aku tidak tahu apakah pernikahanku akan berjalan sempurna atau tidak...
aku juga tidak tahu apakah aku mampu melewati pernikahan ini hingga akhir atau tidak...
hanya Tuhanlah yang tahu akhir kisah cinta pernikahanku ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Pernikahan
Alishba masih termenung diam di depan cermin yang ada di ruangan kamarnya.
Bekas lipstik warna merah dari perayaan pernikahan tadi pagi masih membekas hingga kini.
Alishba mengusap lembut bibirnya yang terasa kering setelah acara pernikahan usai berlangsung dengan tisu.
Sesekali dia melirik cincin yang melingkar erat dijari manisnya dari arah cermin saat Alishba membersihkan sudut bibirnya.
Senyum tipis tergambar di raut wajah cantiknya saat dia melihat cincin pernikahannya.
"Apakah Sulaiman yang memilih sendiri cincin pernikahan ini ?" bisiknya seorang diri sambil di putarnya cincin di jari manisnya.
Alishba tersenyum senang ketika cincin itu sangat pas tersemat di jari manisnya, tidak mengira kalau Sulaiman akan mengetahui ukuran lingkar jari manisnya.
"Apa Sulaiman meminta pada ayah tentang ukuran jari manisku ?" ucapnya sambil tertegun diam.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar.
Alishba segera menoleh ke belakang, tampak seorang pria tampan memasuki ruangan kamar tidurnya sambil menatap dingin.
"Apa semua tamu sudah pulang ?" tanya Alishba dengan wajah tersenyum lembut.
Pria tampan itu hanya menggeleng pelan sambil menekuk dalam wajahnya.
"Aku harap kau mengerti tentang pernikahan ini, Alishba", ucap Sulaiman.
Alishba menolehkan kepalanya ke arah Sulaiman dengan sorot mata tajam.
"Ya...", sahutnya.
"Aku masih butuh waktu mengenalmu, dan kau juga tahu pernikahan kita masih baru, perlu adaptasi di antara kita untuk saling mengenal satu sama lainnya", kata Alishba.
"Aku tahu itu...", jawab Alishba seraya tertunduk.
"Bagimu pernikahan ini sangat penting karena ayahmu menginginkan adanya aliansi pernikahan antar keluarga, namun, kau harus tahu aku enggan menyetujuinya", kata Sulaiman.
Sulaiman melepaskan ikatan surban dari atas kepalanya.
Diliriknya sekilas, Alishba yang duduk di depan meja riasnya, pandangan Sulaiman malu-malu ketika melihat kecantikan wajah istrinya.
Alishba mengerutkan keningnya seperti dia sedang berpikir akan ucapan Sulaiman, suaminya.
"Akan ada acara pesta sebentar lagi, mungkin acaranya sampai larut malam, tamu yang tadi di undang tidak datang lagi tapi di ganti tamu dari luar negeri", lanjut Sulaiman.
Sulaiman berjalan ke arah ranjang tidurnya lalu merebahkan badannya ke atas kasur.
"Fuih..., lelah sekali, aku hampir kehabisan nafas setelah melewati acara tadi pagi...", keluh Sulaiman.
Alishba semakin terpukul keras ketika Sulaiman mengeluh berat akan lelahnya dia melewati serangkaian acara pernikahan ini.
Diam-diam Alishba menarik nafas dalam-dalam seraya memejamkan kedua matanya.
"Masih ada waktu satu jam untuk bersiap-siap, aku akan beristirahat sejenak karena badanku terasa letih", ucap Sulaiman sambil membalikkan badannya ke arah samping.
Alishba menatap ke arah ranjang tidur pengantinnya yang masih baru dan belum terjamah olehnya.
Tatapannya murung ketika mendengar ketegasan dari ucapan Sulaiman akan pernikahan mereka berdua.
"Aliansi pernikahan, ya... !?" gumam Alishba dengan mata terpejam.
Ujung bibirnya bergetar pelan saat dia usai berkata.
Alishba masih merasakan kebahagiaannya tadi, sesaat, seusai acara pernikahannya usai baru saja.
Namun setelah mendengar penjelasan Sulaiman tentang pernikahan yang akan mereka jalani nanti, telah mengubah perasaan Alishba yang sempat merasakan bahagia meski itu semenit menjadi rasa dingin yang menusuk hati.
Alishba menekan kuat cincin di jari manisnya sambil menahan air matanya yang mengambang di pelupuk matanya.
"Aku harus mengganti gaun pengantinku ini dengan gaun pesta lainnya", ucap Alishba kaku.
Alishba berdiri dari kursi sambil menahan emosinya.
Terdengar suara sahutan dari arah tempat tidur dimana Sulaiman berbaring disana.
"Tidak usah mengganti gaun sendiri, sebentar lagi akan datang perias kemari dan membawakan gaun pesta yang baru", kata Sulaiman.
Alishba yang masih berkaca-kaca kedua matanya lalu menoleh kembali ke arah ranjang pengantinnya.
Sebelum Alishba membuka suaranya untuk berbicara, tiba-tiba datang sejumlah orang ke dalam kamar tidurnya tanpa permisi.
Sejenak Alishba tersentak kaget ketika melihat kedatangan sejumlah orang ke dalam kamar tidurnya sembari membawa koper besar.
"Maaf, nyonya Alishba, kami di perintahkan segera kemari, untuk meriasmu lagi", kata seorang perempuan sambil mendorong koper ke dekat Alishba berdiri diam.
"Kami harus mengubah riasanmu untuk acara pesta setelah ini", kata seorang lagi sambil meletakkan seperangkat gaun ke atas meja.
"Dan maaf, jika nyonya harus mandi terlebih dulu sebab acaranya akan lama, kemungkinan nyonya akan berganti gaun pesta beberapa kali", kata perempuan yang tadi membawa koper.
Alishba masih tercengang diam ketika dirinya di kelilingi oleh sejumlah perempuan berhijab hitam.
Suasana di ruangan kamar mendadak berubah lain.
Terasa sesak di dada Alishba saat beberapa perempuan melepaskan lapisan gaun pengantinnya yang tebal dari badannya, mulai dari mahkota hingga kain hijab diatas kepalanya.
Sejenak tubuhnya menjadi ringan namun saat seseorang menariknya ke dalam kamar mandi, mendadak tubuhnya menggigil kaku.
Seluruh otaknya menolak keras saat kakinya akan melangkah masuk ke dalam kamar mandi di dalam ruangan tidurnya.
Hampir menyeret Alishba agar dia mau masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan dirinya dari sisa riasan tadi pagi.
Sedangkan Sulaiman masih mendengkur pelan di atas ranjang tidur tanpa memperdulikan siapa-siapa yang ada di kamar itu.
Sekitar lima belas menit, Alishba merampungkan kegiatan mandinya lalu dia keluar dengan jubah panjangnya bersama seorang perempuan yang membantunya membilas rambutnya.
"Keringkan dulu rambutnya sebelum ditutup oleh kain pelapis, dia mengenakan hijab, sebab itu, kita keringkan rambutnya agar dia tidak pusing jika di beri pelapis tebal di atas kepalanya", kata seorang perempuan yang wajahnya tertutup kain hitam.
Sejumlah perempuan yang penampilannya sama dengan perempuan tadi, berjalan menghampiri Alishba.
Mereka mulai menata rambut Alishba dengan mengeringkannya terlebih dahulu.
"Rambutmu sangat indah bahkan kau juga sangat cantik, sayang sekali jika harus dilapisi kain belapis-lapis akan membuat lengket rambutmu, nyonya Alishba", kata seorang perempuan seraya menguraikan rambut panjang milik Alishba saat dia hendak mengeringkannya.
"Tapi aku harus menutupnya, sudah menjadi keharusan bagiku untuk menutup kepalaku dengan hijab", kata Alishba sembari menatap dari kaca cermin.
"Semoga kebahagiaan senantiasa menyertaimu, nyonya Alishba !" ucap perempuan itu.
Alishba hanya tersenyum sekilas sambil melirik ke arah ranjang tidur, dimana Sulaiman berbaring disana, masih terlihat suaminya itu tertidur pulas di atas tempat tidur.
Sikap Sulaiman benar-benar tidak dimengerti oleh Alishba sebab dua hari sebelumnya, sikap suaminya itu masih wajar-wajar saja, mereka masih berbicara seperti biasanya.
Sulaiman memang kerap sekali mengunjungi Alishba sebelum pernikahan mereka, selama sebulan terakhir ini.
Alishba dan Sulaiman telah mengenal lama sejak mereka remaja karena kedua orang tua mereka sama-sama saling mengenal dan berasal dari keluarga pengusaha terkenal.
Namun, kedekatan antara Alishba dan Sulaiman baru terjalin akrab ketika mereka akan menikah sebulan ini.
Kedua masing-masing keluarga besar mereka sama-sama menyetujui bahwa Alishba dan Sulaiman di jodohkan dalam satu aliansi pernikahan.
Pernikahan mereka terjadi lantaran keluarga Alishba menginginkan kedamaian karena keluarga Sulaiman menginginkan adanya pengalihan saham secara besar-besaran dari perusahaan milik keluarga Alishba yang menuntut monopoli bisnis dalam dua perusahaan besar, dan kemungkinan akan menjatuhkan bisnis milik keluarga besar Alishba Rayaz.
serem amat nikah kayak gini, thor !
aliansi pernikahan, gak ada tulus-tulusnya, gak ada cinta juga klo nikah seperti iniiii...