> "Dulu, namanya ditakuti di sudut-sudut pasar. Tapi siapa sangka, pria yang dikenal keras dan tak kenal ampun itu kini berdiri di barisan para santri. Semua karena satu nama — Aisyah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syahru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9: Menemukan Kedamaian dalam Keikhlasan
Bab 9: Menemukan Kedamaian dalam Keikhlasan
"Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka."
(QS. At-Talaq: 2-3)
---
Menyelami Kehidupan Baru
Hari demi hari, Fahri semakin merasa menemukan kedamaian dalam hatinya. Meskipun terkadang kenangan tentang Aisyah muncul, ia mulai belajar untuk tidak membiarkan perasaan itu menguasai hidupnya. Ia sadar bahwa hidup di pesantren memberi banyak pelajaran berharga yang tak bisa didapatkan di tempat lain.
Pagi itu, Fahri duduk di sudut masjid pesantren, memandangi sekelilingnya. Beberapa teman sejawat sedang duduk mengaji, sementara suara azan terdengar lantang, memanggil umat untuk salat. Udara pagi yang sejuk menenangkan hatinya.
Salah satu hal yang Fahri mulai nikmati adalah ketenangan yang datang dengan beribadah dan belajar. Ia merasa semakin dekat dengan Tuhan dan lebih sadar akan kehadiran-Nya dalam setiap langkah hidupnya.
Beberapa waktu lalu, ia tak pernah membayangkan bisa merasakan kedamaian ini. Hidup yang dahulu penuh dengan kegelisahan, kebingungan, dan kesedihan, kini terasa lebih terang. Mungkin ini semua adalah hadiah dari ketulusan hatinya yang mulai berusaha untuk berubah.
---
Ujian yang Tak Pernah Henti
Namun, ujian hidup tak berhenti datang begitu saja. Meski hati Fahri terasa lebih damai, ada kalanya godaan datang dengan tiba-tiba. Seperti pada hari itu, ketika seorang temannya yang lebih lama belajar di pesantren, Ustaz Fadil, mengajaknya untuk ikut kegiatan pengajian di luar pesantren.
"Ayo, Fahri, ikut kami. Kegiatan pengajian ini sangat baik untuk memperdalam ilmu agama. Kita juga bisa berdakwah ke masyarakat luar," ajak Ustaz Fadil dengan antusias.
Fahri terdiam sejenak, berpikir. Ia tahu, keluar dari pesantren bisa menjadi risiko besar bagi ketenangannya. Mengingat masa lalunya yang penuh dengan godaan, ia merasa ragu apakah dirinya siap.
"Tapi, bukankah ini kesempatan untuk berdakwah?" tanya Fahri, lebih kepada dirinya sendiri.
Ustaz Fadil tersenyum, "Tentu saja. Dengan ilmu yang kita punya, kita bisa berbagi kepada yang lain. Dan ini akan menjadi bekal untuk kita di akhirat nanti."
Setelah berpikir panjang, Fahri akhirnya memutuskan untuk ikut. Ia merasa ini adalah ujian lain dari Tuhan yang harus ia hadapi dengan bijaksana.
---
Bertemu dengan Orang Baru
Setelah tiba di tempat pengajian yang dimaksud, Fahri merasa sedikit canggung. Tempat itu penuh dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, dan beberapa di antaranya tampak lebih berpengalaman dalam berdakwah. Namun, meski merasa tidak nyaman, Fahri tetap mencoba untuk terbuka dan belajar.
Saat pengajian dimulai, Fahri duduk dengan tenang, mendengarkan setiap kata yang disampaikan oleh penceramah. Ketika sesi tanya jawab dimulai, seorang pria bertanya tentang cara menjaga hati tetap istiqamah dalam beribadah, mengingat banyak godaan dunia yang datang.
"Penting bagi kita untuk selalu menjaga niat dan mengingat tujuan hidup kita," jawab penceramah. "Ketika kita bertakwa kepada Allah dan ikhlas dalam setiap langkah, kita akan diberi jalan keluar dan rezeki yang tak disangka-sangka."
Fahri mengangguk pelan. Ia merasa bahwa jawabannya sangat relevan dengan dirinya. Kehidupan yang dulu selalu terjebak dalam kebingungan dan godaan, kini mulai tampak lebih jelas.
Namun, di tengah pengajian itu, sesuatu yang tak terduga terjadi. Di ujung ruangan, Fahri melihat seorang wanita yang tak asing baginya. Wanita itu adalah Aisyah.
Hati Fahri berdegup kencang, dan seketika semua perasaan yang ia coba pendam muncul begitu saja. Aisyah berada di ruangan itu, duduk di barisan depan bersama keluarganya, terlihat sangat tenang dan damai. Saat matanya bertemu dengan mata Fahri, Aisyah memberikan senyum kecil.
Fahri menahan napas. Ia merasa seperti disambar petir. "Apa yang harus kulakukan?" batinnya. Hati dan pikirannya bergejolak. Ia tahu bahwa pertemuan ini bukan kebetulan, namun ia tak tahu bagaimana harus meresponsnya.
---
Keputusan yang Dihadapi
Setelah pengajian selesai, Fahri berdiri dan berusaha untuk menghindari Aisyah. Ia tidak ingin terjebak dalam perasaan lama yang sudah ia coba untuk lepaskan. Namun, Aisyah datang mendekatinya.
"Fahri," sapa Aisyah lembut. "Apa kabar? Lama tak bertemu."
Fahri mengangguk, mencoba menyembunyikan perasaannya yang berkecamuk. "Alhamdulillah, baik. Kamu bagaimana? Sehat-sehat saja?"
Aisyah tersenyum, namun ada kesedihan yang tampak di matanya. "Aku... aku ingin bicara denganmu, Fahri. Ada hal yang harus kubicarakan."
Fahri merasa hati ini kembali terluka, namun ia mencoba untuk tetap sabar dan tenang. Ia tahu, perasaan ini adalah ujian yang harus ia lewati dengan kepala tegak.
"Ya, tentu. Apa yang ingin kamu katakan?" jawab Fahri, berusaha menjaga suara dan sikapnya agar tidak terbawa emosi.
---
Perasaan yang Masih Ada
Aisyah menarik napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara, "Fahri, aku ingin meminta maaf atas semua yang terjadi. Aku tahu kamu merasa terluka, dan aku juga tidak ingin kau merasa seperti ini. Aku berharap kita bisa tetap berteman dengan baik."
Fahri merasa hatinya sesak mendengar kata-kata Aisyah. Keinginan untuk kembali bersamanya muncul, namun ia tahu bahwa hal itu tidak bisa terjadi. "Aisyah, aku sudah memaafkanmu sejak lama. Aku tidak ingin kita terjebak pada masa lalu. Aku harus melanjutkan hidupku."
Namun, Aisyah masih tetap memandangnya dengan penuh harap. "Aku tahu, Fahri. Aku tahu kita tidak akan bersama, tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu."
Perasaan Fahri campur aduk. Di satu sisi, ia merasa bahagia karena Aisyah masih peduli, tetapi di sisi lain, ia juga merasa bahwa sudah saatnya untuk melepaskan semua itu dan melanjutkan hidup.
---
Fahri berdiri di depan pintu keluar tempat pengajian, melihat Aisyah yang perlahan menghilang dari pandangannya. Ia menatap langit sore yang mulai berwarna jingga, merasakan angin yang menyejukkan. Di balik rasa sakit hati yang masih ada, ia tahu bahwa langkahnya menuju kehidupan yang lebih baik dimulai dengan menerima kenyataan dan melepaskan masa lalu.
"Ya Allah, beri aku kekuatan untuk terus maju," doa Fahri dalam hati, berharap langkahnya selalu dilindungi oleh-Nya.
---