Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 15
"Apa?! Ya Tuhan.. Mengapa kau lakukan itu Intan?", Pierre panik mendengar perkataan Intan.
"Bukankah seharusnya mereka menikah enam hari lagi?"
Raut Pierre terlihat sangat kesal.
"Aku menyuruh mereka menikah secepatnya karena tahu kalian akan melakukan ini"
Pierre dan Andre merasa lemas mendengar pengakuan Intan.
"Intan, apa kau sadar dengan apa yang sudah kau lakukan? Kau telah membahayakan Arya dengan menikahkan mereka", ucap Andre, sementara Pierre menyandarkan tubuhnya dengan tatapan sendu.
"Membahayakan Arya? Kalian sendiri yang sepertinya tak sadar dengan apa yang telah kalian lakukan. Bukankah kalian yang telah membuatnya dituduh melakukan percobaan pembunuhan? Dia bisa dihukum bertahun-tahun karena itu"
"Dipenjara bertahun-tahun itu jauh lebih baik daripada harus menghadapi de Bourbon, apalagi Vermont. Kami melakukannya demi kebaikan Arya karena kau begitu keras kepala tetap ingin menikahkan mereka"
Mau tidak mau kini Pierre mulai berbicara keras pada Intan.
"Kau bayangkan saja kalau Louis sampai tahu calon pengantinnya sudah dimiliki pria lain. Hatinya pasti hancur, dan Gerard tak akan bisa menerima itu begitu saja. Kau sudah tahu betapa buruknya perilaku Gerard, tapi kau tak tahu apa yang bisa dia perbuat ketika ada yang mengusiknya apalagi mengusik putera kesayangannya"
Intan terdiam, dia kini bingung harus berkata apa.
"Apa kau kira kami melakukan ini karena tak peduli dengan Tiara? Keadaan lah yang membuat kami harus melakukan sesuatu yang buruk demi menghindari keburukan yang jauh lebih besar. Semuanya sudah terlanjur terjadi, kami hanya berusaha untuk mengurangi dampak buruknya", kini Andre yang bicara, juga dengan wajah yang terlihat kesal.
"Akh..ini memang salahku. Ini benar-benar kesalahanku. Aku seorang kakak yang buruk",
Pierre mengusap kasar wajahnya.
Intan tetap membisu, dia kehabisan kata-kata mendengar penjelasan kedua saudaranya. Dia masih bertanya-tanya dalam hati, apa mungkin dampaknya akan seburuk yang mereka ucapkan?
"Begini saja. Biarkan Arya tetap ditahan. Bukankah dia lebih aman di penjara, daripada di luar? Sedapat mungkin pernikahan Arya dan Tiara kita tutupi. Walaupun itu tak menjamin Arya akan aman dari ancaman yang kita tidak tahu seperti apa bentuknya"
"Intan, cepat beritahu dimana Tiara sekarang"
Intan menatap Pierre, kemudian menggeleng.
"Maaf Pierre, aku tak bisa memberitahumu", Intan masih bersikeras.
Andre menghela nafas panjang, tak tahu lagi bagaimana cara membujuk Intan.
"Baiklah, kalau kau tak mau memberitahu, kami akan cari tahu sendiri. Dan kau tahu pasti, cepat atau lambat kami akan menemukan dimana pun kau menyembunyikannya"
Pierre kemudian berdiri dan keluar dari rumah.
Andre masih enggan beranjak. Dia sepenuhnya mendukung Pierre, tapi perasaannya tetap terluka ketika kedua saudara perempuannya harus terlibat dalam masalah pelik ini.
"Intan, tolong maafkan kami. Kau tahu kami sangat menyayangi kalian, tapi kami benar-benar tak punya pilihan lain lagi. Mintalah pada Tuhanmu untuk membantu kita, karena sekarang aku tak tahu lagi siapa yang bisa melakukannya", ucap Andre lirih, kemudian berdiri dan mengecup pucuk kepala Intan lalu keluar menyusul Pierre.
*********
Ayah dan ibu Arya tengah duduk dengan wajah gelisah di ruang tunggu kantor polisi menunggu kelanjutan proses kasus yang tengah Arya hadapi. Sementara Zaki yang panik setelah mendapat pesan dari Irwan, langsung menuju ke kantor polisi unit Bareskrim. Di sana dia langsung mendatangi meja salah seorang anggota kepolisian. Di dadanya tertulis nama, Rizal.
"Assalamualaikum Bang", sapa Zaki dengan senyum lebar.
"Kau Zaki. Wa'alaikumussalam. Ada perlu apa kemari? Kau tidak sedang terlibat kasus kriminal kan?", tanya Rizal dengan tatapan menyelidik kemudian tertawa.
"Itu, tergantung Bang"
"Eh, apa maksudmu? Apanya yang tergantung?"
"Kalau berusaha membantu teman yang dituduh melakukan tindakan kriminal juga sebuah tindakan kriminal, berarti iya Bang"
Rizal mengerutkan keningnya.
"Siapa temanmu itu?"
"Aryaka Atmadja bang, kasus kecelakaan tronton"
"Oh, yang itu? Lalu kau mau apa? Kau mau bantu dia bagaimana? Kau kan bukan pengacara. Keluarganya sudah bawa pengacara buat mendampinginya"
"Aku mau jadi saksi bang, kalau dia tidak bersalah"
"Apa yang mau kau buktikan Zak? Semua bukti hanya mengarah pada dia. Rekaman CCTV, keterangan saksi, semuanya memberatkan dia"
Zaki menghela nafas.
"Kalau begitu, boleh minta tolong gak Bang? Saya mau bicara sebentar dengan dia"
Rizal menatap Zaki lama sambil mengetuk-ngetuk mejanya seperti sedang menimbang-nimbang keputusan yang akan diambilnya.
"Fritz, tolong ke sini sebentar", panggil Rizal pada salah seorang anggota polisi.
"Tolong antarkan dia menemui tersangka Aryaka Atmadja"
Rizal kemudian berpesan pada Zaki.
"Tolong jangan menyusahkanku dengan berbuat yang tidak-tidak. Aku khawatir kalau aku juga harus menangkapmu dan akhirnya membuat adik dan keponakanku membenciku"
"Baik, tenang saja Bang. Saya janji", sahut Zaki senang kemudian berdiri mengikuti polisi tadi untuk menemui Arya.
"Zack? Lo datang?"
Arya merasa senang walau rasa khawatir dan sedih tetap terlihat jelas di wajahnya.
"Tentu lah bro, mana bisa gue diam aja kalau sohib gue lagi susah", sahut Zaki tersenyum miris.
"Di luar gue juga ngelihat ayah sama bunda lo. Katanya mereka sudah bawa pengacara buat lo. Beneran?"
Arya mengangguk pelan.
"Itu, yang lagi ngomong sama kepala Bareskrim"
Arya menunjuk menggunakan isyarat gerakan kepalanya karena tangannya masih diborgol.
Zaki memandang dengan sedih kedua tangan Arya.
"Bro, maaf. Gue gak bisa berbuat apa-apa buat bantu lo. Kakak ipar gue bilang, semua bukti mengarah ke lo", ucap Zaki sedih.
Arya hanya tersenyum miris.
"Gue ngerti bro. Sebenarnya ada yang mau gue omongin ke lo, tapi sekarang bukan waktu yang pas"
"Dan.. kalau lo mau nolong gue, ada kok yang bisa lo bantu", Arya setengah berbisik.
"Apa Ar?"
"Tolong lo cari info tentang anggota polisi yang namanya Deni itu. Sama jurnalis dari kanal berita kemaren, Lastri"
Zaki seperti tengah berpikir.
"Oke, insya Allah nanti gue usahain"
"Satu lagi Zack, tolong bilang ke isteri dan ortu gue supaya mereka sabar. Insya Allah gue secepatnya keluar dari sini"
Mendengar ucapan Arya, Zaki malah terkekeh.
"Astaghfirullah... Belum sehari lo nginep di sini, otak lo sudah konslet aja bro. Isteri? Apa gak lebay si lo, pake manggil Tiara isteri lo segala. Sabar bro.. lo bakalan secepatnya keluar dari sini dan Tiara bakal jadi isteri lo beneran"
Zaki prihatin dengan keadaan Arya yang dikiranya bicara melantur. Tapi Arya malah kesal karena merasa Zaki sedang meledeknya.
"Lo yang gak update bro, pagi tadi gue udah nikah sama Tiara di KUA. Gue gak ngasih tau lo karena Mbak Intan ngelarang, jadinya gue niatin ngasih lo surprise. Eh, malah gue yang dapat, surprisenya gak tanggung-tanggung lagi"
"Serius bro? Kenapa lo nikahnya harus pake rahasia segala sih?"
"Itu tadi yang gue bilang mau gue omongin ke lo"
"Terus, gimana jadinya malam pertama lo kalo gini caranya?"
"Woi, bisa serius gak sih?! Gue yang baru nikah, kenapa lo yang pusing urusan malam pertama? Yang penting sekarang lo bantu gue masalah yang tadi. Gue yakin, berita penangkapan gue sudah ada di kanal beritanya si Lastri"
"Maaf pak, sudah cukup. Silahkan ikuti saya"
Polisi bernama Fritz tadi menjemput Zaki untuk mengantarnya keluar ruangan itu.
"Baik pak"
"Gue keluar dulu ya Ar. Sabar dulu, gue akan usahain"
"Iya, makasih. Dan tolong jangan kasih tahu ortu gue dulu masalah Tiara"
Zaki mengangguk lalu mengikuti polisi tadi menuju keluar.
********
Di sebuah kamar tidur apartemen mewah, seorang wanita muda tengah duduk di tempat tidur memandang layar ponselnya seraya menghela nafas. Wajahnya muram demi melihat apa yang tampil disitu. Hatinya merasa tak tega melihat foto yang dikirimkan seseorang padanya. Tampilan seorang pasien di RS dengan balutan perban di seluruh tubuhnya.
Kemudian terdengar pintu kamarnya diketuk. Seorang wanita muda lainnya dengan pakaian resmi dan sepatu flat masuk menghampirinya.
"Maaf nona Mita, saya hanya ingin memberitahu, ada berita terbaru tentang kecelakaan itu. Polisi mengubah statusnya menjadi percobaan pembunuhan dan telah menangkap seseorang yang disangka telah menjadi dalangnya"
Wanita yang bernama Mita itu kemudian mengambil ponsel dari tangan wanita itu. Setelah beberapa saat membaca, wajahnya berubah tegang seperti tak percaya dengan apa yang telah dituliskan dalam berita itu.
"Alin, apa papaku masih di sini?", tanyanya pada wanita itu yang sebenarnya adalah bodyguardnya.
Ya, siapapun tak kan menyangka kalau perempuan dengan tubuh langsing dan tak terlalu tinggi itu adalah seorang bodyguard. Jangan ditanya kemampuannya, pengusaha sekelas Ibrahim Hasan takkan memilihnya tanpa alasan untuk mengawal puteri tunggalnya, Armita.
"Beliau sudah pulang ke Indonesia tadi pagi. Tapi karena anda tidak mau diganggu, beliau hanya berpesan pada saya untuk memberitahu anda"
"Bagus. Kalau begitu, pesankan aku penerbangan paling awal ke Indonesia. Dan tolong siapkan file milikmu kemarin, sepertinya aku harus menggunakannya sekarang", perintahnya seraya bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi.
"Baik nona, saya akan segera meyiapkan semuanya"
Beberapa jam kemudian mereka berdua sudah tiba di Indonesia. Memang beberapa hari ini Mita diminta, atau lebih tepatnya dipaksa ayahnya untuk pergi ke Singapura demi menghindari publikasi tentang pernikahannya yang batal.
Salam kenal
Terus semangat Author
Jangan lupa mampir ya 💜
Bagus...