NovelToon NovelToon
Takdir Cinta Pangeran Terkutuk

Takdir Cinta Pangeran Terkutuk

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Beda Dunia / Mengubah Takdir / Kutukan / Menyembunyikan Identitas / Enemy to Lovers / Tumbal
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Piscisirius

Naina dijual ibu tirinya untuk menikah dengan pria yang tersohor karena kekayaan dan buruk rupanya, juga menjadi pemegang rekor tertinggi karena setiap tahunnya selalu menikahi ratusan wanita. Selain itu, Minos dikenal sebagai psikopat kejam.

Setiap wanita yang dinikahi, kurang dari 24 jam dikabarkan mati tanpa memiliki penyebab kematian yang jelas. Konon katanya para wanita yang dinikahi sengaja dijadikan tumbal, sebab digadang-gadang Minos bersekutu dengan Iblis untuk mendapatkan kehidupan yang abadi.

“Jangan bunuh aku, Tuan. Aku rela melakukan apa saja agar kau mengizinkanku untuk tetap tinggal di sini.”

“Kalau begitu lepas semua pakaianmu di sini. Di depanku!”

“Maaf, Tuan?”

“Kenapa? Bukankah kita ini suami istri?”

Bercinta dengan pria bertubuh monster mengerikan? Ugh, itu hal tergila yang tak pernah dibayangkan oleh Naina.

“... Karena baik hati, aku beri kau pilihan lain. Berlari dari kastil ini tanpa kaki atau kau akhiri sendiri nyawamu dengan tangan di pedangku?”

***

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Piscisirius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 21 - Satu Syarat

Semenjak ritual yang tak jadi dilakukan hari itu, Naina benar-benar berada dalam pengawasan ketat. Tuan Minos tidak mengizinkan lagi Naina untuk mencari bahan masakan, kalaupun keluar mesti ditemani oleh Tora.

Sambil menunggu tanaman sayur ataupun buah di halaman belakang kastil benar-benar bisa dipanen, mau tak mau Naina harus menyuguhkan daging busuk dari bangkai hewan yang secara kebetulan mulai bermunculan didekat area kastil.

“Hanya ada ini, Tuan. Karena aku tidak diizinkan pergi, jadi—”

“Aku tidak akan protes, jadi tak perlu kau jelaskan hal itu lagi dan lagi!” serobot Tuan Minos seraya menyambar kasar nampan yang ada di tangan Naina.

Sambil mengunyah makanannya secara brutal hingga berceceran ke mana-mana, Tuan Minos kembali bicara, “Lagi pula, sebelum kau ada di sini untuk menyuguhkanku makanan yang enak, aku selalu makan bangkai.”

“Jadi, dari pada aku harus melihatmu ke hutan dan bertemu dengan para binatang di sana, lebih baik kau diam di sini semestinya seorang istri yang patuh pada suaminya!” tambah Tuan Minos penuh penekanan.

Naina yang mendengar hal itu lantas menyunggingkan senyum, wajah pucat dengan tatapan kosong itu membuat ekspresi Naina terlihat datar dan dingin.

“Suami istri katamu, Tuan? Aku bahkan lupa bahwa adanya aku di sini untuk menjadi istrimu. Dari pada menyebut seorang istri, bukankah aku ini lebih pantas disebut sebagai budak yang harus selalu mengikuti kemauanmu, Tuan?”

Usai mengatakannya, Naina lekas berlalu pergi. Hatinya kadung sakit, tidak peduli lagi akan seperti apa respon dari pria dengan tudung yang menutupi wajah buruk rupa tersebut.

Suara kepakan sayap dari burung yang terbang mendekat memenuhi pendengaran Tuan Minos, mengalihkannya dari perkataan Naina barusan. Tora sudah hinggap di bahu kirinya.

“Tuan sepertinya kau sudah berlebihan pada Naina,” ujar Tora yang beberapa hari ini mengamati perubahan sikap dari pasangan suami istri tersebut.

Mulai dari Tuan Minos yang terlalu mengekang, amat posesif bahkan jika itu hal kecil sekalipun dan Naina yang mulai lelah menghadapi situasi itu. Akhirnya mereka berdua lebih sering bentrok.

Entah mungkin Naina mulai terpengaruh karena ucapan rusa raksasa yang sudah menjanjikannya kehidupan lebih baik dengan lepas dari jeratan Tuan Minos. Jadi dirinya merasa masih ada kesempatan untuk bebas dari lingkaran penderitaan di sini.

“Aku hanya melakukan apa yang aku suka,” balas Tuan Minos angkuh, nampak tak peduli.

Bahkan kepergian Naina dengan meninggalkan perkataan menyakitkan tadi tak dihiraukan olehnya. Padahal jelas perubahan Naina begitu kentara, dari sebelumnya yang selalu patuh bahkan tak pernah memberontak sekalipun hal itu menyakitkan baginya.

Tora geleng-geleng kepala sebagai respon dari jawaban yang diberikan Tuannya. “Kau tahu, Tuan. Naina mana mungkin bisa makan makanan seperti ini. Dia manusia normal. Dia butuh asupan gizi yang baik. Setidaknya—”

“Aku tahu apa yang terbaik untuknya!” sela Tuan Minos, kali ini nada suaranya lebih meninggi.

Tora sudah siap membuka mulut. Tapi...

“Kalaupun dia mati karena kelaparan, maka aku bisa cari perempuan lain yang bisa aku jadikan istri lagi!” tambah Tuan Minos dengan rasa percaya diri yang besar.

Sepertinya suasana hati Tuan Minos sedang buruk, sehingga pertanyaan sepele pun dianggap mengusik. Bahkan saking kesalnya, makanan yang sebelumnya ia lahap dengan rakus, kini sudah dilempar ke sembarang tempat.

Berceceran di lantai, lalat mulai mengerubung. Aroma busuk pun semakin tercium menyebar. Tapi Tuan Minos mana peduli, dirinya tak pernah memikirkan bahwa kekacauan yang selalu dilakukannya harus dibereskan oleh Naina nanti.

Sesudah itu, pria jangkung itu berderap pergi. Meninggalkan Tora yang termenung di meja makan sendirian.

Tanpa mereka tahu, bahwa ternyata diam-diam Naina menguping pembicaraan tersebut. Saat tahu Tuan Minos mulai menaiki tangga, Naina buru-buru memasuki kamarnya.

“Keputusanku untuk melarikan dari sini ternyata tidak salah. Cepat atau lambat pada akhirnya aku akan mati di tangannya. Tidak peduli sudah sebaik dan sepatuh apa aku mengabdi padanya, tetap saja aku selalu dipandang remeh olehnya,” batin Naina sambil menahan sesak.

Berdiri tepat di depan jendela rusak yang terbuka, Naina berusaha untuk menenangkan diri. Kembali fokus pada rencananya, yaitu mengambil rambut milik Tuan Minos dan menyerahkannya pada Tetua di hutan.

GAAAAKK!

GAAAAKKK!

Suara burung gagak yang diyakini itu adalah Tora mendadak terdengar nyaring. Muncul begitu saja tepat dihadapan Naina yang semula tengah termangu, menyapu habis lamunannya.

“Eh, apa ini?” Naina mengerjap-ngerjap, tangannya terulur ke depan untuk menerima keranjang yang dibawa oleh Tora menggunakan kedua kaki kecilnya.

“Sedikit buah-buahan untukmu. Aku tahu kau hanya minum air putih saja beberapa hari ini. Kau terlihat pucat sekali, aku tidak mau kau sakit,” kata Tora penuh perhatian.

Naina tersenyum tipis, sedikit merasa terharu. “Terima kasih. Tapi aku sedang tidak nafsu makan. Aku—”

“Malam ini kita harus pergi ke bukit, mengambil bunga mawar biru. Jadi kau harus punya tenaga untuk sampai ke sana,” potong Tora mengingatkan.

Rasanya waktu cepat sekali berlalu, sekonyong-konyong sudah tiba di mana Naina harus kembali mengambil bunga mawar biru. Tapi ada untungnya, karena di kesempatan kali ini dirinya bisa membuktikan ucapan rusa raksasa hari itu.

Naina mengangguk. Menatap keranjang berisi buah apel hijau dan Tora secara bergantian. “Baiklah. Terima kasih. Ini akan segera aku makan.”

***

Saat matahari sudah terbenam, dan langit berganti malam, Naina mulai bersiap dengan barang bawaannya yang ia simpan ke dalam tas selempang.

Ini akan menjadi pengalaman pertama untuknya karena ada Tora yang menemani perjalanannya dalam pengambilan bunga mawar biru.

“Pastikan kalau dia tidak lepas dari pengawasanmu. Jika ada binatang sialan itu datang mendekatinya, segeralah ajak dia pulang. Aku tidak menerima alasan dan tidak akan memberi toleransi jika sampai kau pulang tanpa bersamanya!”

Peringatan itu tentunya ditujukan untuk Tora. Gagak tersebut hanya bisa manggut-manggut seraya menelan ludah, takut salah bicara.

Dan pencarian bunga mawar biru akan segera dimulai. Seperti biasa, Tuan Minos mengamati gerak-gerik istrinya dari balik bola sihir.

“Sebelum aku tahu siapa para binatang berbulu putih itu, aku tidak akan membiarkannya bergaul dengan mereka!” bisik Tuan Minos dengan rahang yang mengetat, membuat nanah bercucuran dari lubang borok di wajahnya.

Di tengah-tengah perjalanan, Tora berusaha mengisi keheningan. Dimulai dari obrolan ringan, sampai akhirnya ia mencoba untuk menggali informasi terkait kejadian beberapa hari yang lalu.

“Kau masih belum mau bercerita padaku mengenai kau yang pulang terlambat hari itu? Seingatku, kau dibawa oleh para binatang itu, 'kan?”

Naina yang sedari tadi banyak diamnya dan kurang ekspresif, langsung merasakan aliran darahnya memanas akibat pertanyaan barusan. Seperti ada tembok tak kasat mata yang memberi isyarat pada Naina bahwa dirinya harus memberi batasan terhadap obrolan tersebut.

“Tidak ada yang aneh. Aku hanya bermain dengan mereka. Kau tahu selama ini aku tidak punya teman. Bertemu dengan mereka sedikit mengobati rasa kesepianku. Itu saja,” dusta Naina yang menutupinya dengan ekspresi setenang mungkin.

Tapi Tuan Minos yang masih setia menyaksikan dan tentunya menyimak obrolan mereka, seketika menarik sudut bibirnya. Membentuk senyuman penuh arti, tampak meragukan jawaban yang dilontarkan Naina barusan.

“Dasar gadis kecil pembohong! Mana bisa kau menipuku dengan ekspresi wajahmu itu.”

***

Beberapa saat telah berlalu, pengambilan bunga mawar biru bisa dilakukan dengan baik tanpa adanya gangguan. Para binatang itu tidak mencoba menemui Naina, entah karena tahu kalau ada Tora yang menemani atau memang sengaja agar mempermudah rencana yang akan dilakukan Naina nantinya.

Naina yang sudah menyerahkan bunga tersebut, hendak langsung berpamitan pergi, berpikir untuk menyusun rencana terkait malam ini agar dirinya bisa melihat seperti apa wujud lain Tuan Minos.

Alih-alih langsung bergegas masuk ke dalam kamar, kepergian Naina ditahan oleh perkataan Tuan Minos. Permintaan yang dilayangkan pria itu sama persis seperti hari itu, hari di mana dirinya harus melewati malam panjang dengannya.

“Kenapa? Kau tidak mau? Mau menolak karena harus berhubungan lagi dengan pria menjijikkan seperti aku ini?” cerocos Tuan Minos yang langsung berspekulasi.

Buru-buru Naina menggelengkan kepala, menepis dugaan tersebut. “Setelah berganti pakaian aku akan segera ke sana, Tuan. Aku akan melayanimu sepenuh hati malam ini. Tapi...”

Tuan Minos memiringkan kepala sambil melipat kedua tangan di depan dada. “Tapi?” Menunggunya untuk melanjutkan ucapan.

Naina mengulum senyum, sedikit takut untuk mengutarakan permintaannya. “... Aku punya satu syarat.”

Suara kekehan menahan kesal terdengar dari pria itu. “Punya nyali juga dirimu meminta syarat padaku.”

Dagu lancip dengan tulang yang menonjol keluar tersebut ia usap-usap, matanya menatap penasaran pada Naina, “... Tapi mari dengarkan apa syaratmu itu.”

Naina menarik napas panjang, lalu menahannya sekejap sebelum menjawab, “Sederhana, Tuan. Cukup tidak usah tutup mataku saat kita mulai berhubungan nanti. Hanya itu saja. Bagaimana, Tuan?”

***

1
Sandy Aulia Putri
👍👍👍👍👍
Cha Sumuk
bagus ceritanya tp ga suka krna MC ceweknya bodoh jg lemah,penakut jg cengeng,trs MC cw nya terlalu arogan bnr2 ga enk bngt di BC nya
Nona Bulan 🌜: Terima kasih karena sudah mampir dan membaca sampai di bab ini, Kak. Untuk pembangunan karakter antara Naina dan Tuan Minos memang sengaja dibuat seperti itu ya, Kak. Tentunya bukan hanya asal-asalan, ada alasan dibalik kenapa mereka dibuat mereka begitu. Kalau kakak berkenan masih mau baca, di bab-bab selanjutnya mungkin kakak akan tau jawabannya.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!