Kehidupan bebas membuat Delilah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bersama Nayaka, kekasih yang selalu ia perlakukan buruk. Demi Delilah, Nayaka rela menerima setiap penghinaan serta pengkhianatan. Apa yang terjadi selanjutnya ? Apa cinta mereka bisa bersatu terlebih ada sosok pria yang Delilah cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hamil
"Garis dua!" teriak Delilah, lalu ia menggeleng tidak percaya atas apa yang dilihatnya.
Lima buah test pack yang menunjukkan dua garis merah. Delilah menutup mulut untuk menahan tangis. Tapi kenyataan sangat menyakitkan. Hal yang ia lakukan kini membuahkan hasil.
"Tidak!" teriaknya. "Aku enggak mau hamil!"
Pintu rumah terbuka. Delilah menoleh ke arah pria yang baru saja masuk dan lelaki itu kaget melihat Delilah yang kacau.
"Del, ada apa denganmu?" Nayaka segera menghampiri kekasihnya.
"Aku hamil, Kak. Aku hamil," ucapnya.
"H-hamil?" ulang Nayaka.
"Aku enggak mau anak ini."
Nayaka memeluk Delilah. "Apa yang kau katakan, Sayang? Dia anak kita. Aku bahagia kau hamil."
Mendengar ucapan Nayaka, Delilah langsung mendorong tubuh kekasihnya. Nayaka terjungkal ke belakang dan Delilah menatapnya penuh amarah.
"Apa kau bilang? Bahagia dengan kehamilanku. Aku ini baru sembilan belas tahun!" teriaknya.
"Kita bisa menikah, Del. Umurku sudah dua puluh empat tahun," ucap Nayaka.
"Sialan!" Delilah melempar test pack itu ke hadapan Nayaka. "Menikah denganmu? Apa kau masih waras? Hidupmu saja menumpang. Apa yang akan kau berikan padaku kalau kita menikah? Rumah, biaya sekolah semuanya dari mendiang ayahku! Hidupmu itu penuh belas kasih dariku."
Nayaka tersentak mendengar ucapan Delilah. Ia akui selama hidupnya atas belas kasih dari Dion. Apartemen yang ia tinggali di Jakarta. Mobil serta biaya pendidikan atas pemberian dari Dion.
"Bisa-bisanya aku jatuh cinta pada pria ini. Sudah ibunya pelakor, anaknya biang masalah, dan sekarang aku malah mengandung penerusnya," ucap Delilah. "Kakak tau kalau aku itu harus meneruskan perusahaan. Aku sekolah ke luar negeri karena ini."
Ya, Nayaka adalah anak dari Nilam. Sang ibu yang dituduh sebagai pelakor oleh Delilah. Nilam yang kini sudah tiada. Berkat godaan ibunya, Dion memberi apartemen serta mobil.
Sejak diusir dari rumah Dila, Nayaka dan Delilah masih berhubungan. Nayaka mendapat beasiswa ke Inggris dan Beberapa tahun selanjutnya Delilah menyusulnya.
"Aku harus menggugurkannya," ucap Delilah.
"Jangan, Del. Dia anak kita."
"Kau ingin aku mengandung anak ini?" Delilah menatapnya tajam. "Oh, kau sengaja membuatku hamil karen ingin menjadi menantu Handoko, kan? Enggak pantes, Kak. Keluargaku tidak akan menyetujuinya."
"Kita berdua saling mencintai. Apa salahnya menikah? Aku akan berusaha keras untuk menghidupimu."
Delilah berdecih, "Pria lemah sepertimu ingin bekerja keras? Melawan pembully-mu saja kau tidak mampu."
Nayaka menunduk. Apa yang dikatakan Delilah ada benarnya. Selama di kampus ia jadi bahan bulli teman-temannya dan Delilah adalah dewi penyelamatnya.
"Keputusanku sudah bulat. Aku harus mengugurkan kandungan ini," ucap Delilah.
"Resikonya terlalu besar, Del. Kalau terjadi apa-apa denganmu bagaimana?"
"Aku tidak bisa memberitahu keluarga. Kehamilan ini harus disembunyikan. Kita harus pindah dari sini."
"Kakakmu akan tau kita pindah," kata Nayaka.
"Kakakku bukan Tuhan. Tidak semua bisa dia lakukan dan ketahui. Aku harus cari alasan. Aku harus cuti kuliah. Pokoknya kita harus pindah dari London."
"Tapi, Del. Aku baru saja dapat kerja paruh waktu."
"Astaga, Nayaka!" teriak Delilah. "Uang jajanku saja masih besar dari gaji paruh waktumu. Kau bekerja di sepuluh tempat juga tidak bisa membuatmu kaya."
"Kita pindah ke mana?" tanya Nayaka.
"Paris saja. Pesan tiket kereta dan hotel. Seminggu lagi kita berangkat."
Nayaka mengangguk, lalu memesan tiket online. Delilah pergi begitu saja dari hadapan Nayaka. Ia masuk kamar dengan membanting pintu keras. Sudah biasa bagi Nayaka akan perlakuan Delilah yang semena-mena itu. Ia mencintai Delilah tulus dan bukan karena harta saja.
Delilah memiliki paras cantik. Matanya indah kecokelatan dengan bulu mata lentik. Hidungnya mancung kecil dengan bibir penuh. Senyumnya manis mengetarkan hati. Tinggi tubuhnya sekitar seratus enam puluh lima dengan bentuk berlekuk.
Bisa dibilang Nayaka begitu beruntung mendapatkan Delilah. Dari mereka remaja sudah menjalin hubungan teman, lalu menjadi sepasang kekasih.
Mereka tinggal bersama di rumah sewa. Delilah yang membayar semua. Memenuhi seluruh keperluan Nayaka. Apalah seorang pria yang cuma mengandalkan beasiswa untuk biaya pendidikkannya, dan untuk sehari-hari Nayaka bekerja paruh waktu.
Delilah menghubungi Reyhan lewat panggilan video. Ia harus memberitahu keinginannya untuk cuti dan berdiam di Paris. Delilah bisa saja pergi diam-diam, tetapi Reyhan kadang menyuruh orang untuk memantau perkembangan pendidikannya.
"Hai, Kak!" sapa Delilah sembari melambaikan tangan.
"Kebetulan sekali. Kakak dengar kau tinggal bersama seorang pria," ucap Reyhan.
"Kakak menyuruh orang untuk memata-mataiku? Aku sudah bilang jangan melakukan itu."
"Ayolah, Del. Kamu di negeri orang. Jelas Kakak khawatir. Sudah berapa lama dia tinggal bersamamu? Siapa pemuda itu?" tanya Reyhan.
"Bukan siapa-siapa. Sebenarnya dia cuma penyewa kamar sebelah. Kakak tau aku tinggal di rumah kontrakan dan dia salah satunya."
Meski bisa saja Reyhan membeli apartemen untuk Delilah, tetapi sang adik tidak menginginkannya. Delilah juga tidak ingin tinggal di apartemen mendiang ibunya. Itu akan membuatnya bersedih.
"Jaga kepercayaan Kakak, Delilah."
"Kakak yang harus percaya padaku. Jangan pikirkan apa pun. Lihat rambut Kakak yang memutih itu," ucap Delilah.
Dari seberang kamera sana, Reyhan tertawa. "Tapi masih tampan, kan?"
"Pastinya," ucap Delilah. "Oh, ya, Kak. Delilah mau pindah ke Paris dan cuti kuliah selama setahun."
Kening Reyhan berkerut. "Cuti kuliah?"
"Sebenarnya Delilah tengah ingin meneliti fashion di sana," dustanya.
"Meneliti fashion?" tanya Reyhan.
"Maksudnya mau ambil kursus. Pokoknya tentang fashion. Kakak tau kalau aku suka mendesain perhiasan."
"Oh, kebetulan ada tantenya kak Anna di sana. Kakak akan minta dia buat mengawasimu."
"Jangan merepotkan orang, Kak. Delilah bisa sendiri. Ayolah, Kak. Delilah ingin mandiri. Kiano saja bebas. Perlakukan kami dengan adil."
"Kiano itu pria dan kamu perempuan. Jelas beda," ucap Reyhan.
Delilah mengerucutkan bibir. "Delilah cuma mau bilang itu saja. Sampai jumpa, Kak."
"Jaga dirimu," ucap Reyhan.
Delilah memutus sambungan videonya. Nayaka masuk kamar. Bukan ia tidak mendengar ucapan dari kekasihnya. Selamanya Nayaka hanya teman atau penyewa rumah jika teman-teman Delilah menanyakan tentang dirinya.
"Sebaiknya aku berangkat dulu ke Paris. Kau menyusul saja," kata Delilah.
Nayaka mengangguk. "Aku sudah pesan tiketnya."
"Mulai sekarang menjauh dariku. Kau dengar sendiri kakakku sudah curiga, kan?"
"Di luar aku tidak dekat denganmu," kata Nayaka.
"Sudahlah. Lagipula aku bisa mengatasinya. Buatkan aku makanan. Perutku lapar," perintah Delilah.
Nayaka mengiakan, ia keluar kamar, lalu menuju dapur. Perasaan Nayaka bahagia bisa melayani kekasihnya yang tengah hamil dan ia juga senang dengan rencana pindah ke Paris.
Artinya, Delilah akan mempertahankan kandungannya. Buah hati mereka akan lahir sebentar lagi dan Nayaka tidak sabar untuk itu. Ia harus bekerja keras menghidupi keduanya. Setelah lulus nanti, Nayaka akan mencari pekerjaan yang baik.
Bersambung
sediiiihhhh jengkel seneng jadi satu