Kesalah pahaman dua sahabat lama membuat putri salah satu di antara mereka harus menanggung derita. Ratia, putri dari keluarga Atmojo yang trus di kejar dan harus di habisi oleh keluarga Baskoro.
Ratia kecil terpaksa di sembunyikan di sebuah negara, di mana hanya kakeknya saja yang tau. Bertahun-tahun di cari, keberadaan Ratia tercium. Namun dengan cepat kakeknya menikahkan Ratia pada keluarga yang kaya dan berkuasa. Ternyata hal itu membuat Ratia semakin menderita, Aksara memiliki banyak wanita di hidupnya. Perlakuan tidak menyenangkan trus Ratia dapatkan dari suaminya itu. Dengan kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Ratia dia berhasil meluluhkan hati sang suami, namun Ratia terlanjur membenci suaminya Aksara. Rasa benci Ratia pada sang suami dan keluarganya membuat dia ingin mengakhiri hidup. Namun dengan segala cara Aksara mencegah hal itu, dan membuat Ratia luluh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rickaarsakha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semakin di Sembunyikan
Malam ini semua anggota keluarga berkumpul, ada hal penting yang akan dua keluarga ini bahas.
"Bagai manapun Ratia tetap harus segera di bawa keluar dari negeri ini," Hanggoro Atmojo yang tengah berkuasa saat ini memulai pembicaraan.
"Aku tak ingin kita mengulur waktu, beberapa kali ia dalam bahaya. Sebelum terlambat!"
"Tapi mas, apa tidak terlalu dini untuknya?" sang istri yang masih berat melepas sang putri, berusaha membujuk suaminya agar mempertimbangkan kembali keputusan besar yang akan di ambil.
"Usianya masih tujuh tahun mas!"
"Cukup dewi, ini semua demi keselamatan Ratia. Kita melakukannya bukan ingin membuangnya!" kali ini sang mertua yang angkat bicara, Kusuma Atmojo.
"Aku bahkan tak pernah tidur selama semalam penuh bersama putriku yah, lalu kini kalian ingin dia lebih di asingkan lagi?" isak tangis Dewi Hadinata kian menggelegar, seolah memecah keheningan malam.
"Dewi, kamu jangan begini. Kita tidaklah punya pilihan nak!"
"Kenapa kalian tidak biarkan kami pergi ke alam lain saja sejak awal." suara Dewi terdengar lirih, di sertai dengan buliran air mata yang terus mengalir. Beberapa saat semua membisu.
Sementara di sofa sebelah terduduk laki-laki tua, Suharjo Hadinata. Dia yang sedari tadi diam membisu, rentetan kejadian yang membahayakan sang cucu trus melintas di pelupuk matanya.
"Pak" terdengar Hanggoro yang memanggil sang mertua, untuk menimpali diskusi malam ini. Tak ada sautan dari laki-laki yang di panggil tadi. Di sudut lain nampak wajah tegang namun tetap berusaha menguasai diri. Hanggoropun menatap wajah kakak iparnya itu, namun Cipto pun memalingkan muka sambil meremas wajahnya.
"Aku tidak setuju mas, aku tak bisa melepasnya pergi begitu jauh!"
"Dia akan baik-baik saja sayang, Ma...." Belum selesai Hanggoro berucap sang istri langsung memotong
"Aku akan ikut kemana putriku pergi."
"Jangan memikirkan hal yang mustahil dewi," kali ini Hanggoro sedikit meninggikan nada suaranya. "Bagaimanapun dirimu harus tetap disisiku, akan sia-sia semua yang kita lakukan selama ini jika kau ikut menghilang!"
"Suamimu benar dewi, pikirkan Rama dia juga tidak akan baik-baik saja jika ibunya ikut pergi." kali ini sang kakak, Cipto yang sedari tadi diam ikut membuka suara.
"T-tapi..... bagaimana aku mampu mas, selama ini saja terasa sangat berat untukku. Setiap detik, setiap nafasku semua di penuhi rasa bersalah. Lalu sekarang dia akan semakin menjauh, itu artinya aku tak dapat melihatnya dalam jangka waktu yang lama. Bagai mana bisa."
"Tapi sayang, ini kita lakukan bukan tanpa alasan. Sudah kukatakan ini semua demi kebaikan dia," kali ini Hanggoro dengan lembut membelai kepala sang istri yang nampak sudah tak bisa menguasai diri lagi.
Di dalam kamar seorang anak kecil berumur tujuh tahun, mengedarkan pandangan keluar. Ia melihat di balik celah pintu. Ia berusaha menelaah apa yang akan terjadi kedepan, semburat kebencian amat sangat nampak di mata gadis kecil itu. Ia mengingat setiap kata yang di ucapkan para orang dewasa yang sudah ia pahami kemana arah tujuan diskusi mereka malam ini.
"Nduk, sini kembali tidur." ucap seorang wanita yang sudah berumur,ibu Ratri.
"Kamu belum akan mengerti nduk." namun tanpa di sangka gadis kecil itu secepat kilat ia menggeleng, seolah menegaskan bahwa ia sangat memahami situasi sekarang.
"Nek, kenapa ayah dan kakek begitu ingin aku pergi. Apa aku menyusahkan mereka selama ini,? Terasa pilu dada sang nenek mendengar ucapan sang cucu, ia bahkan tak dapat menjelaskan segala yang ia ketahui.
Krekkk... Pintu kamar tiba-tiba saja di buka sang kakek
"kenapa belum tidur nduk?"
"Aku belum bisa tidur kalo ibu trus menangis kek."
" Tapi ibu mu akan baik-baik saja," kakek Suharjo menepuk punggung cucunya dengan lembut.
"Tapi kek aku gak mau jauh dari kakek, aku takut." mata gadis kecil mulai mengembun.
Seketika dada sang kakek terasa di tekan kuat, nafasnya tersengal, pandangannya menggelap. Ia terjatuh ambruk kelantai.
"Bapak tidak kuat hanggoro, bapak tidak mampu!" ucap laki-laki itu setelah sadar dari pingsannya, di sana terlihat beberapa dokter menanganinya.
"Pak, sejujurnya aku juga tak mampu."
"Apa tidak kita cari cara lain?" Mata sang kakek menatap menantunya penuh harap, berharap merubah rencana.
"Tidak pak, kita bukan membuangnya. Dia akan tetap bersekolah dengan baik," Hanggoro menarik nafas dalam.
"Kita semua harus tetap berada disini agar tak ada yang curiga atas apa yang kita lakukan terhadap Ratia."
"Lalu kemana dia akan di sembunyikan?"
"Di suatu yang cukup sulit di jangkau, di sana ia bisa bersekolah dengan baik pak. Jadi, kemampuannya akan tetap berkembang dengan baik!"
"Tapikan..."" Suharjo terlihat ragu, namun sang menantu hanya memberi senyum penuh arti.
"Mas, apa tidak kita tunda keberangkatan Ratia. Apa tidak menunggu keadaan bapak stabil?" ucap Dewi penuh harap dan mengulur waktu keberangkatan sang putri.
"Tidak sayang, putri kita akan berangkat esok pagi. Dan malam ini kita semua tidak ada yang boleh meninggalkan rumah!" kalimat itu benar-benar menghancurkan harapan Dewi.
Malam di lalui Dewi dengan penuh tangisan, di mana ia tinggal di sebuah rumah yang layak di sebut istana. Sementara putri kecilnya semenjak di lahirkan terpaksa di boyong ke kampung tempat orangtuanya mengasingkan diri dengan dalih mencari ketenangan di hari tua. Pilu tangisannya terdengar menyayat hati, Hanggoro tak dapat melakukan apapun.
Sementara di ruang lain di sudut rumah, Kusuma Atmojo duduk di sebuah ranjang. Matanya tak henti menatap sang cucu, yang bahkan baru ini menginap di rumah bak istananya.
Namun tanpa di sangka Ratia tiba-tiba terjaga dari tidurnya, "kakek?" Mata kecil menatap heran pada kakeknya itu.
"Kenapa nduk?, tidurlah kakek akan berjaga." Ratia menggeleng,
"Apa masih takut?"
"Ratia benci kakek dan ayah" Kusuma hanya tersenyum, ia tau sang cucu belum mengerti benang kusut apa yang sudah menggulung keluarga Atmojo.
"Kakek tau nduk, tumbuhlah menjadi wanita yang baik. Suatu hari nanti kita akan bersama." tak dapat di sembunyikan ujung mata Kusuma berembun, hatinya tersayat sang cucu membencinya.
Malam berlalu, semua nampak biasa-biasa saja dari pandangan orang yang tak mengerti. Mereka harus pandai menyembunyikan apa yang sedang terjadi, agar tak menjadi boomerang.
Namun di pintu belakang, sosok laki-laki berumur lima puluh tahun dan seorang wanita yang masih cukup muda keluar secara bergantian. Nampak sosok laki-laki itu memegang tangan seorang gadis kecil. Langkah besarnya membuat sang gadis kecil sedikit berlari mengimbangi. Gegas mereka bertiga mengendari sebuah mobil yang mana pak supir sudah bersiap. Wanita muda yang mengikuti tadipun dengan cepat menarik dan mendekap gadis kecil, menutupnya dengan sebuah blazer hitam. Tak sedikitpun kaca hitam mobil di buka, hanya hembusan nafas berat yang terdengar.
Di sebuah jendela seorang anak laki-laki berumur Lima belas tahun menatap mobil yang kian menjauh."Aku akan membawamu pulang suatu hari nanti".
double up