Sean Ronald Javindra, putra ketiga Eriel dan Edna ditugaskan daddynya ke Surabaya. Tas kecil satu satunya yang dia bawa tertinggal di toilet bandara. Untung dia sudah melewati bagian imigrasi.
"Sial," makinya kesal. Dia jadi ngga bisa menghubungi keluarga dan teman temannya, kaena ponselnya berada di dalam tas kecil itu.
Dia dengan sombong sudah menolak semua fasilitas daddynya karena ingin jadi orang biasa sebentar saja.
"Emang lo udah siap nerima hinaan?" cela Quin saat mengantarkannya ke bandara beberapa jam yang lalu.
"Yakin naek pesawat ekonomi?" ejek Theo mencibir.
"Jangan banyak protes ntar," sambung Deva dengan wajah mencelanya.
Sean malah terkekeh, menganggap enteng semua perkataan mereka.
Sekarang dia baru rasakan apesnya. Kaki panjangnya terasa pegal karena terpaksa di tekuk. Duduknya yang ngga bisa bebas karena kursinya berderet untuk tiga orang. Belum lagi tangis bocil yang ngga berhenti di depannya.
Rasanya saat itu kemarahan Sean mau meledak,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum totalitas
"AAARRRRGGHHHHH......!" Sean mengeluarkan juga umpatan kesalnya walaupun tidak begitu keras.
Bodoh amat dengan beberapa orang yang memperhatikannya.
Sean menggusar wajahnya dengan kasar saking sebalnya.
Tadi setelah teringat kalo dia melupakan tasnya, secepat kilat Sean berlari ke arah toilet.
Apes!
Beneran apes!
Tasnya udah raib.
Sean menghentakkan kaki dengan cukup keras saking betenya perasaannya.
Wajarlah langsung lenyap. Tas dengan corak tiga garis yang ngga sama panjang itu pasti sangat menggiurkan orang yang melihatnya.
Modelnya juga limitted edition.
Sean mencoba menenangkan dirinya.
Ngga lama kemudian tersungging senyum miring di bibirnya. Hampir saja dia melepaskan tawanya.
Bodohnya! Dia terlalu menjiwai perannya sebagai orang biasa.
Sean sudah kembali ke mood cueknya lagi.
Dia akan mencari taksi ke hotel daddynya, nanti ongkosnya biar dibayar di sana.
Sean menggelengkan kepalanya perlahan.
Susah juga kalo harus totalitas jadi orang biasa, batinnya nyengir.
Mungkin sekarang daddy dan maminya sedang menunggu kabar darinya.
Orang orang yang diam diam mengawalnya pasti sudah memberitaukan kalo dia sudah sampai di Surabaya.
Hanya karena ingin menjahili orang orang daddynya itu, dia sampai kehilangan tasnya.
Untung dibalik musibah kehilangan tas, Sean belum melihat keberadaan pengawal daddynya.
Maaf, mam. Sesekali aku mau bebas. Sebentar saja, ya, ya....., batinnya memohon berjuta maaf pada mami tersayangnya, seakan akan maminya ada di sini.
Palingan sejam lagi dia sudah mengabari maminya. Karena dia sudah tiba di hotel keluarga mereka dan bisa menggunakan fasilitas hotel.
Langkahnya terhenti ketika melihat seorang perempuan yang tampak kebingungan di depan mobilnya. Dia terlihat menelpon dengan wajah panik.
Satpam yang ada di dekatnya juga tampak bingung memperhatikan isi di dalam kap mobil yang sudah terbuka itu.
Orang orang yang berlalu lalang tampak cuek, mungkin juga ngga yakin bisa membantu.
Angel dan devil sedang berdebat di dalam pikirannya.
Bantu tidak, ya?
Angel : bantu, dong mas tampan
Devil : Ngapain. Ngotor ngotorin tangan aja.
Angel : Kamu, kan, ngerti mesin, mas Sean.....
Devil : Bodoh amat.
Sean hampir saja mengikuti saran si Devil kalo saja dia ngga mendengar suara panik gadis itu.
"Oke, oke! Aku pesan taksi online sekarang. Kalian ngga berhak memulai rapat pemegang sahan tanpa aku!"
Sean mendekat dan melihat ke dalam mesin mobil.
Tangannya terjulur membuat tubuh satpam bergeser, memberikannya tempat agar lebih leluasa.
"Ngerti mesin, mas?" tanya satpam itu dengan wajah cerah, seolah sudah memenangkan undian berhadiah mobil semewah ini.
"Lumayan." Sean memperhatikan dengan teliti, kemudian sekelumit senyum tersungging di bibirnya.
Perempuan yang nampak marah setelah menyahut di telponnya, menoleh pada Sean.
Posisi laki laki itu agak membungkuk dan tangannya sibuk mengutak atik mesinnya.
Dia pun mendekat sambil menyimpan ponselnya.
"Nona, maaf, saya harus kembali. Sepertinya masnya bisa menolong," ucap satpam berniat melarikan diri. Dia sudah cukup lama meninggalkan poskonya.
"Oh iya, pak. Makasih ya."
"Ya, nona." Dia malah ngerasa ngga perlu ucapan baik si nona, karena ngga bisa membantu dari tadi. Hanya berdiri saja memandang mesin mobil itu dengan bodoh.
Satpam itu menganggukkan kepalanya pada Sean yang meliriknya sebelum dia melangkah pergi.
"Bisa? Kalo ngga bisa, ngga apa apa," ucapnya agak ngga sabar
Sean tau, gadis ini sepertinya sedang dikejar waktu.
"Aku naek taksi online saja. Mobilnya biar ditinggal," sambungnya lagi sambil melihat jam di pergelangan tangannya.
"Ngga apa apa, mas, kalo ngga bisa. Aku buru buru," lanjutnya lagi ketika tiada respon dari laki laki yang masih memunggunginya dan terus berkutat dengan mobilnya.
Laki laki itu mengeluarkan punggungnya dan menegakkannya.
Perempuan muda itu yang belum melihat wajahnya, sesaat terpana saat keduanya bersitatap
Tampan, batinnya memuji tanpa sadar.
Sean juga mengakui kalo gadis di depannya cantik.
Dia menutup kap mobil audi itu dan mengulurkan tangannya.
"Kuncinya."
"Buat apa?" Walau bingung, gadis itu menyerahkan juga kunci mobil yang sedari tadi dia pegang.
"Aku akan mengetesnya."
Gadis itu mencium bau oli saat tangan itu meraih kunci mobil yang dia serahkan. Juga agak kotor.
"Sebentar." Dia mengeluarkan saputangan dari dalam tasnya.
Sean membatalkan langkah kakinya yang akan bergerak menuju pintu kemudi.
Tanpa ragu gadis itu mengelap jari jari itu dengan sapu tangan miliknya.
"Maaf, tangan anda jadi kotor."
"Ngga apa apa," ucap Sean sambil menatap tajam gadis yang sedang menunduk itu.Tingginya hanya se dadanya saja.
Setelah gadis itu melepaskan genggaman tangannya, Sean membuka pintu mobil dan menekan tombol start.
Gadis itu terperangah.
Mesinnya bisa dihidupkan.
"Sudah bisa nona," ucap Sean bermaksud keluar dari pintu mobil
"Bisakah kamu mengantarkan aku. Aku harus buru buru.... Tapi aku sangat gugup," pintanya dengan wajah merona.
Baru kali ini dia meminta tolong pada orang asing.
Terpaksa. Keadaannya darurat, belanya dalam hati.
"Tapi kalo ngga bisa ngga apa apa. Aku akan naek taksi saja. Thank's atas bantuannya," ralatnya buru buru karena baru sadar dengan ucapannya yang bisa saja disalah artikan laki laki muda ini.
Sean ngga bermaksud menolak, dia hanya memperhatikan tangan perempuan itu yang sedang tremor.
"Katakan saja alamatnya. Akan aku antarkan," sahut Sean membuat satu kedutan tipis tercipta di sudut bibir perempuan cantik itu.
"O...ok. Thank's." Ngga ada waktu lagi buat basa basi dan khawatir. Hidupnya sudah mendekati di titik nadir.
"Alamatnya," ucapnya sambil memberikan sebuah kartu nama perusahaan konstruksi yang cukup besar dan terkenal.
"Oke." Setelah gadis itu mengenakan seatbeltnya, Sean segera melajukan mobil audi itu saat meninggalkan parkiran bandara.
"Aku Ariella," ucapnya mengenalkan diri sambil menggenggam erat pegangan di atas pintu mobilnya.
Laki laki ini sangat mahir bermanuver. Apalagi saat ini mereka sedang melaju kencang di tol.
Setidaknya kalo harus masuk IGD, Ariella sudah tau siapa nama laki laki yang tampak acuh dan cuek itu.
"Javin." Lidah Sean keseleo menyebut namanya.
Sean asal sebut saja. Lagipula itu masih ada dalam rangkaian namanya juga.
Hening lagi.
Ariella memejamkan mata. Laki laki ini ngga mikir apa, kalo dia ngga sendiri? Batinnya kesal.
Mobil sangat kencang menyalib dan melaju di tol. Mungkin dia memang akan cepat sampai ke perusahaannya atau akhirat.
Tiba tiba mobil melaju perlahan dan saat sepasang mata Ariella terbuka, ternyata dia sudah sampai di depan pintu gerbang perusahaannya.
Ada seorang satpam yang mencegat mobil mereka.
Sean menurunkan kaca jendela mobilnya dan memundurkan wajahnya agar perempuan itu bisa menampakkan wajahnya dengan jelas hingga bisa dilihat satpam.
"Nona Ariella....!" kaget satpam itu, kemudian buru buru membuka palang pintu gerbang.
"Kakek anda sudah menunggu, nona," ucapnya ketika mobil Ariella akan melewatinya.
Ariella menganggukkan kepalanya.
Sean melajukan pelan mobil hingga parkir di depan halaman perusahaan yang merupakan tempat parkir khusus para bos.
Begitu mobil berhenti, Ariella segera membuka pintu mobilnya.
"Bisakah menunggu sebentar? Setelah ini aku harus ke rumah sakit," ucapnya setelah menjejakkan sebelah kakinya ke luar mobil.
"Tarifku mahal," tolak Sean sambil melepaskan seatbeltnya. Dia akan mencari taksi online di depan.
"Aku akan membayarmu, berapa pun. Tolong tunggu."
Sean bisa mendengar suara itu bergetar dan tangan yang membuka pintu mobil itu juga gemetar. Masih tremor.
Dia kenapa? batin Sean heran. Wajah cantiknya seperti sedang menanggung beban berat.
DinDut Itu Pacarku ngasih Iklan
rumahku perbatasan gersik lamongan ...
😁😁