Seorang gadis 24 tahun, seorang guru SD berparas cantik dan selalu berpakaian tertutup, tanpa sengaja menemukan seorang gadis kecil yang sedang menangis di pinggir jalan.
"Mama...!"
Gadis kecil itu memanggilnya dengan sebutan Mama, membuatnya terkejut dan kebingungan. Ia tak mengenal anak itu sama sekali.
Meski begitu, gadis kecil itu bersikeras memintanya untuk membawanya pergi bersama. Penampilannya tidak menunjukkan bahwa ia anak terlantar. Lantas, siapa sebenarnya gadis kecil ini? Apa rahasia di balik pertemuan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur dzakiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senyuman manis
"Anak-anak, sebelum kita mulai, harus apa dulu?" ujar seorang gadis berjilbab dengan suara ramah, yang sedang mengajar siswa kelas 3 SD.
Mendengar ucapan sang guru, semua anak menjawab serentak, "Berdoa, Bu Guru!" Gadis itu tersenyum, terharu melihat semangat murid-muridnya.
Tentu saja, tidak ada guru yang tidak bahagia melihat antusiasme murid-muridnya. Semangat mereka seakan menular, membuat sang guru semakin bersemangat untuk mengajar.
"Oke, dari kalian siapa yang mau memimpin doa?" ucapnya lagi. Semua murid terdiam. Beberapa saling melirik, seolah menyuruh temannya untuk maju, namun hanya dibalas gelengan. Gadis itu kembali tersenyum. "Ayo, siapa yang mau? Harus berani dong, murid-murid Ibu." Meski kata-katanya lembut, tak satu pun murid yang berani mengajukan diri.
"Siapa yang berani, Ibu kasih hadiah, lho," tambahnya sambil tersenyum lebih lebar. Mendengar itu, akhirnya salah satu murid mengangkat tangannya, lalu memimpin doa dengan lancar.
Setelah doa selesai, gadis itu mulai mengajar, tak lupa menyerahkan hadiah kecil seperti yang dijanjikan.
Waktu pun berlalu dengan cepat, hingga akhirnya bel istirahat berbunyi. Gadis berjilbab itu, yang bernama Khyra, menutup pelajaran dengan ramah sebelum membiarkan murid-muridnya keluar kelas.
Anak-anak maju satu per satu, mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Ingat, jajan yang sehat ya!" pesan Khyra dengan lembut.
"Baik, Bu Guru cantik!" sahut Novan, murid laki-laki paling aktif di kelas. Khyra hanya tersenyum manis mendengar pujian itu.
"Ibu Guru, Naila mau tanya dong," ucap Naila, yang sejak tadi memandangi Khyra dengan tatapan penasaran. Khyra mengangkat alisnya, memberi isyarat agar Naila melanjutkan pertanyaannya.
"Cara biar cantik seperti Ibu itu gimana? Apa harus tersenyum terus biar cantik?" tanya Naila polos. Khyra kembali tersenyum, senyum khas yang membuat anak-anak yang masih di kelas seolah meleleh melihatnya.
"Iya, harus banyak tersenyum, karena senyuman itu sedekah," jawab Khyra sambil mengelus kepala Naila dengan lembut.
"Tapi Ibu sedekahnya kebanyakan, deh. Kita jadi nggak kuat," sahut Novan menggoda, lalu berlari sebelum Khyra sempat merespons. Mendengar itu, Khyra hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum, menikmati kelucuan polos murid-muridnya.
Khyra melangkah menyusuri koridor sekolah. Setiap murid yang melihatnya, dari kelas 1 hingga kelas 6, tak ada yang melewatkan kesempatan untuk menyapanya. Meski Khyra hanya mengajar di kelas 3 dan 5, kehadirannya dikenal di seluruh sekolah. Senyumnya yang hangat dan parasnya yang menawan menjadi ciri khas yang sulit dilupakan oleh siapa pun yang bertemu dengannya.
Az-Khyra Kirana, atau yang biasa dipanggil Khyra, adalah seorang fresh graduate S1 Pendidikan dengan gelar S.Pd. Di usianya yang ke-24, ia memutuskan untuk mengajar di salah satu sekolah elite yang cukup terkenal. Khyra menjadi satu-satunya guru yang mengenakan jilbab di sekolah itu. Namun, meski berjilbab, penampilannya tetap stylish dan mengikuti perkembangan zaman, tanpa melanggar prinsipnya. Ia selalu memastikan pakaiannya tidak ketat dan tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya, sebagai bentuk konsistensi menjaga aurat.
Sesampainya di kantor guru, Khyra mengetuk pintu dengan pelan sebelum masuk, diiringi ucapan salam yang langsung dijawab oleh guru-guru yang sudah berkumpul di dalam.
"Guru populer kita akhirnya istirahat juga nih," goda salah satu guru, yang disambut tawa kecil oleh beberapa rekannya. Tawa itu bukan bernada meledek, melainkan sekadar rasa senang melihat Khyra tersipu malu. Namun, tidak semua rekan guru merespons dengan hangat. Ada segelintir yang terlihat tidak senang, mungkin karena kecantikan dan kepopuleran Khyra di kalangan murid dan guru.
"Bagaimana, Khyra? Ngajarnya lancar?" tanya salah satu guru senior dengan ramah.
Belum sempat Khyra menjawab, Ibu Lely, salah satu guru yang cukup aktif bicara, langsung menyahut, "Pasti lancar, dong. Tidak dengar tadi suara anak-anak kelas tiga? Mereka sampai teriak menjawab salam. Khyra kan salah satu guru favorit di hampir semua kelas, jadi ya jelas semua berjalan mulus."
Pujian itu membuat Khyra sedikit tidak nyaman. Meski bernada baik, ia selalu merasa bingung harus menanggapi komentar seperti itu. Dengan senyum tipis, ia hanya berkata, "Ah, Ibu Lely bisa saja," sambil berharap suasana kembali normal tanpa terlalu banyak perhatian tertuju padanya.
Khyra duduk di mejanya, mengecek kembali jadwal mengajarnya hari itu. Ternyata hanya ada satu kelas yang sudah ia ajarkan tadi pagi. Meski ingin segera pulang, ia merasa tidak enak hati meninggalkan kantor terlalu cepat, mengingat rekan-rekan guru lainnya masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Namun, pikirannya segera teralihkan. Ia teringat janji siang ini untuk menemani sahabatnya, Sakinah, mencari dress untuk acara pertunangan Sakinah.
Saat Khyra masih tenggelam dalam pikirannya, Ibu Nia, istri kepala sekolah sekaligus seorang guru senior yang juga PNS, kebetulan lewat dan melihat ekspresi gelisah di wajah Khyra.
"Ada apa, Khyra? Kok tampak gelisah?" tanya Ibu Nia dengan nada lembut.
Khyra mengangkat wajahnya dan tersenyum kecil. "Nggak apa-apa, Bu," jawabnya singkat. Namun, jawaban itu justru menarik perhatian guru-guru lain di ruangan. Mereka memandang Khyra seolah menunggu penjelasan lebih lanjut, membuatnya merasa sedikit terintimidasi.
"Mau pulang, ya?" tebak Ibu Nia dengan senyum ramah.
Khyra mengangguk sambil tersenyum malu, menundukkan pandangannya. Tebakan itu tepat sekali.
"Yasudah, pulang saja. Jadwal kamu kan cuma satu hari ini, kan?" ujar Ibu Nia sambil membereskan barang-barangnya, bersiap menuju kelas karena bel masuk hampir berbunyi.
"Iya, Bu. Tapi, apakah tidak apa-apa kalau saya pulang lebih dulu?" tanya Khyra ragu.
"Pulang saja, Khyra. Orang cantik mah jalannya selalu mulus kok," sindir Bu Tuti, salah satu guru yang sejak awal tidak terlalu menyukai Khyra. Sindirannya membuat suasana sedikit canggung.
Namun, guru lain yang duduk di sebelah Bu Tuti menepuk bahunya pelan. "Bu Tuti ini bercanda saja, jangan diambil hati. Khyra, kamu pulang saja kalau memang sudah selesai. Apalagi kalau memang ada janji," kata guru tersebut mencoba mencairkan suasana.
Khyra tersenyum, meski sedikit canggung. "Baik, Bu. Kalau begitu saya pamit duluan. Assalamualaikum," ucapnya sambil beranjak keluar ruangan.
"Waalaikumussalam," sahut beberapa guru serentak, ada yang tulus, ada pula yang sekadar basa-basi. Khyra pun meninggalkan kantor dengan langkah ringan, bersiap menemui sahabatnya, Sakinah.
***
Di parkiran, Khyra membuka ponselnya dan mengirim pesan kepada Sakinah untuk memastikan lokasi pertemuan mereka. Tidak butuh waktu lama, Sakinah segera mengirimkan detail lokasinya.
Namun, langkah Khyra terhenti saat mendengar suara memanggilnya, "Eh... Ibu Khyra!" Ia berbalik dan mendapati seorang siswa SMA berseragam putih abu-abu sedang berdiri di dekat mobilnya. Khyra mengenali bahwa siswa itu berasal dari sekolah yang sama. Meski ia hanya mengajar di tingkat SD, sekolah ini memang memiliki jenjang SMP dan SMA dengan gedung yang terpisah jauh, tapi parkiran guru memang berbagi tempat dengan siswa SMA.
Khyra mengerutkan kening, bertanya-tanya bagaimana siswa SMA ini mengenalnya. Ia tidak pernah berkunjung ke area SMA, bahkan saat ada acara bersama seluruh guru lintas jenjang.
"Udah mau pulang, Bu? Mau aku antar?" tanya siswa itu santai, membuat Khyra kaget. Ia tahu betul ini belum jam pulang sekolah untuk SMA. Siswa ini pasti sedang berniat membolos.
"Tidak usah, Nak. Ibu sudah punya kendaraan sendiri," jawab Khyra dengan nada tegas, sengaja menyisipkan kata "Nak" untuk menegaskan perbedaan usia di antara mereka, agar siswa itu tidak mencoba menggombalnya lebih jauh.
Namun, siswa itu tersenyum dan kembali menggoda. "Ibu mau naik motor siang bolong begini? Nanti kecantikan Ibu hilang, lho," katanya sambil memutar kunci mobilnya di ujung jari, seolah ingin memamerkan bahwa ia punya mobil yang lebih nyaman dibanding motor.
Khyra hanya tersenyum tipis, lalu berkata tegas, "Terima kasih, Nak, tapi Ibu sedang buru-buru. Kamu ini mau bolos, ya? Sebaiknya kamu kembali ke kelas sebelum Ibu melapor."
Tanpa memberi kesempatan siswa itu untuk menjawab, Khyra langsung menyalakan mesin motornya dan melaju meninggalkan parkiran.
Sementara itu, siswa tersebut hanya bisa menatap motor Khyra yang menjauh. "Yah, padahal aku masih pengin ngobrol sama Ibu guru itu," gumamnya kecewa. Ia menyandarkan tubuhnya ke mobil, lalu bergumam lagi, "Kok bisa ya, ada orang secantik dia? Di sekolah ini nggak ada yang cantiknya seperti dia, apalagi teman-teman di kelas. Pokoknya, menurutku, cuma dia guru paling cantik di sekolah ini. Andai saja dia mengajar di kelas aku juga..."
Akhirnya, setelah termenung sejenak, siswa itu memutuskan untuk kembali ke kelas, mengikuti nasihat Khyra. Entah kenapa, ucapannya membuatnya enggan melanjutkan niat untuk membolos.