Kisah cinta akan membawa hati pada garis takdir nya masing - masing, seperti Dira yang selalu saja gagal dalam percintaan. Seorang gadis yang merasa dirinya sudah tak berarti, di benci mertua dan di campakan suami nya, memulai kisah cinta nya kembali meski selalu berujung pada penghianatan, namun Dira berharap akan takdir membawa nya pada cinta sejati nya, hingga pada akhir nya Tuhan benar - benar menjawab doa nya, mempertemukan Dira dengan cinta sejati nya, meski bukan yang pertama namun akan menjadi yang berarti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERGI .......
Di mana takdir akan membawa cinta..
Di mana langkah akan membawa diri..
Aku masih di sini, terbelenggu akan hubungan yang membuat ku semakin tenggelam..
Entah sudah berapa kali pukulan demi pukulan dia layang kan kepada ku, sejenak aku termenung dalam luka yang masih bertahta manis di wajah ku.
Sudah menjadi hal yang biasa, bila nanti akhir nya akan jadi pertanyaan banyak orang, ketika melihat wajah ku penuh luka lebam begini, dan sial nya aku tak bisa untuk pergi dari belenggu yang semakin merulit ku ini. Tuhan, mohon kuat kan diri ini dalam menjalani semua yang sudah di garis kan untuk ku.
" Dira, kemari kamu.. " panggil ibu mertua ku,
" Iya bu, ada yang perlu Dira bantu.. " jawab ku datar
Dalam hati, aku sudah menduga pasti mas Aji sudah mengadu dengan ibu nya. Entah apa yang dia adukan, selalu saja nanti aku yang akan di salah kan.
Begini banget rasa nya, tinggal serumah dengan mertua, sebaik apa pun kita, pasti akan terlihat buruk bagi mereka. Meski kita berada di jalur yang benar, pasti akan di salah kan. Memang tidak semua mertua seperti mereka, masih banyak di luar sana, mertua atau orang tua yang baik bahkan super baik, tapi sayang nya itu bukan mertua ku.
Ha ha ha, hidup ini lucu ya, terkadang kita menertawakan hal yang lucu, namun tanpa kita sadari, terkadang kita yang menjadi bahan tertawaan. Seperti kehidupan ku, setelah memutus kan meningkah dengan mas Aji, semua harapan yang ku kira indah pada waktu nya, nyata nya hanya menjadi sebuah bayang.
Bahkan dalam mimpi pun tak dapat aku temui harapan ku, hidup ku hanya selebar kata pasrah pada apa yang mereka lakukan terhadap ku. Yah, mau bagaimana lagi semua sudah terjadi, aku juga tak bisa mengembalikan waktu yang telah berlalu.
" Kamu ini, bisa nya hanya membuat kesal suami mu saja. Sudah nganggur nggak punya pekerjaan, eh di rumah hanya malas - malasan saja kerjaan nya, lihat istri nya mas Nanung si Shita itu, sudah cantik, rajin, baik lagi sama orang tua, harus nya kamu contoh itu Shita, jangan malah bisa nya hanya jadi beban suami. " teriak nya terdengar nyaring di telingga ku, sudah menjadi kebiasaan ibu mertua ku, bila ngomong selalu dengan nada keras.
" Maaf, mansud ibu apa ya.. Bila memang ada kelakuan Dira yang nggak baik di mata mas Aji, harus nya mas Aji ngomong langsung saja ke Dira, di mana letak kurang baik nya atau yang mas Aji tidak sukai dari Dira, dan kami bisa mencoba memperbaiki nya sama - sama, tapi kenapa setiap ada yang tak mas Aji suka, malah langsung ngadu ke ibu. Bukan kah ini masalah rumah tangga Dira dan mas Aji ya, tapi kenapa ibu selalu saja ikut menyalah kan Dira, atas kesalahan yang Dira sendiri nggak tahu itu apa. " jawab ku masih dengan nada datar, biasa nya aku hanya akan diam saja bila ibu mertua ku menyalah kan aku seperti hari ini. Namun untuk kali ini, entah keberanian dari mana aku bisa berkata apa yang memang seharus nya aku kata kan sejak dulu.
" Dira, sungguh keterlaluan kamu dia ini ibu aku, nggak seharus nya kamu berkata begitu terhadap ibu. Nggak ada salah nya kan kalau ibu masih mengurusi aku, itu adalah hal yang wajar bukan. Semua ibu di dunia ini juga pasti akan selalu memperhatikan anak nya, walau pun anak nya sudah meningkah. Lagian rumah yang kita tempati saat ini adalah rumah milik ibu, kita itu di sini hanya numpang jadi jangan banyak pertingkah, dan berani menentang ibu. " sela mas Aji suami ku, yang malah terkesan membela ibu nya.
Selalu saja begitu, aku merasa tak pernah di anggap oleh suami ku sendiri, yang lebih mengutama kan perasaan ibu nya di banding kan dengan istri nya. Walau pun keluarga adalah yang utama, namun seorang istri yang dia ambil dari keluarga nya itu juga penting.
" Sudah lah Aji, jangan buang - buang waktu untuk menceramahi istri mu yang nggak berguna itu. Sampai kiamat pun dia juga nggak akan sadar dengan kesalahan nya yang segunung itu. Dari pada kamu kesal - kesal nggak jelas seperti ini, lebih baik kamu berfikir bagaimana cara untuk segera berpisah dengan istri kamu ini. Rasa nya ibu sudah nggak kuat tinggal lama - lama dengan perempuan pembawa sial seperti dia, tiap hari kerjaan nya cuma buat orang emosi saja. " balas ibu yang membuat sakit gendang telinga ku, perkataan nya selalu saja menyudut kan aku.
" What, mansud ibu apa ya, kok bisa ibu segampang itu ngucapin kata pisah. Tolong ya bu, sebenci - benci nya ibu sama Dira, tolong jangan pengaruhi mas Aji untuk berpisah dari Dira, lihat bu luka - luka ini ada karena ulah mas Aji, yang tanpa aku tahu di mana letak kesalahan ku, sampai mendapat kekerasan seperti ini, tapi aku masih memaafkan mas Aji bu, dan tidak ada niat sedikit pun bagi ku untuk berpisah dan mas Aji. Meningkah itu bukan perkara yang bisa di buat mainan, yang mana bila sudah bosan lalu di tinggal, dalam hidup ini aku hanya ingin meningkah sekali untuk selama nya bu, aku juga tidak ingin sampai mama ku sedih bila tahu anak nya sampai berpisah. " ucap ku setengah terisak.
" Halah, kamu ini jangan sok muka - muka kasihan begitu Dira, kalau kamu tanya salah mu apa, sebenar nya kesalahan mu itu banyak, nggak cukup sehari bila aku jabar kan semua nya. Sudah untung dulu Aji itu mau meningkahi mu, siapa sih yang mau dengan perempuan sial seperti mu selain putra ku yang sempurna ini. Hah, buah jatuh nggak jauh dari pohon nya, hubungan ke dua orang tua mu saja sudah hancur, Dira.. Bagaimana kamu bisa bermimpi setinggi itu untuk memiliki hubungan yang langgeng seumur hidup, jangan banyak berhayal. Aku malas melihat gaya mu itu, " timpal ibu mertua ku yang masih saja menyudut kan aku, setiap kali bicara pasti tidak ada ucapan ibu yang enak di dengar.
" Maaf Dira, bukan orang yang seperti itu bu, coba ibu tanya kan ke putra ibu yang sempurna itu. Bukan aku yang minta mas Aji untuk ningkahin aku bu. Jadi apa untung nya buat aku, wong ya dari awal ningkah sampai sekarang malah aku yang di rugi kan kok, mas Aji tolong jelas kan sama ibu bagaimana dulu perjuangan kamu untuk mendapat kan aku jangan hanya diam saja, aku ini istri kamu mas, seharus nya kamu membela ku, bukan malah senang melihat aku di injak - injak oleh ibu mu, selama ini aku diam ya mas. Tapi untuk kali ini tidak lagi, bukan kah kamu yang dulu mohon - mohon untuk jadi suami ku, kenapa sekarang malah aku yang di tuduh mengejar kamu mas, aku belum lupa bagaimana awal nya bisa sampai meningkah dengan mu mas, kamu juga pasti masih ingat semua nya kan mas. " ucap ku berusaha untuk menjelas kan kenyataan nya,
" Diam kamu Dira, jangan pernah kamu berteriak di depan ku. Jangan harap aku akan membela kamu, meski pun kamu meminta aku untuk memilih antara kamu atau ibu, aku dengan tingkat kesadaran penuh pasti akan memilih ibu. Jadi bila kamu masih ingin tinggal di rumah ini, sebaik nya jangan banyak bicara, tidak perlu untuk menjelas kan hal yang sudah lewat, bahkan aku saja sudah lupa bagaimana kita bertemu, paham. " teriak mas Aji geram.
" Apalah arti nya aku bagi mu mas, " desah ku lirih.
" Nggak akan ada habis nya bila kamu meladeni istri mu itu Aji, sudah malam ayo sebaik nya kita istirahat, biari kan saja istri mu itu berfikir, masih mau nurut sama kita atau mau jadi pembangkang. Ya nggak heran sih kalau dia jadi seperti ini, berani sama ibu mu, orang yang sudah melahir kan kamu ke dunia, tanpa ibu kamu juga nggak akan ada Aji. Sekarang sudah terlihat kan warna asli dari istri sial mu ini, gadis kampungan. Jadi nyesel dulu ibu merestui hubungan kalian, kalau tahu begini mending ibu terus kan perjodohan kamu dengan putri teman ibu. " sahut ibu mertua ku.
" Maaf, kalau memang begitu pandangan ibu terhadap Dira, dan mas Aji juga sudah tidak peduli lagi sama Dira, maka aku tidak perlu banyak berfikir lagi. Sekarang juga aku akan angkat kaki pergi dari rumah ini, biar ibu dan mas Aji juga bapak tenang, bila aku tak ada di rumah ini. Selama ini aku sudah nurut sama ibu, juga mas Aji, tapi apa yang aku dapat kan, malah hinaan, cacian, makian, bahkan yang lebih apes nya lagi, selama ini aku hanya jadi samsak tempat untuk melampias kan amarah mu itu mas, aku ini istri kamu mas bukan barang yang bisa kau pukuli seenak nya, kalau memang kamu sudah nggak mau sama aku, sudah bosan, ya akan lebih baik bila kamu kembalikan aku ke mama. Beliau siap kok nerima kembali diri ku, juga keadaan aku, yang memang tidak beruntung karena telah mau di ningkahi orang yang sudah tidak memiliki hati seperti mu mas. oke aku pamit. Assalamualaikum, " ujar ku dengan linangan air mata yang tiada mau berhenti terus menerobos melalui ke dua mata ku.
Ibu dan suami ku hanya diam mendengar perkataan ku.
Setelah ku kemasi barang - barang ku, yang memang hanya beberapa potong baju saja, aku tidak mau repot untuk membawa banyak barang. Berat ku langkah kan kaki untuk pergi dari rumah suami ku, dan ku lihat mas Aji dan bu Wati hanya diam saja tanpa mencegah ku.
Sampai ketika aku akan melangkah kan kaki ke luar pintu, mas Aji menegur ku.
" Selangkah lagi kaki mu keluar dari pintu rumah ini, maka kamu bukan lagi istri ku Diravilia Hayu Purnomo. Sekali saja kaki mu keluar dari rumah ini, maka jangan harap kamu bisa kembali lagi. Aku tak akan ragu lagi, untuk secepat nya menceraikan kamu Dira.. "
DEG,
" Kata - kata itu, Ya Tuhan.. Apa yang telah aku lakukan, bagaimana ini. Apa keputusan ku ini sudah benar, apa yang aku lakukan ini baik. Mendadak hati ku menjadi ragu, nyali ku ciut, hanya dengan mendengar satu kata cerai dari nya, sebenar nya aku hanya pura - pura, mencoba mengertak mereka saja. Siapa sangka bila akhir nya jadi begini, ternyata memang sudah tidak ada lagi harapan untuk aku mempertahan kan semua nya. " batin ku
" Tunggu apa lagi Dira, kalau memang mau pergi dari rumah ini ya buruan cepat pergi dari sini, nggak usah pakai acara drama atau pura - pura ngambek begitu, nggak akan ada efek nya buat aku sama Aji, nggak ngaruh juga. " seru ibu mertua, meminta aku untuk buru - buru pergi.
Awal nya aku ingin mempertimbang kan kembali, keputusan ku, tapi ku rasa sekarang tidak lagi.
MAAF KAN DIRA MAH .....
***
Dalam keremangan malam yang semakin senyap membisu, bersama sang bayu ku titip kan nada dalam gelap, berisi syair - syair sendu. Akan kisah sedih, yang aku sendiri pun tak mampu meratapi nasib pedih ku ini. Meniup kan lara yang tak bersuara.
Suara jangkrik dalam gelap nya malam ini, membuat suasana semakin mencekam, apa lagi jalan yang ku lewati ini kiri kanan tidak ada rumah - rumah warga, hanya sawah yang membentang juga pohon - pohon kelapa yang tinggi menjulang.
Menambah lengkap penderitaan ku ini, tak ku sangka bila hari ini aku keluar dari rumah yang sudah beberapa tahun ini menjadi tempat tinggal ku.
Kini akhir nya, aku yang kalah, aku fikir mas Aji akan mengejar ku, saat aku keluar dari rumah nya, niat ku ingin mencoba menguji respon dia, siapa tahu tadi dia cuma khilaf mengucap kan kata cerai pada ku.
Namun yang terjadi, kenyataan nya.. Sekarang aku sendirian, menyusuri jalan yang entah masih berapa kilo lagi untuk sampai ke rumah penduduk, aku dan mas Aji memang masih satu kota, namun berbeda wilayah, tempat tinggal mas Aji, masih terhitung di desa. Jauh dari keramaian, seperti di rumah ku, yang walau pun desa tapi sudah teritung kota, bahkan kehidupan orang - orang di sekitar tempat tinggal ku pun, sudah mengikuti perkembangan jaman, tidak seperti orang desa mas Aji, yang masih sangat jauh tertinggal.
Entah aku yang bodoh, atau hati ku yang sudah tak sanggup lagi. Aku memutus kan pergi dari rumah tanpa uang sepeser pun, dan dengan tega nya mas Aji juga tidak memberi ongkos sekedar untuk aku sampai di rumah.
Ya, nggak kaget sih, selama jadi istri nya saja, aku belum pernah di beri nafkah sama mas Aji, mau itu nafkah berupa uang atau nafkah batin, lahir batin tersiksa jadi istri nya.
Lalu untuk apa dia meningkahi ku, bila dia saja tak pernah menyentuh ku, ya awal nya dulu kita bertemu tak sengaja, ketika di sekolah ada lomba antar sekolah, dan sekolah ku yang menjadi tuan rumah dari pertandingan lomba bola voli antar sekolah, dan dia menjadi salah satu pemain dari peserta yang mengikuti lomba.
Sejak kita bertemu tak sengaja itu, hari - hari berikut nya kita semakin dekat setelah perkenalan pertama. Setelah sekian lama purnama, akhir nya dia menyatakan perasaan nya kepada ku.
Waktu itu, aku yang sudah merasa nyaman dengan nya, dan mama ku juga sudah mengenal mas Aji, akhir nya aku menerima nya dengan syarat kalau orang tua nya datang melamar ku, karena aku nggak mau pacar - pacaran, kalau pun harus menjalin hubungan aku ingin itu yang serius. Mas Aji bilang tak keberatan dengan persyaratan yang aku ajukan.
Benar saja, satu minggu sejak pernyataan cinta itu, keluarga mas Aji datang untuk melamar ku. Rasa nya ingin nangis, terharu, dan nggak nyangka banget, kalau mas Aji benar - benar melamar ku. Begitu lah kisah yang sebentar lagi hanya akan menjadi kenangan.
Huft, setelah sekian lama berjalan akhir nya aku menemukan sebuah warung kopi kecil di pinggir jalan, aku lihat ada beberapa orang yang masih nongkrong di sana. Tanpa berfikir panjang, aku berani kan diri untuk menghampiri orang - orang di sana. Siapa tahu dari sekian orang, ada yang mau menolong ku.
" Punten mas, apa saya boleh minta minum putih, saya kehausan mas. " pinta ku pada abang penjual di warung itu.
" Oh, ya boleh neng, silah kan ini minum dulu, " jawab abang penjaga warung itu sembari memberikan aku segelas minum yang berisi air putih hangat.
Langsung saja tanpa basa - basi ku teguk habis air yang penjual itu berikan. Maklum saja sedari tadi aku belum sempat minum seteguk air pun. Dalam hati aku berharap ada keajaiban dari Tuhan, mengirim malaikat nya untuk menolong ku. Bismillah...
" Mbak, malam - malam begini mau kemana, gadis kok keluar sendirian bahaya lho mbak, lebih baik mbak telfon saudara atau keluarga nya untuk menjemput. Nggak baik gadis di jalan tengah malam begini. " tanya abang penjaga warung itu.
Ku tatap mata bening itu masih terus melihat ku tak berkedip, entah apa yang di fikir kan nya. Sampai mengira aku ini gadis, padahal aku ini istri orang, ya hanya saja benar pernyataan dia kalau aku memang masih gadis, tapi di status aku ini istri orang. Apa tak nampak ya, tampang - tampang kalau aku sudah meningkah, he he.
Ya wajar sih, kan secara look aku ini masih imut, lucu, dan mengemas kan. Seperti badut saja, hi hi.
" Justru itu kang, saya tidak bisa menghubungi keluarga saya, karena saya sendiri juga nggak punya ponsel, sedang nomer mamah saya juga nggak hafal. Saya mau pulang nggak ada ongkos kang, jadi saya jalan kaki saja. " jawab ku jujur.
" Astaga, jaman sekarang masih ada orang yang nggak punya ponsel. Emang mbak dari mana sih sampai pulang selarut ini, sudah ayo saya antar saja pulang nya. Mau pulang kemana mbak,,, " sahut pemuda dengan ketampanan tingkat dewa itu, meski tampan namun tidak di pungkiri aku pun merasa ngeri bila nanti nya di antar pulang sama orang asing yang sama sekali tak ku kenal.
" Eh, hati - hati loe Nan bawa anak orang. " Teriak seorang pemuda di sebelah nya, mendengar perkataan nya aku jadi bingung harus gimana, antara bersyukur atau takut. Di sisi lain aku merasa bersyukur ada yang sudi mau mengantar ku sampai rumah, namun dalam hati aku juga takut bila ternyata orang itu berniat tidak baik terhadap ku, dan mau memanfaat kan situasi untuk berbuat jahat pada ku.
Namun keraguan ku tak berlangsung lama, penjaga warung kopi ini seakan bisa membaca atau mengerti ketakutan ku, dia pun langsung meyakin kan aku bahwa pemuda yang ingin menolong ku ini, bukan orang jahat.
" Tidak usah takut neng, biar di anter sama mas Adnan, aman kok dia nggak akan berani untuk macam - macam, mas Adnan ini putra nya pak lurah Deden, semua orang desa ini mengenal nya, jadi nggak usah khawatir sama mas Adnan neng. " jelas penjaga warung itu.
" Baik kalau memang kang Adnan tidak merasa keberatan, sebelum nya terima kasih banyak ya semua nya, terima kasih kang Adnan sudah mau menolong saya, " balas ku yang akhir nya mau tidak mau di antar oleh pemuda yang bernama Adnan itu, meski sempat ragu namun setelah mendengar nama orang tua nya, keraguan itu menghilang seketika.
" Sudah, terima kasih nya nanti saja, setelah sampai di rumah. Sekarang yang penting kamu kata kan saja di mana alamat rumah mu. " tanya kang Adnan.
" Rumah nya di puri kencana kang, " sahut ku
" Lha, jauh banget, habis main dari mana sih bocil bisa sampai nyasar di sini malam - malam begini. Cepat ayo naik.. " balas nya dengan pandangan aneh menatap ku.
" Hah, bocil kurang ajar banget dia bilang aku bocil, kalau saja nih dia nggak nolongin aku, sudah aku amuk - amuk tuh orang. " batin ku.
Di sepanjang jalan menuju ke rumah, kang Adnan hanya diam, aku pun sama, nggak tahu mau ngomong apa, nggak tahu juga bagaimana harus bersikap dengan orang yang baru pertama kali nya ketemu. Sampai di tengah jalan, kang Adnan yang akhir nya membuka pembicaraan terlebih dulu..
" Siapa nama kamu, " tanya kang Adnan dengan nada datar.
" Kenalin nama saya Dira kang, " balas ku.
" Jadi nama kamu Dira, ya kamu juga pasti sudah tahu nama ku kan, oh ya bisa nggak ngomong nya, pakai aku kamu saja, dari tadi kamu bilang, saya, saya, saya, sampai gatel tahu nggak telinga ku mendengar nya, " protes nya.
" Oke deh kang Adnan, saya.. eh aku nggak bilang saya lagi, mending juga sayang.. he he " jawab ku asal,
" APA .... " sahut nya.
" Bukan apa - apa kang,,, " balas ku.
***
" Aji, kenapa kamu biarin istri kamu itu pergi dari rumah, apa lagi sudah malam begini, apa kalian nggak mikirin apa kata orang nanti, kamu sama ibu mu itu sama saja, selalu saja seenak nya sendiri sama Dira, memang si Dira itu punya salah apa sih sama kalian sampai kalian setega itu sama dia. Kamu ini sebagai seorang suami, harus nya lebih tanggung jawab, menjaga, melindungi, bukan malah semena - mena begini, benar - benar keterlaluan. " seru bapak nya Aji setelah mengetahui Dira baru saja pergi dari rumah.
" Begitu ya, selalu saja belain mantu kesayangan mu itu pak, orang Dira sendiri yang mau pergi dari rumah ini, kok bapak malah nyalahin Aji, yang anak bapak itu Aji bukan Dira. Dari dulu selalu saja, Dira lagi Dira lagi yang bapak ribut kan. Kalau bapak masih peduli sama gadis kampungan itu, susulin saja ke rumah nya. Palingan juga dia sudah molor di rumah nya, gadis itu kan hidup nya nggak jauh - jauh dari bantal. " sahut ibu Aji.
" Jangan sembarangan bicara buk, Dira itu nggak paham daerah sini, apa lagi dia pasti nggak pegang uang saat ini. Ya Allah, keterlaluan sekali kalian ini, kalau sampai terjadi sesuatu dengan Dira. Kalian yang pertama harus di salahkan.. " jawab pak Medi.
" Bapak ini ngomong apa sih, itu sudah resiko dia kalau dia nggak pegang uang atau apa. Bukan kah dulu bapak juga nggak suka dengan anak itu. Kenapa sekarang malah, terkesan membela mati - matian tuh anak, sudah di kasih apa bapak sama dia, hah.. Ibu jadi curiga, kalau ternyata selama ini diam - diam bapak ada main sama bocah itu, iya kan ngaku saja pak. " tuduh bu Wati, penuh rasa curiga.
" Hah, apa bener yang di kata kan ibu itu pak, kalau bapak ada main sama istri ku. " tambah Aji bikin panas suasana.
" Kalian ini sudah salah, sekarang malah dengan gampang nya menuduh orang tanpa bukti, mana mungkin aku punya hubungan dengan menantu ku sendiri, gila.. kalian saja yang fikiran nya sudah kotor, aku masih waras untuk melakukan hal serendah itu. Aku memang nggak suka dengan Dira, tapi meski tidak suka nya aku sama Dira, aku masih bisa menerima dia jadi menantu ku, memang apa salah nya, Dira anak yang baik, rajin, dan selama ini dia tulus sama kita bu, " ucap pak Medi menahan kesal akibat tuduhan istri dan putra nya itu.
" Halah bagaimana kita nggak berfikiran begitu, kalau setiap ada apa - apa sama si Dira itu, bapak yang paling pertama membela nya, lihat si Aji saja yang suami nya, cuek - cuek saja lho, bahkan Aji sudah memutuskan untuk berpisah dari Dira. " sahut bu Wati tak mau kalah.
" APA .... PISAH, yang benar saja, " balas pak Medi kaget.
" Iya pak, Dira sendiri yang memutuskan untuk pergi dari Aji, lagian selama ini aku juga nggak bahagia sama Dira, bapak lihat sendiri kan kalau kita itu sama sekali nggak cocok. " jawab Aji menjelas kan.
" Kalau begitu, lalu kenapa kamu meningkahi nya Aji.. Berpisah itu bukan perkara yang mudah, jangan sampai besok kamu menyesal akan perbuatan mu ini, karena bapak yakin, setelah hari ini kamu tak akan bisa kembali sama Dira meski kamu menangis darah sekali pun. Terserah kamu, mau perbaiki atau malah ngikut sama ibu mu yang nggak jelas itu.. " sahut pak Medi sembari berlalu dari hadapan Aji dan ibu nya.
***