Arumi Khoerunisa, seorang wanita yatim piatu yang peristri oleh seorang pria yang selalu saja menghina dirinya saat dia melakukan kesalahan sedikit saja.
Tapi kehidupan seketika berubah setelah kehadiran tetangga baru yang rumahnya tepat disampingnya.
Seperti apakah perubahan kehidupan baru Arumi setelah bertemu tetangga baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Arumi berdiri termenung di ambang pintu dapur sambil menunggu air yang tengah ia masak. Namun, seketika perhatiannya teralihkan saat ia mendengar suara aneh.
"Emmmhhh ....!"
Suara aneh mengganggu lamunan Arumi. Suara seorang perempuan yang tengah menikmati permainan.
Setau Arumi di samping rumahnya hanya ada satu rumah, dan rumah itu sudah lama kosong.
Rumah itu berada tepat di samping dapur Arumi dimana Arumi berada sekarang. Selain dua rumah itu, rumahnya terpisah jauh dari rumah tetangga yang lain.
Arumi sedikit melongokkan kepalanya keluar pintu dapur. Bulu kuduknya seketika meremang saat melihat tak ada siapa pun di antara rumput liar yang sudah cukup tinggi.
Rumput liar yang menjadi pembatas antara rumah Arumi dan rumah kosong itu.
"Mungkin anak muda jaman sekarang yang kurang modal lagi mojok disemak-semak." gumam Arumi seraya hendak meninggalkan ambang pintu.
"Aaahhh....!"
Suara itu kembali mengganggu telinga Arumi bahkan sekarang terdengar lebih intens.
Arumi kembali membalikan tubuhnya, tatapannya kembali ke arah ambang pintu yang masih terlihat gelap.
Tapi, seketika pemandangan didepan sana menjadi terang. Lampu di rumah kosong itu tiba-tiba menyala.
Menampakan dua manusia di dalam sana yang tengah menikmati aktivitas menguras keringat di balik jendela rumah itu. Jendela rumah itu menghadap langsung ke pintu dapur rumah Arumi.
Arumi sempat mengira, dua manusia itu anak muda yang kurang modal dan tak mampu menyewa kamar. Jadi, mereka diam-diam memasuki rumah kosong itu.
"Sedikit lagi, Sayang!" lagi terdengar suara wanita.
Arumi yang melihat jelas adegan dua orang itu, seolah terhipnotis dan membeku ditempat, ia justru malah fokus menonton adegan itu bak tengah menonton live streaming.
"Emmhhh ....... Aahh!" wanita itu terus mendesah.
Ia nampak sangat menghayati pergulatan itu.
"Ahhhh ....!" Seketika mulut Arumi reflek mendesah.
Mungkin ia turut terbawa suasana dengan adegan didepannya. Sebuah pertempuran sengit yang jarang sekali Arumi rasakan dari suaminya, Ibrahim.
Pertempuran yang memang menjadi rutinitas mereka dimalam hari. Namun, Arumi sangat jarang mencapai puncak bersama suaminya.
Arumi langsung terhenyak saat melihat pria itu menatap ke arahnya. Sepertinya pria itu menyadari tatapan Arumi.
Namun, anehnya pria itu tak terlihat malu sama sekali atau merasa canggung melihat seseorang menatap aksinya.
Pria itu justru malah mengukir senyum seraya menatap Arumi. Tapi masih tetap fokus pada permainan nikmat di hadapannya.
Pria itu mengangkat dagu seolah bertanya.
'Kenapa?'
'Kenapa apanya?' jawab Arumi dengan isyarat mengangkat kedua lengan dan mengedipkan bahu.
Pria itu kini justru melambaikan tangannya seolah mengajak Arumi untuk bergabung.
Sontak Arumi membulatkan matanya terkejut dengan isyarat pria itu.
Dengan cepat Arumi menutup pintu dapur. Ia bingung harus merasa emosi karena pria itu sangat tak sopan padanya.
Atau ia harus merasa malu karena pria itu tau apa yang ia rasakan.
"Arumi!" Suara teriakan membuat Arumi seketika terkesiap.
Belum hilang rasa terkejutnya atas kejadian barusan, teriakan suaminya kembali membuatnya terkejut.
"Apa, Mas?" Jawab Arumi seraya memutar tubuhnya membelakangi pintu dapur yang sudah ia tutup.
"Katanya bikin kopi? Tapi kok gak beres-beres? Niat bikinin aku kopi gak sih?" Cecar Ibrahim.
"I.. Iya, Mas. Ini baru mau aku bikinin!" jawab Arumi tergagap, debaran jantungnya masih belum pulih sempurna.
"Buruan dong! Kamu lambat banget, sih! Jadi istri gak guna banget!" maki Ibrahim.
Sebuah perlakuan yang terasa tak asing lagi bagi Arumi kalau ia membuat kesalahan sedikit saja dihadapan suaminya.
Makian itu terkadang menciptakan luka dihati Arumi, tapi ia bisa dengan mudah memaafkan Ibrahim begitu saja.
***
Keesokan harinya....
"Arumi!" lagi Ibrahim berteriak memanggil Arumi.
Arumi yang masih sibuk didapur dengan cepat menghampiri suaminya.
"Apa, Mas?" ucap Arumi setelah tiba di hadapan Ibrahim.
"Berkas-berkas penting aku yang itu kenapa gak kamu masukin juga ke dalam tasku, hah?"
"Berkas yang mana sih, Mas?"
"Itu loh. Yang isinya foto-foto Lisa black pink, sama yang ada Cinta Lauranya." Ibrahim menujuk beberapa buku yang berserak diatas nakas.
"Itu kan, cuma majalah, Mas. Bukan berkas penting."
"Buat aku itu penting, bodoh!" umpat Ibrahim.
"Iya, Mas, nanti aku masukin."
Arumi menyusun beberapa majalah yang dimaksud Ibrahim itu seraya membatin.
"Apa sebenarnya suamiku bukan kerja di kantor, ya? Tapi tukang ojek yang biasa mangkal dipangkalan sambil baca majalah kalau lagi gak ada penumpang."
Tok ... Tok .... Tok
Terdengar suara ketukan pintu. Arumi hendak bangkit dan menunda pekerjaannya untuk membukakan pintu bagi tamu yang datang di pagi-pagi sekali.
"Aku aja yang bukain pintu! Kamu beresin aja berkas pentingku itu, awas!! Jangan sampai ada yang ketinggalan." ucap Ibrahim. Pria itu dengan cepat melangkah menuju pintu.
"Asalamualaikum! Maaf kami mengganggu pagi-pagi!" ucap tamu yang kini berdiri tepat di depan Ibrahim. Tamu yang sepertinya sepasang suami istri.
"Iya, Walaikumsalam! Maaf siapa ya?" jawab Ibrahim dengan dahi berkerut.
"Kenalin, kami penghuni baru rumah sebelah. Saya Erlan, dan ini istri saya Rika." Ucap si tamu pria.
"Oh rumah kosong yang disebelah ya?"
"Iya, Mas."
Arumi yang mendengar percakapan tiga orang didepan, langsung menghetikan aktivitasnya lalu mengintip ke arah depan.
Sontak Arumi menyembunyikan diri dibalik tembok, setelah melihat pria itu ternyata pria yang semalam.
Pria yang menikmati malam panas dengan seorang wanita, yang ternyata wanita itu adalah istrinya.
"Mohon diterima, kami tadi masak banyak buat dibagiin sama tetangga sekalian kenalan." ucap si wanita bernama Rika seraya menyodorkan sepiring makanan pada Ibrahim.
"Ini kalian masak sendiri?"
"Benar, Mas."
Ibrahim seketika menghirup aroma makanan dipiring itu bak seekor kucing. Sebuah kebiasaan kalau ia berada dihadapan makanan seperti sekarang ini.
"Ayo masuk dulu!" ucap Ibrahim pada mereka.
"Gak usah, Mas. Kapan-kapan lagi aja. Kami takut ganggu pagi-lagi seperti ini."
"Enggak kok. Saya masih senggang, sebelum berangkat ke kantor."
Rika dan Erlan nampak saling melempar pertanyaan lewat isyarat. Sampai akhirnya mereka setuju untuk mampir.
"Silahkan duduk dulu, gak usah sungkan!" ucap Ibrahim ramah.
Rika dan Erlan segera duduk di sofa ruang tamu rumah itu.
Erlan sempat menatap Arumi selama beberapa saat, membuat Arumi seketika menatap ke arahnya.
Pria itu mengukir senyum manis. Sebuah senyuman yang sedikit menarik sudut bibir.
Sama persis dengan senyuman yang ia berikan semalam. Senyuman itu seketika membuat Arumi merasa kikuk.
"Arumi, bikinin minum, gih, buat dua tetangga baru kita!" perintah Ibrahim pada Arumi, membuat Arumi sedikit terlepas dari rasa canggung.
"Iya, Mas." Arumi langsung bangkit dan segera melangkah ke arah dapur.
Ia membuat dua cangkir teh manis yang langsung ia sodorkan pada dua tamunya itu.
"Kenalin, namaku Ibrahim, dan dia istriku, Arumi." ucap Ibrahim setelah Arumi ikut duduk disampingnya.
"Kalian pengantin baru, ya?" lanjut Ibrahim bertanya pada Rika dan Erlan.
"Iya, Mas. Kalau Mas Ibrahim sama Mbak Arumi sendiri?" Erlan balik bertanya.
"Kami udah lama nikah, udah hampir enam tahun."
"Terus kemana anak-anak? Apa mereka udah berangkat sekolah?" Rika mengedarkan pandangannya seolah mencari jejak anak-anak di rumah itu.
"Kami belum dipercaya sama Allah." jawab Ibrahim dengan raut wajah murung.
Membuat Rika dan Erlan seketika tak enak hati karena sudah mengungkit masalah itu.
"Mas Ibrahim kerja apa?" Tanya Rika mengalihkan pembicaraan.
"Aku kerja di kantor swasta. Kalau kalian?"
"Aku salah satu guru disekolah SMA Nganu. Sedangkan Mas Erlan, dia seorang fotografer. Rencananya kamu mau bikin galeri di rumah."
"Kamu seorang seniman?" Tatapan Ibrahim kini tertuju pada Erlan.
"Iya, Mas."
"Pantesan, banyak tatonya." ucap Ibrahim enteng.
"Hehehe." Erlan hanya tersenyum lalu menutup kedua tangannya yang memang dipenuhi oleh tato dengan melepas gulungan lengan kemejanya.
"Bukannya Mas Ibra juga banyak Tatonya?" bisik Arumi tepat di telinga Ibrahim.
"Kalau itu sih bukan tato, Bodoh!"
"Terus itu apa, yang bertebaran di dadanya Mas Ibra?" tanya Arumi polos.
"Itu Panu, Arumiiii!!!" jawab Ibrahim jengkel.
Arumi hanya mengangguk-nganggukan kepala mendengar jawaban suaminya.
"Kalau Mbak Arumi kerja di mana?" Kali ini giliran Rika bertanya pada Arumi.
Arumi hendak menjawabnya, tapi dia sudah keduluan suaminya.
**********
**********
dan jika saling sadar jika pernikahan termasuk dalam hal ibadah kpd Tuhannya, maka seharusnya Memiliki rasa Takut ketika melakukan hal diluar yg dilarang dalam suatu pernikahan itu sendiri....
walau bagaimanapun alasannya, alangkah baiknya jika diselesaikan dulu yg sekiranya sdh rusak...
Jika masih dalam suatu hubungan pernikahan itu sendiri, Jangan coba-coba melakukan hal yg berganjar: Dosa besar !!!!
bodohmu itu lho ,,