setelah suatu insiden tragis yang menewaskan keluarganya, seorang pemuda bernama arka tiba - tiba di hadiahi sebuah "Sistem" oleh makhluk misterius. sistem ini memberikan arka misi-misi untuk mengeliminasi makhluk supranatural dari berbagai dimensi.
setiap kali ia berhasil menyelesaikan misi, ia mendapatkan poin untuk membeli kemampuan baru atau memperkuat dirinya. Namun, setiap misi beresiko, dan jika ia gagal, ia harus membayar "hukuman", yaitu kehilangan bagian tubuh atau ingatan tertentu. Akankah arka bertahan hidup dan membalas dendam, atau malah terjerat kekuatan sistem yang lebih besar dari dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby samuel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CAHAYA DI TENGAH KEGELAPAN
Arka mengatur napasnya yang memburu, membiarkan pikirannya beradaptasi dengan kegelapan yang kini menelan segalanya. Cahaya dari medali telah padam, meninggalkan lingkaran kecil bekas nyala api unggun yang hampir sepenuhnya redup. Mata Arka memandang sekeliling, mencoba menemukan sumber ancaman, tetapi kegelapan yang pekat membuat segalanya samar. Ia tahu makhluk-makhluk itu masih ada di sana, mengintai di balik bayangan.
"Tenang," pikir Arka sambil menggenggam belati erat-erat. Setiap suara kecil, dari desau angin hingga derak ranting, terdengar lebih jelas. Ia harus tetap fokus.
“Kegelapan bukan musuh. Kegelapan hanyalah ruang. Isi ruang ini dengan ketenanganmu.” Kata-kata lama gurunya di masa kecil melintas di pikirannya. Saat itu, ia menganggapnya sebagai omong kosong. Tapi kini, di tengah situasi hidup dan mati, ia tak punya pilihan selain mencoba.
Dari sisi kanannya, terdengar derap langkah cepat. Arka segera merunduk, mengayunkan belati ke arah suara itu. Suara tajam seperti benda logam yang retak terdengar, diikuti jeritan makhluk itu. Ia mundur secepat kilat, berjaga agar tidak terjebak oleh serangan lanjutan.
“Kedengarannya cuma satu,” pikirnya. “Mereka mencoba memisahkanku.”
Sosok berjubah hitam itu masih berdiri di kejauhan, tampak tidak terganggu. “Arka, kau tahu? Semakin kau melawan, semakin banyak penderitaan yang kau timbulkan. Tak hanya untukmu, tapi juga untuk mereka yang bergantung padamu.”
Kata-katanya seperti pisau yang menyayat, tapi Arka menutup telinga, tak mau termakan provokasi. Ia mengatur strategi sederhana di kepalanya: lawan dengan kecepatan, manfaatkan medan sekitar, dan jangan terpancing emosi.
Namun, tanpa peringatan, dua makhluk melompat bersamaan dari sisi kiri dan belakangnya. Arka memutar tubuh dengan gesit, menghindari cakar mereka yang menyambar udara. Ia menyerang salah satunya dengan belatinya, tetapi makhluk kedua menghantam punggungnya keras. Tubuhnya terlempar ke tanah.
Arka bangkit dengan tertatih, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Bahunya berdenyut nyeri, meski [Regenerasi Cepat] perlahan bekerja memperbaiki luka. Tapi ia tahu, ini tidak akan cukup jika ia terus bertahan di tempat ini.
“Apa yang harus kulakukan?” pikirnya sambil menahan rasa sakit. Matanya terarah pada api unggun yang hampir padam. Sebuah ide nekat melintas di pikirannya.
Arka meraih segenggam abu dan sisa-sisa ranting yang masih membara. Dengan gerakan cepat, ia melemparkan abu itu ke udara, menciptakan kabut tipis yang memantulkan cahaya sisa api. Ini tidak cukup untuk melawan makhluk-makhluk itu, tetapi cukup untuk membuat mereka ragu sejenak.
Melihat celah itu, Arka berlari ke arah tebing kecil di sisi kiri. Tebing itu menjulang sekitar lima meter, dengan permukaan batu yang tidak terlalu curam. Ia memanjat secepat mungkin, jari-jarinya mencengkeram celah batu, meski tubuhnya berteriak meminta istirahat.
Di bawahnya, makhluk-makhluk itu mengejar, mencakar dinding batu dengan ganas. Satu di antara mereka bahkan berhasil memanjat beberapa meter, tetapi Arka menendangnya, membuatnya jatuh ke tanah. Ia akhirnya mencapai puncak tebing, terengah-engah.
Namun, sosok berjubah hitam itu sudah menunggunya di sana.
“Cukup mengesankan, Arka. Tapi ini hanya awal.”
Dengan satu gerakan tangan, ia menciptakan pusaran angin gelap yang menyelimuti puncak tebing. Angin itu seperti memiliki kehendak, mencoba menarik Arka kembali ke bawah. Ia mencengkeram sebuah batu besar, berusaha melawan tarikan tersebut.
“Apa maumu?!” teriak Arka di tengah pusaran.
Sosok itu hanya tersenyum samar. “Aku ingin melihat apakah tekadmu sekuat itu, atau hanya sekadar topeng. Dan sejauh ini, kau menghiburku.”
Angin semakin kencang. Batu yang Arka pegang mulai retak. Ia menatap ke sekeliling, mencoba mencari jalan keluar. Tapi di tengah kehancuran itu, medali kristal yang digenggamnya mulai bergetar.
“Apa lagi ini?” pikirnya, bingung.
Tiba-tiba, sebuah suara lembut terdengar di pikirannya. Bukan suara sosok berjubah hitam, melainkan sesuatu yang berbeda. “Arka... kau tidak sendiri.”
Cahaya kecil muncul dari medali, menyatu dengan tubuhnya. Energi hangat mengalir, seolah-olah ada seseorang yang memberinya kekuatan baru. Dan dalam sekejap, pusaran angin itu lenyap, berganti dengan ketenangan yang aneh.
Arka berdiri dengan tubuh gemetar. Sosok berjubah hitam itu tampak terkejut, meski hanya untuk sesaat. “Apa itu tadi?” tanyanya dengan nada dingin.
Tapi Arka tidak menjawab. Ia merasa berbeda. Tubuhnya terasa lebih ringan, dan luka-lukanya sembuh lebih cepat. Medali kristal itu terus memancarkan cahaya lembut, meskipun tidak seterang sebelumnya.
“Sistem: Kemampuan Baru Diaktifkan – Serangan Balasan Cahaya.”
Mendengar itu, Arka tersenyum tipis. “Sekarang, giliranmu.”
Ia melompat ke arah sosok berjubah hitam itu, belatinya berkilauan dengan energi cahaya. Serangannya cepat dan tepat, tetapi lawannya memblokir dengan mudah menggunakan sehelai kain jubahnya yang tampaknya memiliki kekuatan mistis.
Pertarungan mereka berlangsung sengit. Setiap serangan Arka menghasilkan kilatan cahaya yang membelah kegelapan, sementara sosok itu melawan dengan gerakan-gerakan halus yang hampir seperti tarian. Namun, Arka mulai menyadari sesuatu: setiap kali ia menyerang, jubah lawannya tampak semakin terkikis, seolah-olah cahaya dari belatinya memiliki efek pada materi gelap itu.
“Kau mungkin kuat, tapi kau tidak abadi,” ujar Arka sambil tersenyum sinis.
Sosok itu tidak menjawab, tetapi serangannya menjadi lebih agresif, seperti mencoba menyelesaikan pertarungan dengan cepat. Namun, Arka kini memiliki keunggulan. Dengan kombinasi kecepatan dan kemampuan barunya, ia berhasil menyarangkan beberapa serangan langsung, membuat sosok itu mundur.
“Cukup!” teriak sosok itu, suaranya bergema. “Kau telah membuktikan tekadmu. Tapi pertempuran ini belum berakhir, Arka. Ini hanya langkah pertama dari perjalanan panjangmu.”
Sebelum Arka bisa menjawab, sosok itu menghilang, meninggalkan bayangan yang perlahan memudar. Kegelapan di sekitarnya lenyap, digantikan oleh cahaya lembut dari langit yang mulai cerah.
Arka berdiri di puncak tebing, napasnya berat. Tubuhnya lelah, tetapi ada rasa kemenangan kecil di dalam hatinya. Medali di tangannya kembali tenang, cahayanya meredup, tetapi tetap berdenyut seolah menunggu panggilan berikutnya.
“Langkah pertama, ya?” gumam Arka. “Kalau begitu, aku siap.”
Dengan tekad baru, ia mulai menuruni tebing, meninggalkan medan pertempuran itu dan menuju ke arah yang tidak ia ketahui, tetapi pasti akan membawanya ke tantangan yang lebih besar.