Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan yang Tak Terelakkan
Sementara itu, di rumahnya, Dara sedang menikmati sarapan bersama keluarganya. Antony duduk di seberangnya, sibuk dengan ponselnya seperti biasa.
"Sayang, kamu nggak lupa kan kita mau ke acara ulang tahun Alea di sekolah nanti?" tanya Dara sambil menyuapkan roti panggang ke mulut putri kecilnya.
"Iya, iya. Aku ingat kok," jawab Antony tanpa menatapnya, masih asyik mengetik pesan di ponsel.
Dara melirik suaminya dengan sedikit kesal, tapi tak mau mempermasalahkannya. Baginya, semuanya masih berjalan seperti biasa—bahagia dan sempurna. Ia tak tahu bahwa badai besar sedang mendekat.
Mika menghabiskan sore harinya dengan menata ruangan terakhir di rumahnya dan merancang konten baru untuk bisnis kosmetiknya. Setelah memastikan semuanya siap, ia berbaring di atas sofa sambil memikirkan langkah-langkah berikutnya.
Langkah pertama: Menggoda Antony hingga ia sepenuhnya jatuh ke dalam jebakan.
Langkah kedua: Membuat Dara merasa cemas dan insecure, memicu kehancuran di antara mereka.
Langkah terakhir: Membuka topeng geng Dara dan memperlihatkan siapa sebenarnya orang-orang itu.
Mika tahu rencananya akan memakan waktu, tapi ia siap. Dendam yang terpendam selama bertahun-tahun akhirnya akan tersalurkan.
Sebelum tidur, ia mengetik pesan terakhir untuk Antony:
"Kita ketemu besok ya. Ada tempat bagus yang mau aku tunjukin."
Dengan senyum puas, Mika mematikan lampu dan menutup mata. Besok adalah awal dari permainan yang sudah ia rencanakan begitu lama.
***
Pagi itu di rumah Dara, Antony berdiri di depan cermin dengan kemeja putih dan jas rapi. Wangi parfum maskulin yang lembut menguar saat ia menyisir rambutnya, siap untuk "meeting" dengan seseorang yang sudah ia nantikan.
"Sayang, kamu yakin ini meeting penting?" Dara berdiri di ambang pintu kamar dengan tatapan curiga, tangannya memeluk tubuhnya erat. Jarang sekali Antony bekerja di hari libur, apalagi sejak mereka memiliki Alea.
Antony berbalik dengan senyum tenang. "Kamu tuh jangan mikir yang aneh-aneh, Dara. Aku beneran ada janji dengan klien. Mau lihat chat-nya?" Ia mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan chat palsu yang sudah ia susun dengan apik.
Dara menatap layar ponsel suaminya dengan alis mengernyit. Chat itu terlihat meyakinkan, tapi entah kenapa firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.
"Kamu kok nggak ajak aku? Siapa tahu bisa bantu, kan," ujarnya, mencoba mencari tahu lebih banyak.
"Aduh, sayang. Ini meeting serius, nggak enak kalau bawa keluarga." Antony menutup ponselnya dengan senyum tipis dan mendekati Dara. Ia mencium kening istrinya, mencoba menghapus kecurigaan yang mulai tumbuh di matanya.
"Aku nggak lama kok. Nanti pulang kita bisa makan malam bareng sama Alea," lanjut Antony, menepuk bahunya lembut.
Dara menghela napas, masih merasa ada sesuatu yang aneh, tapi ia tak punya bukti apa pun untuk memperkarakan lebih lanjut. "Ya udah. Hati-hati ya."
Antony tersenyum puas dan meraih jasnya. "Pasti. Love you." Dengan itu, ia meninggalkan rumah, bergegas menuju pertemuan rahasianya—bukan dengan klien, tapi dengan Mika.
***
Di rumah barunya Mika berdiri di depan cermin, memandangi pantulan dirinya sendiri dengan puas. Gaun satin berwarna hitam menempel sempurna di tubuhnya, menampilkan lekukannya dengan elegan namun menggoda. Bagian bahu dan punggung terbuka, menambah kesan sensual, sementara rambut panjangnya dibiarkan terurai alami, jatuh lembut di sepanjang punggungnya.
Lipstik merah bold menghiasi bibirnya, memberikan sentuhan akhir yang menawan. Mika merapikan sedikit lipstiknya dan menyisir anak rambut di sekitar wajahnya, memastikan semuanya tampak sempurna.
"Wow, sempurna sekali," ujarnya sambil tersenyum penuh percaya diri. Tatapannya memancarkan ambisi dan rencana licik yang sudah matang. "Aku akan membuatmu tergila-gila padaku, Antony," bisiknya kepada dirinya sendiri.
Ia meraih parfum favoritnya dan menyemprotkannya di pergelangan tangan dan leher. Aroma vanilla dan amber yang lembut namun menggoda memenuhi ruangan. Mika tahu betul kekuatan penampilannya—dan malam ini ia akan memanfaatkan semuanya.
***
Di rumah, Dara sedang bermain dengan Alea di ruang keluarga. Namun, pikirannya tidak sepenuhnya fokus. Ia mulai merasakan sesuatu yang ganjil. Antony jarang pergi sendiri di akhir pekan, dan tadi pagi ia terlalu antusias untuk berangkat.
"Kenapa aku merasa nggak enak, ya?" Dara bergumam sambil menatap ponselnya.
Ia mencoba menghubungi Antony, tapi tak ada balasan.
"Mama, ayo main lagi!" seru Alea riang, menarik tangan Dara.
Dara tersenyum kecil dan berusaha menyembunyikan kecemasannya. "Iya, sayang. Sebentar ya." Namun, dalam hatinya, ia tak bisa menghilangkan perasaan was-was itu. Apakah Antony benar-benar meeting?
***
Di luar, Antony tiba di depan rumah baru Mika dengan mobil sport hitamnya. Ia mematikan mesin dan melirik cermin belakang, merapikan rambut dan mengancingkan jasnya. Hatinya berdebar, lebih karena ketegangan daripada rasa bersalah.
Saat ia mengetuk pintu, pintu terbuka pelan dan memperlihatkan sosok Mika di ambang pintu, tampak luar biasa dalam gaun hitamnya. Antony terdiam sejenak, memandangi Mika dengan tatapan kagum bercampur hasrat.
"Kamu... wow," ucap Antony, terpukau.
Mika tersenyum menggoda. "Masuklah. Aku sudah menunggumu."
Antony melangkah masuk, dan pintu tertutup di belakang mereka. Aroma wine dan parfum memenuhi udara, menciptakan suasana intim. Mika berjalan lebih dulu ke ruang tamu, langkahnya anggun namun menggoda, dan Antony mengikutinya tanpa ragu.
"Kamu benar-benar beda sekarang, Mika," gumam Antony, matanya tak pernah lepas darinya.
Mika menoleh dengan senyum penuh arti. "Orang memang berubah, Antony. Tapi beberapa hal, seperti rasa penasaran... tetap sama, kan?"
Antony tersenyum, menyadari bahwa ia kini berada di dalam permainan Mika—tapi ia terlalu terpikat untuk peduli.
Di dalam mobil, Antony tak berhenti melirik Mika. Sesekali ia tersenyum kecil, seolah-olah masih tak percaya bahwa sosok perempuan cantik dan anggun di sampingnya adalah gadis yang dulu pernah diabaikannya saat SMA.
"Oh iya, kita mau ke mana sekarang, Antony?" tanya Mika dengan nada penasaran, mencoba menjaga agar suasana tetap ringan.
Antony tersenyum, matanya berbinar penuh kekaguman. "Ada satu tempat yang tenang. Kita bisa ngobrol lebih santai di sana."
Mika sedikit memiringkan kepala, menatap Antony dengan ekspresi penuh teka-teki. Meskipun pikirannya dipenuhi rencana balas dendam, ada sesuatu dalam tatapan Antony yang menggetarkan hatinya. Sensasi itu terasa familiar—perasaan yang sama seperti dulu saat ia masih remaja dan diam-diam menyimpan rasa pada Antony.
"Tenang aja, kamu pasti suka tempatnya," tambah Antony, senyumnya penuh keyakinan.