Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1.
Namanya, Sera Ricardo. Gadis muda yang masih berumur 21 tahun. Ia kuliah di salah satu universitas terkenal dinegeri ini dan mengambil jurusan di Fakultas ekonomi.
Dimata orang tuanya, ia adalah gadis penurut, anggun, dan sopan. Segala bentuk perintah dan permintaan orang tuanya, diterima sepenuh hati.
Lihat saja, cara berpakaiannya, yang mengikuti mode sang ibu. Setiap hari sebelum ke kampus, ia harus menggunakan kemeja atau blouse. Rok dibawah lutut, flatshoes, dan tas mewah yang seharusnya tidak dipakai untuk kuliah.
Rambutnya tergerai lurus, seperti model iklan shampo di televisi. Anting berkilauan yang menyilaukan mata. Dan hal yang paling penting, ia harus berjalan dengan anggun, tegak, dan tersenyum seperlunya saja.
Namun, saat kedua kakinya berpijak dihalaman kampus. Ia berubah, seratus delapan puluh derajat. Semua pakaian mewahnya berganti menjadi pakaian, yang mungkin akan membuat orang tuanya shock.
Jeans yang sobek bagian lutut, kemeja kebesaran, dan sepatu kets. Jangan lupakan, tas ranselnya yang berwarna hitam dan pudar. Rambutnya pun, diikat dan digulung pendek.
Tidak ada yang tahu, statusnya dikampus, karena cara berpakaiannya yang sama dengan mahasiswa lain, meski ada beberapa mahasiswi yang berpenampilan seperti artis. Tapi, tidak menggunakan pakaian branded sepertinya.
Lalu, kemana semua pakaian mewahnya?
Sera memiliki supir dan asisten pribadi, yang akan mengikuti dan menunggunya dikampus. Untuk menjaga rahasia, mereka harus mendapat bayaran tutup mulut yang tidak murah. Selain itu, pekerjaan mereka menjadi dua kali lipat.
Contohnya, si asisten, sebut saja namanya Wita. Ia harus menyiapkan pakaian pengganti untuk ke kampus. Menghapus make up dan mendadani ulang sang nona muda. Belum lagi, saat mereka harus pulang ke rumah. Ia harus menyulap semuanya kembali semula, saat mereka meninggalkan rumah.
Sementara di supir, harus memarkir kendaraan yang cukup jauh. Dan harus menjemput, dititik penjemputan yang sudah ditentukan. Kadang, ia juga harus mengikuti sang nona, karena biasanya majikannya ini, kalau berakting harus totalitas.
Yah, Sera kadang mengikuti teman-temannya pulang, menggunakan sepeda motor. Dan minta diturunkan didepan minimarket atau pasar, dengan sejuta alasan.
"Turun disini?" Rio mengerutkan alis, sembari memandang pedagang sayur dibelakang Sera.
"Iya. Emak gue, jualan didalam."
"Jualan apa, sih? Gue bantu, deh. Biar cepat habis."
"Ngapain. Udah pulang sana. Kasitau yang laen, gue nggak bisa bantu buat spanduk."
"Oke deh. Buat spanduk doang, lu ikut juga nggak ngaruh."
"Sialan, lu!"
Rio terkekeh, lalu menancap gas motornya. Sera sendiri, masih mematung dengan memperhatikan sekitar. Melihat kiri kanan, dengan mata awas dan cermat. Sampai sebuah mobil mewah, berhenti didepannya.
"Non, apa tidak ada tempat lain? Disini becek. Kalau dilihat ibu, ban mobil kotor. Bisa ditanya lagi, saya." Pak Herman sudah mengeluh, saat Sera baru saja duduk dikursi belakang.
"Cerewet! Cuci aja, ribet banget. Nih!" Sera memberikan uang seratus ribu.
"Gitu dong, Non. Kalau cucinya dirumah, bisa runyam."
Duduk dengan diam, sembari membiarkan wajahnya dibersihkan sang asisten, untuk dimake up ulang.
"Non, nggak cape apa, tiap hari kayak gini? Kenapa nggak ngomong aja ke ibu?"
"Males," jawab Sera singkat dengan mata terpejam.
"Kenapa?"
"Karena gue malas dengar ceramah yang lamanya, ngalahin para ustad. Kalian pernahkan, ke mesjid? Ustad tuh kalau ceramah, paling lama sejam. Kalau mama, bisa berhari-hari, bahkan mungkin sebulan belum kelar."
"Hahahaha......"
Tawa Wita dan Pak Herman, pecah.
"Non, bisa aja."
Mereka tiba di pencucian mobil. Seperti biasa, sebelum turun, Sera meminta Wita dan Herman untuk mengecek sekitar. Siapa tahu, ada seseorang yang ia kenal.
"Aman, Non."
"Yakin?"
"Iya, Non. Orang sepi, begini."
Memang sepi. Hanya mobil mereka yang terparkir untuk dicuci.
Sera duduk menunggu, memasrahkan wajahnya untuk dipoles. Belum lagi, rambutnya yang harus di catok, agar lurus sempurna. Untungnya, di pencucian mobil ini, menyediakan colokan listrik.
Mobil sudah bersih. Pak Herman menunggu diluar, sembari merokok. Menunggu majikannya, berganti pakaian dalam mobil, dibantu Wita. Sudah biasa, setiap hari seperti ini. Kadang mereka harus berhenti didepan minimarket atau Mall, hanya sekedar untuk berganti pakaian.
Tiba dirumah. Seperti biasa, sang ibu sudah menunggu dihalaman rumah, sembari menyiram tanaman bunga yang seperti anaknya.
"Sore, Bu." Pak Herman dan Wita, langsung menyapa. Setelah, membuka pintu mobil untuk Sera.
"Sore," sahut Bela, dengan sorot mata memperhatikan mobil, "cuci mobil?"
"Iya, Bu. Non, Sera yang nyuruh."
"Mobilnya berdebu, Ma. Sera nggak nyaman," imbuh Sera, dengan penampilan yang sudah persis, saat ia meninggalkan rumah, pagi tadi.
"Ya, sudah. Ayo, masuk. Kebetulan Mama mau mengatakan hal penting."
Diruang tengah, Sera duduk bersama sang mama. Secangkir teh hangat, menjadi teman bercerita.
"Kita makan malam diluar," ujar Mama tiba-tiba.
"Terus, apa yang penting?"
Mama meraih cangkirnya, menyesap perlahan. Sementara, Sera duduk dengan kaki rapat dan punggung tegak. Seolah duduk didepan atasan kerjanya, sembari mendengarkan instruksi.
"Makan malam nanti, kita akan ditemani keluarga dari teman papa."
Sera seolah berhenti bernafas sejenak. Jantungnya terpacu secara tiba-tiba. Ia tahu, apa artinya. Ia tahu, kalimat apa yang akan dikatakan sang mama.
"Mama dan papa, akan menjodohkan kamu dengan putra mereka," lanjut Bella.
Sera mengepalkan tangan dengan erat. Ia ingin membantah, menolak, namun bibirnya terkunci dengan rapat. Sorot matanya, menunjukkan penolakan yang tidak mampu disampaikan bibirnya.
"Dia baik dan sopan. Terlebih lagi, dia sudah mapan, umur kalian juga tidak beda jauh. Mama dan papa, mengenal orang tuanya dengan baik. Jadi, jangan khawatir," lanjut Bella lagi, tanpa menyadari tatapan putrinya.
'Jangan khawatir', itu kalimat ibunya. Ia tidak mengerti, kenapa dengan gampangnya mengatakan kalimat itu, tanpa bertanya pendapatnya terlebih dahulu. Ia masih muda, masih ingin kuliah dan bekerja. Kenapa harus menikah?
Sera tertunduk dengan ritme napas mulai cepat. Ia berusaha menyinkronkan emosi dan akal sehatnya. Didepannya, sang mama masih terus mempromosikan calon menantunya.
"Kamu pasti akan menyukainya, jika kalian bertemu malam nanti. Mama dan papa, tidak mungkin salah memilih pasangan untuk kamu."
Pasangan, sialan!
"Orang tuanya adalah sahabat Mama dan papa. Kita juga bekerja sama dengan perusahaan mereka. Kamu masih bisa kuliah, setelah menikah. Kamu juga bisa bekerja dikantor Papa. Kami sudah merencanakannya dengan matang."
Benar-benar, rencana yang sempurna. Lalu, bagaimana dengan rencana masa depanku sendiri? Aku tidak mau terbelenggu dengan ikatan yang akan mengekang nanti.
Sera tidak tahan lagi, jika pasrah dan kembali menurut, seperti yang lalu-lalu. Ia akan benar-benar hancur kali ini.
Lalu, apakah ia akan menolak, memberontak? Apakah ia akan menunjukkan sifat aslinya yang selama ini terbungkus oleh keanggunan?
...🍓🍓🍓...
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up