Kisah Jovanka, seorang mahasiswi cantik yang bekerja sebagai seorang pengasuh empat anak laki-laki yang usianya bukan lagi anak-anak.
Empat anak laki-laki korban broken home membuat mereka terbiasa hidup mandiri meski tergolong orang berada. Meski awalnya beberapa dari mereka tidak sepenuhnya menerima kehadiran Jovanka, gadis itu membuat semuanya perlahan berubah.
Kehidupan Jovanka berubah sejak menjadi maid dan hidup serumah bersama empat laki-laki tampan. Perselisihan, pertengkaran, asmara, kisah manis dan kekeluargaan terjalin erat tanpa disadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jovanka
Jovanka, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu nampak sibuk dengan pekerjaannya sebagai asisten apoteker di sebuah klinik kesehatan yang tidak terlalu besar.
Jovanka, gadis yang biasa di sapa Jojo itu adalah seorang mahasiswi jurusan farmasi semester tujuh yang membiayai sendiri kuliahnya. Gadis itu jauh dari keluarga dan sanak saudara, gaji yang dia terimapun jumlahnya sangat pas-pasan dengan uang makan dan biaya kuliahnya.
"Aku butuh pekerjaan tambahan, orang tuaku di kampung halaman butuh uang," keluh Jojo pada sahabatnya, Irene.
"Berapa? aku ada tabungan yang bisa kamu pinjam," ujar sahabatnya.
"Jangan, Irene. Hutangku bulan lalu aja belum bisa ku bayar," tolak Jojo.
"Hei, aku nggak pernah bermaksud memberimu pinjaman. Pakai saja, kita kan teman!" Irene memeluk Jojo, meski bukan berasal dari keluarga berada, Irene sangat baik pada Jojo.
"Tolong bantu aku dengan cara lain, cari pekerjaan sampingan misalnya," lanjut Jojo, ia tidak ingin menyusahkan Irene terus menerus.
"Gaji sebagai maid (pembantu), jauh lebih besar dari pekerjaanmu sekarang, Jo. Kalau kamu mau, aku bisa bantu kamu, di daerah tempat kerjaku, banyak anak-anak yang juga di tinggal orang tuanya kerja, mereka butuh pengasuh sekaligus maid. Bagaimana?" tanya Irena.
Irene sudah bekerja sebagai pengasuh selama lebih dari satu tahun, ia adalah teman sekelas kuliah Jojo.
Jojo diam cukup lama, bukan ia gengsi untuk menerima pekerjaan sebagai pengasuh atau maid, namun ia merasa ilmunya sia-sia jika hanya bekerja seperti itu.
"Aku akan usahakan yang lain dulu," ujar Jojo.
Irene sangat memahami sahabatnya, Jojo adalah siswa pintar yang nasibnya kurang beruntung, keuangannya selalu tidak terkontrol karena penghasilan yang sangat pas-pasan, namun semangatnya untuk mencapai pendidikan tinggi tak di ragukan lagi.
Beberapa hari setelah pertemuan dengan Irene, Jojo membuat beberapa serat lamaran pekerjaan di perusahaan yang bergerak di bidang sesuai keahliannya, namun karena ia belum lulus dalam menempuh pendidikan, perusahaan besar meragukan kemampuannya. Jojo butuh pekerjaan dengan gaji lebih besar, secepat mungkin.
Dari beberapa perusahaan yang sudah ia datangi, kini ada salah satu dari perusahaan tersebut yang menghubungi Jojo untuk melakukan interview. Jojo dengan bahagia mendatangi perusahaan tersebut sesuai jadwal yang ia terima.
"Selamat siang, dengan Mrs. Johnatan," ucap Jojo saat masuk ke sebuah ruangan interview. Seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi belakang meja tampak tersenyum dan mengangguk sopan.
"Jovanka, benar?" tanya wanita tersebut.
"Ya, benar."
"Maaf, nona Jovanka. Dengan sangat menyesal saya mengatakan jika anda terlambat, posisi yang anda inginkan sudah terisi."
"Ah, begitu." Jojo nampak sangat kecewa, dadanya bergemuruh, sia-sia ia datang dengan penuh semangat.
"Tapi, di perusahaan kami butuh banyak sekali office girl. Jika anda berminat, kami akan menerima dengan senang hati," lanjutnya.
"Tidak perlu, terimakasih," jawab Jojo, penghasilan sebagai office girl tentu saja masih kurang untuk biaya hidupnya, bisa jadi pekerjaan Jojo sebelumnya lebih bisa di andalkan.
Melihat wajah Jojo yang nampak murung dengan tubuh lemas, Mrs. Johnathan menatap iba. Beberapa menit sebelum kedatangan Jojo, suaminya menelpon dan mengatakan jika dirinya harus memberikan posisi kosong itu pada salah seorang anak sahabatnya. Jadi, dengan sangat terpaksa, ia menolak semua pelamar di posisi tersebut.
Jojo keluar dari ruangan dengan wajah sedih, harapannya pupus sudah. Ini adalah perusahaan terakhir yang ia harapkan, namun keberuntungan belum memihaknya.
Di luar gedung perkantoran, Jojo duduk di halte bus. Ia melamun, menatap kosong pada jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan.
Di satu sisi, ia sudah punya pekerjaan bagus meski gajinya tak seberapa, namun di sisi lain, ia butuh lebih banyak pemasukan. Jojo merasa sudah terlalu sering merepotkan Irene, setiap kali orang tuanya sakit, butuh biaya berobat, Irene membantunya.
"Aku menyesal," gumam Jojo.
Sebuah penyesalan yang menghantuinya akhir-akhir ini, menyesal karena tidak mendengarkan nasehat orang tuanya untuk menerima perjodohan dengan anak orang kaya di daerahnya, dan lebih memilih hidup susah dengan kuliah tanpa persiapan biaya.
Jojo merantau dari desa dan melanjutkan kuliah demi meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak di pandang rendah oleh orang lain, meski awalnya sulit, ia terus bersemangat, karena baginya, pendidikan adalah sebuah hal yang sangat penting. Namun kesulitan tidak pernah berhenti menghantuinya, Jojo hampir putus asa, namun masa kuliahnya tinggal satu tahun lagi, sangat sayang jika harus berhenti sampai di sini.
Seseorang datang mengulurkan botol air mineral di tengah cuaca yang terik, Jojo mendongak.
"Terimakasih, Mrs. Johnathan," ucapnya, ia menerima sebotol air dan tersenyum. Rupanya, yang datang adalah orang yang baru saja ia temui di kantor.
"Belum pulang?" tanya Mrs. Johnathan.
"Sebentar lagi jam kerja saya. Mau duduk sebentar sambil nunggu bus," jawab Jojo.
"Kamu sudah punya pekerjaan? kenapa masih ingin melamar di sini?" tanyanya.
"Hmm, sebenarnya, saya butuh pekerjaan dengan penghasilan yang lebih besar. Biaya kuliah saya dan kebutuhan hidup, serta orang tua yang sedang sakit, pekerjaan saya saat ini tentu kurang menghasilkan," jelas Jojo, ia menarik nafas panjang, melonggarkan dadanya yang sesak.
"Dua hari lalu, pengasuh anak-anak saya mengundurkan diri. Saya butuh pengasuh baru, sekaligus maid untuk mengurus rumah. Gaji yang saya tawarkan cukup besar, karena ada empat anak saya yang harus di jaga," ujar Mrs. Johnathan menjelaskan.
Sejenak, Jojo terdiam. Ia berpikir keras.
"Perbulan, saya menawarkan gaji sebesar 650 dollar," lanjutnya.
Jojo tersentak, ia langsung menatap wajah wanita paruh baya yang memakai setelan blouse putih dengan perpaduan warna biru gelap yang anggun.
"650 dollar, artinya hampir sepuluh juta dalam sebulan," gumam Jojo, itu bahkan dua kali lipat lebih besar dari gajinya sebagai asisten apoteker.
"Benar, karena ada empat anak laki-laki yang harus di urus, maka gaji yang saya tawarkan juga besar. Mereka anak-anak baik, tidak akan terlalu merepotkan," lanjut Mrs Johnathan.
Jojo menelan ludah, ia bisa membayangkan bagaimana makmurnya kehidupannya jika bisa bekerja dengan gaji sebesar itu. Ia pasti bisa mengirim uang setiap bulan pada orang tuanya, juga tidak akan lagi menunggak biaya kuliah.
"Kalau kamu berminat, bisa hubungi saya," ucap Mrs. Johnathan. sambil menyerahkan secarik kertas berisi kartu nama.
"Baik, Mrs. Johnathan." Jojo dengan senang hati menerima secarik kertas pemberian orang baik tersebut, ia akan berpikir lagi sebelum mengambil keputusan.
"Biar lebih akrab, panggil saja nama saya, Merlinda, Jovanka."
"Baik, Nyonya Merlinda. Anda bisa panggil saya Jojo, hehehe." Jojo meringis, kesempatan besar ada di hadapannya, ia akan mencari alasan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai asisten apoteker, lalu segera menghubungi Merlinda untuk melamar pekerjaan barunya.
Selepas kepergian Merlinda, Jojo sangat bahagia, ia memeluk secarik kertas di tangan dan menciumnya berkali-kali.
"Pengasuh ataupun maid, yang penting dapat gaji besar dulu!" batin Jojo. Setau dirinya, gaji yang Irene dapatkan tidak sebesar ini meski pekerjaannya sama, sama-sama sebagai pengasuh anak.
🖤🖤🖤
terimakasih akak... 🙏🙏☺️