Mati-matian Balqis Lalita Wiguna membela lelaki yang dia sayangi, ternyata hanya menimbulkan luka yang begitu dalam. Di mana bukan dia yang bersanding di pelaminan, melainkan wanita lain yang tidak dia kenal.
Dia kira cinta pertamanya akan mengajarkan banyak hal. Nyatanya, hanya meninggalkan luka dan sulit untuk disembuhkan.
Akankah ada seseorang yang berhasil menjadi obat penawar dari luka tak kasat mata yang Balqis derita? Dan bisa membuatnya kembali merasakan cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Selamat!
Hubungan yang cukup lama sudah dijalani oleh Balqis Lalita dengan sang kekasih Agam Samudra. Malam ini, perempuan cantik itu sedang menunggu kekasihnya di sebuah restoran. Segelas choco ice sudah habis. Namun, lelaki yang dia tunggu tak kunjung datang.
Mencoba menghubungi kekasihnya lagi. Namun, jawaban dari operator lah yang dia dapatkan. Sepuluh menit yang lalu masih tersambung, tetapi tak dijawab. Aqis yang begitu tulus mencintai Agam selalu berpikiran positif terhadap kekasihnya itu.
Seorang karyawan restoran menghampirinya. Berbicara dengan penuh sopan.
"Maaf, Mbak. Resto kami sudah mau tutup."
Aqis menekan tombol power ponsel. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 wib. Dia pun tersenyum perih.
"Maaf ya, Mbak," ucap Aqis dengan tak enak hati.
Perempuan cantik itu menghela napas kasar. Dia mencoba menghubungi Agam kembali. Namun, nomornya masih tidak aktif. Bukan hanya kali ini Agam selalu ingkar janji.
Tibanya di rumah, sang kakak yang berbadan tinggi ternyata sudah menunggunya di depan teras.
"Kenapa muka lu? Dia gak datang lagi?"
Apang terlihat sudah muak dengan kekasih adik perempuan satu-satunya itu. Selalu saja membuat adiknya pulang dengan wajah penuh kecewa.
"Ada kerjaan dadakan."
Aqis terpaksa berdusta. Dia tidak ingin sang kekasih selalu dinilai buruk oleh kakak bahkan keluarganya.
"Lu percaya?" tanya Apang penuh selidik.
"Tentu," jawab Aqis dengan begitu tegas.
Demi menghindari pertanyaan yang lainnya, Aqis memilih untuk masuk kamar dengan alasan ingin istirahat. Ketiga kakaknya belum memberikan restu kepada Agam. Mereka juga selalu menilai buruk sosok Agam. Terkadang, Aqis kesal dengan sikap ketiga kakaknya. Namun, dia harus memaklumi. Dia adalah anak bungsu dan perempuan satu-satunya di keluarga. Wajar, jika dia diperlakukan seperti itu oleh kakak-kakaknya.
Di kamar, Aqis mencoba untuk menghubungi Agam. Dia tersenyum tipis ketika nomor ponsel Agam masih tidak aktif. Aqis melempar ponselnya ke atas tempat tidur. Masuk ke dalam kamar mandi untuk mendinginkan kepalanya.
Ketika pagi datang, panggilan dari Agam masuk ke ponsel Aqis. Namun, dia memilih untuk mengabaikannya. Rasa kesalnya masih ada. Dia pun mensenyaplan ponselnya dan bergegas ke bawah untuk sarapan.
"Semalam pulang jam berapa?" tanya sang Abang pertama dengan wajah datarnya.
"Jam setengah sebelas juga udah nyampe rumah," jawab Aqis dengan begitu santai. Padahal, hatinya berdegup ketakutan.
Ruang makan pun mendadak hening. Tak ada obrolan apapun, dan hanya suara dentingan sendok serta piring yang terdengar.
"Mas antar," ucap Dalla.
Orang pendiam dan tak banyak bicara jika sudah berkata pasti akan terasa mencekam. Itulah yang Aqis rasakan.
Tak ada obrolan apapun di mobil. Mereka bergelut dengan pikiran masing-masing. Setibanya di Moeda Kafe milik sang ayah yang kini Aqis kelola, Dalla melontarkan sebuah kalimat yang membuat jantung Aqis berhenti berdetak untuk sepersekian detik.
"Sudahi hubungan kamu dengannya."
Aqis tersenyum perih, dan menatap sang kakak dengan begitu dalam. Matanya pun terlihat memerah.
"Kenapa sih Mas? Apa karena dia itu karyawan biasa di sebuah stasiun televisi?"
Aqis tak menyangka jika kalimat itu akan terlontar dari mulut kakaknya. Sungguh begitu kejam
"Aqis sayang dia, Mas!"
Aqis turun dari mobil dan membanting pintu mobil dengan teramat keras. Dalla pun menghela napas kasar. Seketika bibirnya terangkat sedikit ketika melihat sang adik dipeluk oleh seorang lelaki.
Setelah kejadian itu, hubungan Dalla dan Aqis pun merenggang. Hanya berbicara seperlunya.
.
Aqis merengutkan dahi ketika sang kakak kedua mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat. Aqis tak banyak berkata karena sudah hampir delapan tahun dia tidak pernah menikmati waktu berdua dengan kakak keduanya itu.
Dahi Aqis mengkerut ketika mereka tiba di sebuah gedung yang tak asing. Di mana acara penting sering diadakan di sana.
"Kenapa Bang Iam ajak Aqis--"
"Bang!"
Suara yang Aqis kenali terdengar jua. Rasa bingung semakin menjalar. Di mana kakak ketiganya pun ada di tempat yang sama. Dua lelaki tinggi nan tampan itu tak banyak menjelaskan. Mereka membawa Balqis Lalita masuk ke dalam gedung tersebut.
"Emang siapa yang menikah?"
Balqis menatap Ahlam dan Apang bergantian. Namun, tak ada jawaban dari mereka. Hanya sebuah usapan lembut di ujung kepala yang Ahlam berikan.
Seketika tubuh Balqis menegang ketika mereka baru saja keluar dari lift. Foto prewedding yang sangat dia kenal. Dia mencoba untuk menolak percaya dengan tersenyum begitu tipis.
"Bukan, Qis. Bukan."
Tangan sang kakak ketiga menggenggamnya. Kemudian, mereka masuk ke dalam hall di mana acara itu tengah berlangsung. Tubuh Aqis seketika menegang melihat siapa yang ada di atas pelaminan.
"Selamat berbahagia untuk pengantin baru kita, Agam Samudra dan Karina Larasati Kusuma."
Air mata mulai menggenang. Kesakitan sudah mulai dapat dia rasakan. Sekarang, hatinya terluka begitu dalam.
"Aku ada tugas ke Bali untuk seminggu ke depan."
Kalimat itu yang kini berputar di kepala. Kemarin lusa Agam mengabari Aqis jika dia akan tugas, dan seharian kemarin Agam tak bisa dihubungi. Hari ini, ternyata dia sudah berbahagia dengan seorang perempuan yang tak Aqis kenal.
Apang dan Ahlam saling pandang melihat adiknya membeku sembari menahan air mata.
"Maaf, Qis," ucap Ahlam sembari mengusap lembut pundak sang adik. Dia sangat tidak tega melihat adiknya.
"Lihatlah! Bukankah lelaki itu yang lu bela mati-matian di depan kami?" sergah Apang sambil menahan emosi.
"Di mana letak kesetiannya, Qis? Cinta boleh, bego jangan?"
Sedang syok dan patah, Apang malah mengeluarkan sindiran yang begitu menusuk. Namun, Balqis tak menjawabnya karena pandangannya masih tertuju pada lelaki yang tertawa bahagia di atas luka yang dia terima.
"Bang, Kak," panggil Balqis dengan suara bergetar hebat.
"Aqis mau ucapin selamat."
Sontak kedua kakak Balqis pun terkejut. Mereka kompak menoleh ke arah Aqis yang sudah menatap kedua kakaknya dengan mata yang merah menahan tangis.
"Qis--"
"I'm okay, Bang."
Senyum penuh paksa dan luka terukir di sana. Anggukan kecil sebagai tanda setuju membuat Aqis membalikkan tubuh. Dan langkah kakinya mulai menuju pelaminan di mana lelaki yang dia cintai malah berkhianat dengan menikahi wanita lain.
"Bang," panggil Apang dengan penuh kecemasan. Matanya masih tertuju pada sang adik yang sudah berada di atas pelaminan.
"Biarkan dia meluapkan semuanya," jawab Ahlam dengan wajah penuh rasa iba.
Hati Aqis bukan main sakitnya. Kakinya pun terasa melayang. Tak terasa tinggal beberapa langkah lagi dia berhadapan dengan Agam.
Senyum bahagia Agam seketika pudar ketika dia melihat pacarnya ada di hadapannya dengan senyum penuh luka. Aqis mengulurkan tangannya ke arah Agam. Pengantin pria itu membeku dengan tangan yang sudah berjabatan dengan Aqis.
"Selamat atas pernikahannya, Gam."
...***To Be Continue***...
Test ombak yuk dengan komen.
ntar capek lho