Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Satu
Fauzana atau yang lebih akrab di panggil Ana, sedang sibuk dengan persiapan pernikahannya yang sudah di depan mata. Satu bulan lagi dia dan Erik akan naik ke pelaminan. Persiapan sudah hampir tujuh puluh persen.
Hari ini Ana janjian bertemu dengan kekasih atau calon suaminya itu saat pulang kerja. Dia ingin mengajak Erik mengambil undangan yang baru saja selesai di cetak.
Seluruh tabungan hasil kerjanya selama tiga tahun ini telah terkuras untuk persiapan pernikahan mereka. Ana tak pernah menuntut Erik untuk membayar semuanya. Dia lebih banyak menggunakan uang pribadi. Baginya pernikahan untuk berdua dan dengan uang berdua juga.
"Sayang, kamu nanti yang jemput aku atau kita bertemu di percetakan aja?" tanya Ana saat menghubungi sang kekasih.
"Maaf, Ana. Sepertinya hari ini aku tak bisa menemani kamu. Pekerjaanku sedang banyak. Aku harus lembur," jawab Erik di seberang sana.
"Kalau begitu biar aku saja yang jemput sendiri. Kamu jangan terlalu capek dan ingat makan, Mas," ujar Ana.
"Ya, Ana. Maafkan aku," ucap Erik pelan.
"Tak apa, Sayang. Kamu jangan merasa bersalah begitu. Kamu sibuk kerja bukannya selingkuh'kan," balas Ana.
Tak ada jawaban yang Erik berikan atas ucapan gadis itu. Ana ingin segera mematikan sambungan telepon mereka, karena takut mengganggu waktu kerja sang kekasih.
"Sayang, sudah dulu ya. Jangan lupa makan dan jangan terlalu capek. Kesehatan lebih penting dari pada uang, Mas," ujar Ana.
"Kamu juga jangan lupa makan. Jika kamu capek, besok saja jemput undangannya, Sayang. Sekali lagi maafkan aku," balas Erik.
"Santai saja, Sayang. I love you," kata Ana.
"Love you too," balas Erik.
Erik lalu mematikan sambungan ponselnya dengan Ana. Dia menarik rambutnya frustasi. Seperti sedang banyak beban pikiran.
"Kapan kamu akan jujur dengan Kak Ana, Mas. Aku mau tanggal pernikahan yang kamu sepakati dengannya dijadikan untuk pernikahan kita. Biar kita tak perlu mengurus apa pun lagi. Semua yang telah kamu dan Kak Ana urus, itu buat pernikahan kita saja!" ucap Ayu.
"Beri aku waktu Ayu. Tak mudah mengatakan semuanya. Aku harus menjaga perasaannya Ana. Dia pasti akan syok mendengar pembatalan pernikahan kami," jawab Erik.
"Ini bukan alasan kamu untuk lari dari tanggung jawab'kan? Ingat Mas, di perutku ini ada anakmu. Aku tak mau setelah perut ini gede baru menikah. Pokoknya aku mau tanggal pernikahan kamu dengan Kak Ana dijadikan untuk pernikahan kita!" seru Ayu.
"Apa itu tak keterlaluan, Ayu. Setelah aku nanti membatalkan pernikahan kami, aku menikahi kamu tepat di hari kami berencana untuk menikah. Itu tanggal jadian kami dulunya," balas Erik.
"Jika Mas tak berani mengatakan semuanya, biar aku saja yang bicara langsung dengan Kak Ana. Dia harus tau secepatnya jika kamu tak akan pernah menikah dengannya!" seru Ayu.
Ayu lalu berdiri dari duduknya dan berjalan keluar dari restoran itu. Erik juga ikut berdiri. Jalannya lebih cepat karena ingin mengejar wanita itu.
Sampai di halaman restoran, dia menahan tangan Ayu agar tak berjalan lebih jauh lagi. Erik menariknya untuk duduk di bawah pohon.
"Biar aku yang bicara dengan Ana. Aku harap kamu bersabar sedikit saja. Aku tak akan lari dari tanggung jawab!" seru Erik.
"Aku tunggu secepatnya, jika dalam seminggu ini kamu tak juga mengatakan hal sebenarnya pada kak Ana, aku yang akan mengatakannya!" ancam Ayu.
"Baiklah, aku akan mengatakan dalam minggu ini juga," balas Erik.
"Aku tunggu janjimu!"
Ayu lalu berdiri dan berjalan menuju jalan raya. Menghentikan angkot yang akan membawanya kembali ke rumah.
\*
Sampai di rumah dia langsung masuk ke rumah tanpa memberikan salam. Saat akan masuk ke kamarnya, dia melihat Ana yang sedang menyusun undangan pernikahannya.
Ayu yang awalnya ingin beristirahat di kamar jadi mengurungkan niatnya. Dia masuk ke kamar sang kakak. Duduk di tepi ranjang dengan pandangan tajam ke arah undangan yang berserakan di lantai.
"Apa Kak Ana sudah yakin akan menikah dengan Mas Erik?" tanya Ayu dengan suara ketus.
Pertanyaan Ayu membuat gadis itu menjadi terkejut. Dia membalas tatapan adiknya itu dengan tatapan teduh dan senyuman yang menawan.
"Kenapa kamu bertanya begitu, Dek? Tentu saja Kakak sudah yakin akan menikah dengan Mas Erik. Kamu jangan kuatir, walau aku nanti telah menikah, aku akan tetap datang ke rumah ini untuk melepaskan rindu padamu," jawab Ana.
"Apa Kakak yakin jika Erik mencintai Kakak?" tanya Ayu lagi.
Mendengar pertanyaan Ayu kali ini, Ana jadi terdiam. Dia menghentikan kegiatannya menyusun undangan. Menatap adiknya dengan pandangan menyelidik. Dari tadi Ayu selalu meragukan pernikahannya.
Ana jadi curiga jika adiknya mengetahui sesuatu. Mungkin dia takut untuk mengatakan. Namun, Ana berharap semua itu hanya perasaannya saja. Jangan sampai apa yang dia pikirkan itu benar adanya. Dia lalu berdiri dan mendekati Ayu yang duduk di ujung ranjangnya.
"Dek, apa kamu mengetahui sesuatu mengenai Mas Erik?" tanya Ana mulai curiga.
"Tanyakan saja sendiri dengan Mas Erik."
Ayu lalu berdiri. Dia takut keceplosan kalau terus berada di dekat sang kakak. Erik bisa marah dan tak percaya dia lagi.
Adiknya Ana itu berjalan menuju ke luar kamar. Tentu saja hal ini membuat kecurigaannya makin bertambah. Sampai di ambang Ayu membalikan tubuhnya menghadap sang kakak.
"Jangan terlalu percaya pada pria!" ucap Ayu.
Ana terdiam mendengar ucapan adiknya. Dia takut jika Erik memang tak setia. Namun, dia berusaha menepis pikiran buruknya. Kembali dia mencoba menyibukkan diri dengan undangan tersebut.
Setelah menempelkan nama orang yang dia undang, Ana naik ke ranjang mencoba memejamkan matanya. Namun, lagi-lagi ucapan adiknya terngiang.
Ana lalu mengambil gawainya dan mencoba menghubungi sang kekasih, tapi tak diangkat juga. Dia makin berpikiran jelek.
Saat matanya akan terpejam terdengar nada pesan masuk. Ana membuka matanya kembali dan melihat gawainya. Ingin tahu siapa yang mengirimkan pesan. Ternyata dari sang kekasih yang mengatakan jika dia ingin bertemu saat pulang kerja besok. Ada yang ingin disampaikan.
Membaca pesan tersebut membuat pikiran Ana jadi makin berpikiran buruk. Apa lagi saat dia membalas pesan sang kekasih menanyakan apa yang akan di bahas, gawai pria itu sudah tak aktif.
\*
Hingga siang ini, gawai sang kekasih belum juga aktif. Beberapa pesan menanyakan tempat mereka bertemu hanya centang satu. Hingga menjelang jam pulang kerja, barulah Erik membalas. Dia menyebutkan nama sebuah kafe.
Sepulang kerja, dengan mengendarai motornya, Ana menuju kafe yang Erik sebutkan. Sepanjang perjalanan jantungnya berdebar. Dia tak tahu kenapa jadi begini.
Sementara itu di dalam kafe, Erik menunggu kedatangan Ana dengan gelisah. Tak kalah dengan gadis itu, jantungnya juga berdetak lebih cepat.
"Bagaimana ya caranya untuk mengatakan jika pernikahan kami dibatalkan?" tanya Erik dengan dirinya sendiri.
\*
**Selamat Pagi menjelang siang. Mama datang lagi dengan karya terbaru. Semoga suka. Jangan lupa baca tiap bab updatenya. Terima kasih**.
Kawin..... kawin.... kawin.... kawin...