Menjadi pedagang antar dua dunia? Apakah itu memungkinkan?
Setelah kepergian kakeknya, Sagara mewarisi sebuah rumah mewah tiga lantai yang dikelilingi halaman luas. Awalnya, Sagara berencana menjual rumah itu agar dapat membeli tempat tinggal yang lebih kecil dan memanfaatkan sisa uangnya untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, saat seorang calon pembeli datang, Sagara tiba-tiba mengurungkan niatnya. Sebab, dia telah menemukan sesuatu yang mengejutkan di belakang rumah tersebut, sesuatu yang mengubah pandangannya sepenuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Pandu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1 : Rumah Warisan Kakek
Adakalanya seorang Sagara merasa dirinya adalah pria paling sial di dunia. Pria yang terkenal selalu tersenyum dan terlihat bahagia ketika menyapa orang-orang di sekelilingnya, kini tengah meringkuk di dalam kamar karena baru saja berurusan dengan sang pemilik bangunan. Dia diminta untuk segera melunasi biaya kontrakannya yang sudah menunggak selama dua bulan. Sagara berpikir keras tentang bagaimana caranya dia mendapatkan uang untuk membayarnya. Dia hanya memiliki waktu seminggu untuk mengumpulkan biaya tersebut, sedangkan kondisi dirinya saat ini sedang tidak memiliki pemasukan sama sekali.
Sehari sebelumnya, Sagara baru saja ditipu oleh pemilik toko tempat dirinya bekerja sambilan. Gajinya selama dua bulan belum dibayarkan, akan tetapi sang pemiliki sudah kabur dan menghilang tanpa menitipkan pesan apapun. Itu terjadi ketika akhir pekan, saat dirinya libur bekerja. Toko tempatnya bekerja itu tau-tau sudah dijual dan beralih kepemilikan orang lain saat keesokan harinya. Sagara tidak tahu lagi bagaimana cara dia mencari uang untuk mencukupi bayaran kontrakannya itu. Tabungannya selama ini masih belum cukup. Dia membutuhkan setidaknya tiga juta lagi untuk membayar kontrakan. Gajinya yang dua bulan itu sebenarnya akan dia gunakan untuk melengkapi kekurangannya, akan tetapi kini rencananya tersebut tidak lagi memungkinkan. Sagara menjadi stress, terlebih bulan depan dia sudah harus membayar angsuran biaya kuliahnya.
"Bagaimana ini? Apa aku akan berakhir tidur di jalanan?" Sagara mengekspresikan kekhawatirannya dengan cara yang aneh. Dia menertawakan situasinya saat ini dengan menganggapnya lucu.
Bagi Sagara, sudah tidak ada jalan keluar dari masalah ini. Dia sudah tidak memiliki barang berharga atau apapun untuk dijual. Ditambah memikirkan hutang besar yang ditinggalkan sang ayah, biaya angsuran kuliah, biaya untuk kebutuhan harian, dan tunggakan bayaran kontrakan. Kecuali dia memenangkan undian, Sagara tidak tahu bagaimana cara melunasi semua hutang dan kebutuhannya itu.
Sagara berpikir bahwa kehidupan manis perkuliahannya akan segera berakhir. Padahal dia baru-baru ini dekat dengan seorang wanita yang merupakan teman satu angkatannya. Namun, dia harus merelakan kehidupan kampusnya karena sebentar lagi dia akan dikeluarkan jika tidak bisa membayar angsuran kuliahnya.
Di saat Sagara terdiam dan meratapi nasibnya, tiba-tiba ponsel yang tergeletak di sampingnya itu berdering kencang. Dia mengabaikannya sekali. Sagara awalnya berpikir bahwa panggilan itu bisa saja kabar buruk lainnya yang datang menghantam dirinya bagaikan ombak besar yang datang setelah gempa. Dia tidak tahu apakah dirinya masih dapat bertahan jika dia mendapatkan kabar buruk lainnya.
Hanya saja, ponsel miliknya itu ternyata tidak hanya berdering sekali dua kali saja, akan tetapi terus lanjut berdering setelah sejenak berhenti berdering. Sudah kurang lebih tujuh panggilan tak terjawab dalam daftar orang yang menghubunginya. Sagara semakin yakin nampaknya akan ada badai yang datang jika dia mengangkat panggilan orang tersebut. Jadi dia terus mengabaikannya, sudah tidak tahu berapa kali ponsel itu berdering.
Sagara sedikit kesal. Dia menjadi lengah. Dia cemas seperti diteror karena terus mendengar suara ponselnya yang berdering. Pandangannya pun teralihkan dan menatap laya ponselnya yang berdering tersebut. Dia melihat nomor tak dikenal yang ternyata menelponnya. Dia tidak menyimpan nomor tersebut. Dia tidak yakin siapa orang yang sedang mencoba menghubungi dirinya.
Tiba-tiba saja pintu kamar kontrakan Sagara diketuk sebanyak tiga kali. Sagara sedikit terperanjat. Dia kaget. Jantungnya seakan berhenti berdetak beberapa saat. Nafasnya pun terasa sesak
"Siapa?" tanyanya gugup.
"Selamat Siang, apakah Tuan Sagara sedang ada di dalam? Saya pengacara Tuan Miles, boleh saya minta waktunya sebentar?
"Ada perlu apa? Saya tidak mengenal Tuan Miles, apalagi memiliki masalah dengannya."
"Saya datang untuk alasan lain, saya akan menyampaikannya setelah saya dapat bertemu langsung dengan Tuan Sagara."
"Maaf, sepertinya Bapak salah orang. Nama saya memang Sagara, tapi nama panjang saya Sagara Adyatama, mungkin yang saat ini sedang Bapak cari Sagara yang lain."
Ketika Sagara berpikir bahwa orang yang mengetuk pintu kontrakannya itu telah pergi, ponselnya kembali berbunyi.
"Ini benar Tuan Sagara, silahkan mengangkat panggilan saya jika Tuan tidak berkenan untuk bertemu langsung dengan saya."
Sagara kembali terkejut. Nampaknya orang yang di depan kontrakannya ini adalah orang yang sama meneror ponselnya dari tadi. Dia pun semakin heran. Sagara bertanya-tanya, sebenarnya apa maksud tujuan pria itu mencarinya, bahkan sampai mendatangi tempat tinggalnya? Apakah Sagara telah secara tidak sadar menyinggung seseorang? Jika tidak, mengapa orang yang mengaku sebagai pengacara seorang bernama Miles ini datang mencarinya? Bagaimana juga pengacara itu tahu tentang identitas dan alamat tempat tinggalnya?
Sagara bangkit dan membuka pintu depan kontrakannya. Segera dirinya memandangi pria berpakaian serba hitam dengan menenteng tas koper yang dipegangnya.
"Salam, Tuan Sagara. Perkenalkan, saya Jacob, pengacara pribadi dari Tuan Miles." Pria itu berwajah datar tanpa ekspresi, mengulurkan tangan kananya ke hadapan Sagara.
"Ya, Saya Sagara, tapi saya tidak mengenal Bapak, atau Tuan Miles yang Bapak sebutkan," balas Sagara sambil berjabatan tangan dengan pria tersebut.
"Mungkin Tuan Sagara tidak mengenal Tuan Miles, tapi Tuan Miles mengenal anda. Beliau adalah kakek Anda, ayah dari Tuan River."
"Kakek? Saya tidak ingat kalau masih memiliki kakek? Apa benar Tuan River yang Bapak maksud adalah ayah saya?"
"Benar, ayah Tuan Sagara, Tuan River Adyatama yang wafat tiga tahun yang lalu."
"Jadi, a-apa yang Kakek mau dari saya?" tanya Sagara dengan penuh curiga.
Mungkinkah sang kakek telah meninggalkan segudang hutang yang berkali-kali lipat dibanding hutang yang ditinggalkan sang ayah? Sejenak Sagara merinding ketika menunggu pengacara di hadapannya itu membuka mulutnya.
"Saya ingin menyampaikan bahwa Tuan Miles telah wafat pagi ini."
"Selama ini beliau telah mendengar banyak hal tentang kehidupan Tuan Sagara. Dia tahu segala hal tentang anda, kesulitan anda, serta hutang yang ditinggalkan Tuan River saat wafat."
"Tunggu, apa Bapak secara tidak langsung mengatakan bahwa selama ini kakek saya memata-matai saya?" Sagara bertanya sedikit kesal, jika sang kakek benar mengetahui kondisinya, mengapa tidak pernah menemuinya atau memberikan sedikit bantuan padanya?
Bukankah kakeknya ini sangatlah pelit? Mengapa dia begitu kejam melihat cucunya ini menderita akibat warisan hutang dari anaknya.
"Saya ingin menyampaikan bahwa Tuan Miles sangat berhutang pada Anda. Dia sangat menyayangi Anda, Tuan Sagara. Dia sangat menyesal karena tidak bisa membantu Anda."
"Tuan Miles dan Tuan River memiliki masalah di masa lalu yang membuat akhirnya hubungan keduanya terputus. Tuan River melarang ayahnya untuk terlibat dalam keluarganya. Bahkan sampai sebelum kematiannya, Tuan River masih mengutuk hubungan ayah dan anak tersebut."
"Jadi, sekarang apa? Mengapa dia tiba-tiba menyuruh pengacara pribadinya mengetuk rumah cucunya? Apa Bapak ingin mengatakan kalau kakek saya juga ingin menitipkan hutangnya kepada sang cucu seperti yang sudah dilakukan anaknya?"
"Beliau menitipkan warisan kepada Tuan Sagara. Selain itu, hutang dari ayah Tuan telah dilunasi." Pengacara bernama Jacob itu kemudian menyerahkan koper yang dipegangnya kepada Sagara. "Silahkan, didalamnya terdapat kunci dan sertifikat rumah yang telah berpindah nama menjadi atas kepemilikan Tuan Sagara."
Sagara pun menerima koper tersebut, akan tetapi dirinya mendadak linglung. Sesaat dirinya berpikir kalau ini berada di dalam mimpi. Mengapa hidupnya yang semula terasa sangat sial, tiba-tiba berubah sangat beruntung hanya dalam waktu kurang dari satu jam? Apa dirinya sedang berada di dalam skenario drama atau sinetron?
"Mengenai aset lainnya dari Tuan Miles telah sepenuhnya saya sumbangkan sesuai dengan permintaan Tuan Miles sebelum beliau wafat."
"Itu saja yang ingin saya sampaikan, jika Tuan memiliki pertanyaan di masa depan atau butuh bantuan saya, silahkan menghubungi kontak saya yang ada di kartu nama saya." Pengacara itu kemudian menyodorkan kartu namanya dan langsung diterima oleh Sagara.
"Kalau begitu, saya permisi pergi karena masih ada pekerjaan lain. Sampai jumpa, Tuan Sagara, saya dengan tulus berharap kehidupan Tuan akan membaik setelah ini," ucap Jacob lalu membalik tubuhnya dan berjalan pergi meninggalkan Sagara yang masih terdiam mematung.
"Apa ini sungguhan?" Sagara mencubit pipinya sendiri, masih tidak menyangka bahwa ini bukanlah mimpi di siang bolong.