Karena hukuman, akhirnya Eighar harus di pindahkan ke sekolah aneh yang berisi orang-orang yang aneh pula. Sekolah macam apa yang di maksud?? Tak ada yang khusus, kecuali murid-murid serta sistem sekolahnya yang terbalik. Lalu, apa yang mengganjal dari hal itu??
Baca lah sendiri!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Game
Baik Eighar dan Japi sama-sama tak berkomentar apapun setelah itu. Eighar terdiam dan membisu, lalu kembali menatap Japi setelah menelan ludah beberapa kali. Eighar menggeleng, menarik napas panjang seusai merangkai kata-kata di otaknya. "Tapi gue gak mungkin ngelakuin itu."
".....Ya. Smart watches hitam di kategorikan menjadi tiga, dari yang rendah, menengah dan paling tinggi. Kemungkinan kamu berada di antara tiga tingkatan tersebut."
"Mau ditingkatan mana pun, intinya gue tetep pembunuh, kan?"
"..... Tidak ada yang berkata begitu."
Eighar mendecakkan lidahnya. "Tadi lu ngomongnya begitu."
".... Japi menulis sesuatu yang berkaitan dengan nyawa seseorang. Jadi, bisa jadi kamu mempermainkan nyawa seseorang tanpa membunuh, atau bisa jadi pula kamu benar-benar membunuh seseorang."
Eighar menjentikkan jemarinya lalu tersenyum lebar. "Iya juga, ya! Lu bilang kan warna hitam berkaitan sama nyawa seseorang, gak bilang sebagai pembunuh seseorang. Hahah."
".... -,- IQ alumni murid dari Greenoel School dipertanyakan."
"Eh! Lucunya ini jam, ada emot pake tanda baca." ledek Eighar, yang ternyata bisa juga dekat dengan jam yang ia bilang menyebalkan.
"....Jangan meledek. Saya punya rekaman pribadimu."
Senyum Eighar langsung sirna saat membacanya. "Anak anj!" ia menggantungnya agar tak terdeteksi sebagai kalimat umpatan. "Ngomong-ngomong, besok kan mata pelajarannya game, lu bisa kasih tau deskripsi mengenai game tersebut gak sih? Gue penasaran banget, mana gak di kasih ikut sama dokter Melissa."
"....Game adalah sebuah permainan yang mengikutsertakan seluruh murid menjadi peserta, kecuali yang dalam masa pemulihan. Game itu mencakup seluruh ruang lingkup sekolah, dan game itu sendiri bersifat bebas, tergantung dengan apa yang di tentukan oleh Leader sekolah."
Eighar langsung tercekat dan tersedak ludahnya sendiri ketika membaca tulisan terakhir dari Japi. "Apa?? Ohok ohok!!" desaknya sembari terbatuk. "Leader??" Eighar mengulang, dan ingatannya langsung tertuju pada lelaki berbadan kekar dengan wajah sangar yang selalu mewing itu. "B.. Brian kah?"
"....Ya, nama Leader A.K School adalah Brian Alvaro"
Eighar menggeretakkan giginya. "Mampus gue."
.......
.......
.......
Eighar duduk bersandar di tempat tidur selepas menyantap sarapan yang ia masak sendiri. Perutnya cekat-cekit dan terasa ngilu, ia mendongak ke langit-langit sambil mengeluh, "Gue gak bisa masak, apa disini bisa order makanan gitu? Mau mati rasanya tiap hari makan mie instan." keluhnya sambil mengusap perut bak sedang hamil.
Getar si Japi pun membuat Eighar langsung melihatnya. ".... ya, A.K School punya kantin dan bisa order via smart watches."
Dengan kesal Eighar langsung memukul Japi dan menggerutu. "Kenapa lu gak bilang dari kemarin-kemarin sih?"
".... Saya merespons setiap pertanyaan. Tanpa pertanyaan, saya tak bisa mengatakan apapun."
"Ck!" Eighar mendecak, lalu beranjak untuk mengambil obat dari dokter Melissa. Ia meminum tiga pil dengan sekali teguk, lalu membuang sisa air minum ke dalam wastafel lalu mengangkat satu tangannya untuk melihat Japi.
"Gimana caranya gue order makanan?" tanya Eighar jengah.
"..... Pin dan ATM sudah terverifikasi, silakan langsung order setelah melihat menu yang tertera. Download menu?"
"Kagak! Kenyang gue, udah gumoh!" balas Eighar sebal. Ia tak merasa pernah memverifikasi data ATM atau apapun miliknya. Mungkin sang Papa yang melakukannya.
Meski begitu, Eighar tetap mendownload menu dan melihatnya. Siapa tau ada makanan kesukaannya disana. Setidaknya ia merasa senang karena tak perlu masak mie instan lagi. Ia sangat merindukan nasi.
"... Dua puluh menit lagi kelas akan dimulai. Silakan keluar dari dalam kamar dan menuju ke halaman utama sekolah."
"Buat apa? Kan kelasnya cuma game. Gue juga gak ikutan." Eighar terdiam sesaat. "Tapi kayaknya gue harus kesana deh buat nonton."
".... Kamu bisa menonton live meskipun berada di dalam kamar."
"Gak mau gue! Di kamar mulu kayak anak perawan." ujar Eighar sambil bersiap, dengan seragam olahraga yang ia kenakan. Kali ini ia memakai seragam yang tepat, karena sudah di tegur juga oleh dokter Melissa kemarin.
Eighar keluar dari dalam kamar, dan melihat lorong asrama masih tersisa satu atau dua orang yang juga masih berada di sana. Mereka sepertinya enggan bergabung ke game, dilihat dari cara berjalan mereka yang lesu. Ya, Eighar berpikir mungkin mereka itu bukanlah orang-orang yang kompetitif, jadi game membuat nyawa mereka hilang separuh. Atau mungkin mereka adalah orang yang terluka, sama seperti dirinya.
Seperti gaya Eighar biasanya, ia langsung menghampiri salah satu dari mereka untuk bertanya, karena rasa penasaran anak ini lumayan besar. "Oi, kok belum ke halaman sekolah?" tanya Eighar berbasa basi, membuat lelaki kurus tinggi itu menoleh ke arahnya.
"Ya, gue kurang enak badan sekarang. Tapi kemarin dokter gak ngelarang gue buat ikut game, padahal gue pengen banget istirahat." sahutnya dengan nada suara lemah.
Eighar mengangguk, karena dugaannya benar. Orang ini memang tidak kompetitif, kan? pikirnya. "Main game kan gak bikin capek malah asik."
Perkataan Eighar membuat lelaki ini memelototinya. "Anak baru, kan?!" sentaknya, dan Eighar mengangguk santai. "Tentu aja game ini capek banget. Seharian, gak berenti. Belum lagi harus terus bersaing, dan Leader kayak idenya tuh gak abis-abis buat bikin game baru lagi.
"Gamenya kayak apaan sih?"
Lelaki ini menghela napas panjang. "Game yang nyebelin." balasnya parau.
"Btw, gue Eighar, lu?"
"Gue Leon."
"Lu kamarnya deket sini juga? Ngomong-ngomong gue belum punya temen sih disini, jadi kayaknya kita harus temenan." ucap Eighar, membuat Leon mengangkat kedua alisnya.
"Oh, boleh. Konsentrasi lu apaan?" tanyanya semangat.
"Matematika."
Wajah Leon langsung berubah. "Yah, kok ambil matematika sih? Palingan sekelas isinya cuma beberapa orang doang. Ternyata ada ya yang suka matematika." ucapnya kecewa.
"Ada lah! Matematika kan seru. Jawabannya pasti, gak pake nalar yang ngalur ngidul. Lu ambil konsentrasi apaan emangnya?" Tanya Eighar balik.
"Gue ambil biologi."
Eighar mengernyit. "Ngapain lu ambil biologi?"
"Supaya bisa bercocok tanam. Hahaha." jawaban Leon sebenarnya biasa, cuma tawa setelah ucapannya itu menandakan kalau bukan bercocok tanam umum yang ia maksud.
"Halah, itu mah gak belajar juga bisa. Naluriah!" sambung Eighar yang otaknya sama-sama plus plus.
Smart watches mereka bergetar dengan kuat, dan Leon langsung terkesiap saat menyadarinya. "Gawat oi!! Kita harus buruan kumpul di bawah sebelum telat. Entar dapat hukuman dari si leader yang antusias." ucapnya seraya berlari cepat menuruni anak tangga.
Eighar mengikutinya, ketika keluar dari asrama ia sudah bisa melihat lautan manusia yang berkumpul di halaman sekolah. Seluruhnya berada di bawah, kecuali seseorang yang duduk di atas podium dengan sebuah kursi raksasa. Ya, tentu saja itu Brian. Leadernya.
Karena tak ikut main, Eighar memilih menepi dan membiarkan Leon berlari sendirian ke sana. Eighar duduk di bawah pohon dan mengamati mereka dari kejauhan.
"Selamat pagi semuanya? Senang rasanya bisa melihat wajah antusias kalian dalam game ini, dan seperti biasa.. pihak sekolah ngasih hadiah uang tunai senilai satu juta rupiah buat siapa aja yang menang dan bisa nyelesain game ini, gak perduli berapa banyak orangnya." ucap Brian menggunakan mic kecil yang tertempel di wajahnya, dan Japi mengambil alih untuk menyebarluaskan suaranya. "Dan seperti biasa pula, gue udah ngirim data mengenai detil permainan ke Japi, untuk selanjutnya kalian bisa liat dan download gamenya sendiri."
Eighar bergegas melihat Japi, dan menemukan format game di halaman utama Japi. Eighar segera mendownload game tersebut dan melihat isi permainannya.
"Game pertama. Total seluruh peserta ada seribu orang, dengan pengecualian beberapa orang. Seluruh peserta yang berada di dalam garis, harus berlari dan merebut bendera yang ada di luar garis yang sudah tertancap di tanah dan menyebar di seluruh sekolah."
Eighar mengangkat kepala dan melihat sekeliling, dan benar sudah ada bendera yang tertancap di tanah.
"Jumlah bendera ada lima ratus, sisa yang tak mendapat bendera akan mendapatkan hukuman setrum berat hingga kehilangan kesadaran."
Eighar tersentak kala membacanya. Hukumannya benar-benar gila.
"Dan game kedua berisi peserta lima ratus orang. Kalian di wajibkan menyerang seseorang dengan lumpur dan juga sampah, batu dan juga benda keras, lalu seret ia ke hadapan leader segera. Yang melakukan penyerangan akan mendapat bonus dari leader."
Eighar tercekat, merasa ada perasaan tak enak kala membaca game kedua.
"Target penyerangannya bernama, Eighar Riantama."
Eighar langsung mendengkus kala membacanya. "Pengecut." lirihnya dengan tatapan tajam. "Kayaknya dia dendem ke gue gara-gara ucapan di UKS kemarin."
"Target penyerangannya bernama, Eighar Riantama."
Bersambung...
semoga puasa kita smw lancar dan di terima Allah 🤲🤲
selamat berpuasa semua 🥰🥰
Mgkn ini mksd Author, musuh sebenarnya eighar. /Smile/
Next Thor...