuk menyimpan barang belanjaannya.
"Bapak belanja apa, banyak banget?" heran Syafa, karena kantong yang dibawa Pak Syakir terlihat penuh.
"Biasa, bapakmu belanja tembakau sekalian belanja bahan untuk jualan masakan ibu. Kamu makan dulu, deh. Ibu masih banyak lauk di depan. Mumpung masih ada," ujar Bu Sarma menyuruh Syafa makan.
"Tidak, Bu. Lebih baik Syafa makan yang ada di dapur saja."
"Ya sudah, di dapur hanya ada sambal dan semur jengkol dan sayur kangkung saja. Kamu mau?" tawar Bu Sarma menyebutkan menu yang masih ada di dapur sisa masak tadi.
"Tentu saja dong, Bu, mau. Apalagi ada semur jengkol buatan Ibu. Syafa pasti akan makan banyak," girang Syafa seraya menuju dapur.
Kebetulan ada Pak Syakir yang sedang melinting tembakaunya menjadi rokok.
"Pak, makan sekalian sama Syafa," tawarnya.
"Bapak masih kenyang. Kamu makan saja," tolak Pak Syakir. Akhirnya Syafa makan sendiri. Kebetulan Pak Syakir belanja buncis dan kecipir, sebagai lalapan Syafa menambahkan dua sayur itu sebagai menu tambahan untuk dicocol sambal.
Rasanya sangat nikmat, padahal cuma menu yang sederhana. "Alhamdulillah," gumamnya menyudahi makannya.
"Syafa, kamu tentu sudah mendapat cerita dari ibumu tadi, bukan?" Tiba-tiba Pak Syakir bertanya, walaupun pertanyaannya kurang jelas, tapi Syafa cukup paham. Syafa mengangguk.
"Sudah, Pak. Syafa akan hadapi langsung dia. Kalau dia datang lagi, tolong Bapak berikan saja nomer Syafa. Syafa akan bicara dengannya."
"Apakah kamu siap bertemu langsung dengan dia, Nak?" Pak Syakir terlihat tidak yakin.
"Syafa sebetulnya sudah tidak mau bertemu dia. Cukuplah sekali saat kami dipertemukan tidak sengaja itu sampai dia mengantar ke rumah ini. Tapi, jika dia tetap ingin bertemu juga dengan Syafa, maka Syafa terpaksa harus hadapi dia dengan berani. Syafa juga tidak ingin membuat Ibu dan Bapak terus-terusan menerima teror permintaan maaf dari dia. Syafa minta maaf sama Bapak dan ibu, karena sudah merepotkan Ibu dan Bapak selama ini," ucap Syafa merasa bersalah.
"Bapak bukan tidak ingin direpotkan, Sya. Tapi, Bapak ini sudah tua. Bapak takut sikap Bapak selama ini sama dia, akan menjadi dosa yang akan dibawa mati. Bapak tidak tahu sampai kapankah umur Bapak? Bapak tidak ingin saat Bapak memperlakukan dia dengan tidak baik, lalu tiba-tiba bapak diambil-Nya. Tentu saja itu akan menjadi dosa buat bapak. Sekarang kamu harus berani putuskan, apapun keputusanmu, bapak dan ibu mendukung," ucap Pak Syakir dengan wajah yang sedih.
"Iya, Pak. Syafa paham apa yang Bapak dan Ibu rasakan. Untuk itu, memang saatnya Syafa harus berani hadapi dia, bagaimana pun caranya," putus Syafa membuat Pak Syakir lega.
"Bapak minta maaf, ya, Nak. Bukan bapak tidak ingin membelamu lagi. Tapi, sepertinya menurut hemat bapak, dia bisa berhenti mendatangi bapak, hanya dengan mendengar keputusanmu," tambah Pak Syakir lagi.
"Syafa paham, Pak. Syafa akan siapkan mental untuk bisa menghadapinya. Atau kalau perlu, pertemuan itu di sini saja. Nanti, Syafa akan atur pertemuan dia dengan Syafa di rumah ini," putus Syafa membuat Pak Syakir lega.
"Bagus kalau seperti itu. Baik atau buruk keputusanmu, yang bisa menghentikan dia untuk datang terus-terusan ke rumah ini hanyalah kamu. Tapi, bagaimana dengan tuntutan dia mengenai darah daging kalian? Sepertinya dia sudah mengetahui kalau kalian memiliki darah daging," ujar Pak Syakir. Diakhir kalimat, Pak Syakir terlihat bingung. Hal ini tentu saja bisa dipahami Syafana. Pak Syakir bingung dengan Sakala yang selama ini disembunyikan dari Dallas.
"Akan Syafa pikirkan nanti, Pak. Untuk sementara ini, jika dia masih datang dan memohon, tolong berikan saja nomer Hp Syafa. Bilang saja Syafa ingin bicara," ujar Syafa mengulang permintaannya tadi untuk disampaikan pada Dallas jika Dallas nanti datang ke rumah orang tuanya lagi.
Sekitar jam dua siang, Syafana akhirnya berpamitan kepada bapak dan ibunya.
"Pak, Bu, Syafa sepertinya harus pulang. Mumpung masih siang dan hari cerah," ucap Syafa seraya menyampirkan tasnya di bahu.
"Hati-hati Syafa. Salam buat Sakala, bilang emak dan abah selalu doakan Saka agar sukses daftar bintaranya. Semoga pendaftaran kali ini dia lolos," doa Bu Sarma diamini Pak Syakir dan Syafana.
"Iya, Pak, Bu. Nanti Syafa sampaikan salam Bapak dan Ibu pada Saka. Saka juga sebetulnya selalu rindu dengan kalian, tapi berhubung saat ini dia sibuk daftar bintara, jadi Saka tidak bisa sering tengok bapak dan ibu. Kalau gitu, Syafa pamit, ya. Assalamualaikum." Syafana berpamitan seraya mencium tangan kedua orang tuanya.
"Waalaikumsalam. Hati-hati Syafa," balas kedua orang tuanya kompak. Mereka menatap kepergian Syafa dengan tatap penuh doa, sampai motor Syafa menghilang di belokan jalan.
Syafa memacu motornya dengan kecepatan sedang. Tanpa dia sadari, sedari Syafa keluar dari pekarangan rumah kedua orang tuanya, ada sebuah mobil yang terus mengikuti.
Motor Syafa terus melaju membelah jalanan kota Bdg menuju kota Cikaracak yang bisa ditempuh dengan waktu dua jam lebih.
Sementara mobil yang sejak tadi mengikuti Syafa, rupanya masih mengikuti, sampai motor Syafa tiba di kediamannya.
Rumah itu, sama persis dengan rumah yang pernah diselidiki oleh orang-orang suruhannya.
Di depan pintu rumah, tiba-tiba muncul seorang pemuda yang sangat ia kenali.
"Saka putraku. Tidak salah lagi, kalian memang tinggal berdua di kota ini. Aku sangat merindukan kalian Saka, Syafa. Mungkinkah kita bisa bersama lagi?" gumamnya disertai air mata yang mulai menggumpal di sudut mata.
"Mama," ucap Saka seraya mencium tangan Syafana.
Dallas sangat terharu melihat pemandangan di depan mata yang membuatnya terharu.
"Tunggu pertemuan kita nanti, Nak. Belum saatnya papa muncul di hadapan kalian secara bersamaan." Dallas memutar kembali mobilnya dan meninggalkan tempat itu dengan hati yang sedih.
gpp Safa is ok jatuh cinta kembali dengan orang yg sama ehemmmm